#Empat

497 74 11
                                    

Kim Hwa Young

Aku mematung.

Benarkah itu kau Park Jimin sunbae?

Benarkah Park Jimin berkacamata itu? Benarkah orang yang sama yang datang ke studio dance malam itu?

Pikiranku kembali terisi dengan bermacam pertanyaan tidak berguna. Rasanya seperti deja vu.

"Kenapa wajahmu merah?"

Pemuda asing itu berdecak, "Karena kita terlalu tampan?"

Aku speechless. Mereka menertawai lelucon tanpa dosa.

Nyawaku kembali ke asal. Aku masih mendongak, entah untuk berapa lama. Rasanya waktu seakan berhenti begitu saja. Kadang kata 'selamanya' dapat ditempuh dalam waktu sedetik.

Persis seperti ini.

Entah aku harus sedih atau bahagia melihat Jimin sunbae tidak mengenaliku. Ia sibuk tertawa renyah hingga matanya semakin menyipit. Hatiku mencelus. Oh ya, benar, aku menyadarinya.

Aku sadar kami telah berubah. Maksudku tentu saja dia tidak mengenal Hwa Young yang gempal dulu. Hwa Young SMP yang dungu. Ayolah, bahkan dia hanya tahu namaku. Dan itu tidak menjamin kalau ia masih mengingatnya.

Heol, memangnya aku ini siapa?

Jimin sunbae juga telah berubah. Pipi chubby-nya menyusut, memamerkan rahangnya yang lebih dewasa. Dia benar-benar tumbuh. Aku dapat menatap matanya langsung tanpa kacamata yang menghalangi. Aku juga bisa melihat gaya rambutnya yang bergelombang dan potongan sedemikian rupa, tipikal seorang idol.

Aku memaksakan senyum terbaikku padanya, berusaha untuk tidak terlihat kaku. Pemuda itu membalasnya dengan enteng, menstimulus otakku pada ujung kesimpulan; kami sama-sama datang sebagai wajah baru. Aku tidak bisa lagi menyebutnya dengan gelar sunbae.

Pikiranku kembali tersadarkan oleh Taehyung yang menyentuh bahuku lembut. "Ayo, kuajak kau berkeliling lagi."

Astaga sampai kapan aku bisa memulai pekerjaanku?

Aku menyeletuk ke Taehyung, "Apa aku bisa menyalakan kamera sekarang?"

"Ya, tentu saja." Dia mengangguk-angguk setuju. Pemuda dengan nama beken V itu menunjukkan beberapa properti MV. Ia bercanda sesekali.

"Lihat ini," Taehyung menunjuk papan tulis kapur dan mendongak sampai ke atas. Aku merekam rumus-rumus acak itu. Sedangkan pemuda di sampingku terbengong-bengong. "Pelajaran SMA ku dulu tidak sesulit ini."

Aku sibuk merekamnya. Sekonyong-konyong pemuda asing hiperaktif tadi muncul kembali bersama pemuda lainnya. Aku harus menyebutnya begitu karena banyak yang tidak kukenal di sini.

"V, minggir." Tangan kirinya mengusir Taehyung.

Dia tersenyum. "Ini leader kami, Rap Monster."

Aku melirik pemuda di sebelahnya, ia punya potongan undercut yang dicat pirang dan klimis. Sepertinya hampir semua member mendapat potongan serupa. Seragamnya dipadu dasi klasik yang sering dipakai kakekku. Taehyung juga memakai dasi yang sama, tapi mereka tetap terlihat keren. Itu pointnya.

Harusnya aku memperhatikan betapa anehnya nama Rap Monster. Apa itu nama pemberian ibunya begitu lahir?

Taehyung menyerobot, memberiku informasi, "Dia pintar tapi pelupa."

Ah oh. Aku mengangguk, diam-diam menyetujui fakta itu. Kadang ibuku bilang orang jenius itu sangat pelupa. Entah itu sugesti atau apa, tapi ada benarnya juga.

Rap Monster sibuk membaca rumus dan bertingkah seperti seorang murid yang disuruh maju untuk menuntaskan soal. Dia bergumam, "Ini rumus yang sulit."

Jelasnya, tidak ada yang mau buang-buang waktu membahas rumus yang bahkan sudah dioplos sana sini. Jika kau mengamatinya lebih dekat, mereka hanya kumpulan tulisan yang terlihat matematis.

"Ya sudah tinggalkan saja."

Mereka kembali tertawa tak jelas. Aku sedari tadi bungkam, karena tidak tahu apanya yang lucu. Tanganku memang sibuk merekam, tapi otakku sedang terisi hal lain.

Park Jimin.

Pemuda itu sedang berjalan-jalan ria di sekitar otak kiriku, lalu pindah ke otak kanan. Dia seakan-akan memporakporandakan arsip yang telah kutata rapi di tiap loker di sisi otakku. Benar-benar menganggu. Bayangannya terus ada di pikiranku. Dan aku mulai melamunkan wajahnya yang dulu dengan yang sekarang. Puberty hit him like a truck.

Aku melupakan fakta bahwa orang yang dimaksud tepat berada di belakang sana.

Aku sedikit tersentak saat Taehyung dan pemuda tanpa nama menyeretku ke arah para coordi noona yang sibuk merapikan riasan para member. Dapat kulihat Rap Monster kembali mengobrol dengan mereka, sembari pipinya diolesi concealer, atau highlighter, atau apalah.

Kini Jimin ikut nimbrung. Aku berusaha menghilangkan pikiran berkecamuk.

Taehyung menyentuh lengan salah satu pemuda berambut secoklat chesnut. Pemuda itu berbalik, dari pakaiannya dapat disimpulkan bahwa ia juga member BTS. Rupanya mereka mengusung konsep sekolah, yang baru-baru ini kudengar berjudul Boy In Luv.

"Perkenalkan. Ini lead-dancer kita, Suga."

Apa tadi dia baru saja memperkenalkanku pada seorang... gula?

Mereka tertawa terbahak lagi, lebih tepatnya menertawai Suga yang terlihat kebingungan. Jimin menepukkan tangannya sambil tertawa, lalu bergumam sesuatu. Aku tidak terlalu mendengar apa yang diucapkan Taehyung. Karena, untuk kesekian kalinya tubuhku keluar kontrol, tatapanku terkunci pada Jimin –dengan eyesmile sialan itu.

Jimin mampir menatapku sebelum melirik pemuda di sebelah kiriku –si cowok hiper tadi.

"Kenapa tertawa?" Suga bertanya dengan polos, pemuda gula ini seakan menyuarakan isi hatiku. Yang lain menyeletuk, "Kau kan lead dancer BTS."

"Ayo, tunjukkan bakatmu," ujar mereka.

Jimin memalingkan wajah dan berucap dengan nada konyol, "Duh, aku tidak sanggup melihatnya."

"Aku juga tidak sanggup." Itu sahutan dari pemuda hiper.

Aku tidak bisa lagi menatap Jimin. Jemari kurus khas milik Suga menahan kameraku. Sempat terlintas gagasan ia akan menunjukkan skill menarinya agar aku takjub. Tapi alisku terangkat saat ia memasang tampang menggoda serupa orang mabuk.

Ada apa denganmu Suga-ssi?

Suga menjilat jari telunjuknya, persis seperti nenekku saat bersiap menghitung uang. Namun bedanya telunjuknya ini diarahkan ke lensa kamera. Jika tanpa perantara, mereka akan turun menyapu dari jidat hingga batang hidungku. Ewh.

Taeyung menggiring Suga ke samping, menyingkirkannya dari hadapanku sebelum ia lebih gila lagi. "Salam kenal, katanya."

Aku mematikan kameraku.

Sembari menarik sapu tangan dari tas pinggangku, mereka bertiga kembali mengobrol. "Kurang hyung paling tua dan si maknae."

Aku mengusap-usap lensa kamera yang pada dasarnya tidak begitu kotor, namun setelah insiden Suga, aku jadi ingin terus membersihkannya. Sembari pura-pura memperhatikan omongan mereka agar tidak ada yang tersinggung.

Mereka kembali tertawa dengan candaan receh.

Kuharap aku masih bisa mempertahankan kewarasanku selama bekerja di sini. Aku tak boleh kaget jika bertemu dengan dua orang tersisa yang sifatnya tidak jauh berbeda dari mereka.

Oh, dan juga, ingatkan aku untuk memotong adegan Suga tadi.

.

.

.

#To Be Continued

Aku akan memperdetail situasi dan isi hati si Y/N atau Jimin di tiap adegan, hohoho.

Annyeong!

Lanjut? Vomment!

DistanceWhere stories live. Discover now