BOOK#2 IKIGAI: Bentuk Purnama

34.6K 2.6K 52
                                    

PROLOG BOOK #2

Waktu itu tengah malam sekitar pukul sebelas.

Telepon di rumah Dirga berbunyi di tengah keheningan membuat Dirga terbangun.

Dirga masih ingat, dulu dia hanya anak empat belas tahun yang hobinya cemberut. Maka saat mengangkat telepon, dia ogah-ogahan mengangkatnya.

"Siapa?" tanya Dirga sambil menguap.

"Dirga, tolong! Ini Kak Ratu!!" suara perempuan di seberang sana gemetaran.

Kantuk Dirga segera hilang, dia jadi siaga.

"Ada apa, Kak?" tanya Dirga.

"Kamu harus datang ke sekolah! Hideki Karma sama Tashana serius bikin percobaan buat kelinci bisa bicara!!"

"Dimana mereka?"

"Di SMP Pasundan 5, di laboraturium. Dan ..." Ratu terisak. "Mereka serius mau pake H2O2."

Tanpa pikir panjang Dirga menutup telepon, dia segera menyambar jaketnya lalu keluar lewat jendela.

Perlu memanjat pagar supaya tidak ketahuan om satpam, dan Dirga kemudian berlari menuju SMP-nya.

Apapun yang dilakukan Hideki keparat itu, itu benar-benar tolol karena memakai laboraturium tanpa izin.

Dulu, Dirga yang memberi usul itu, itu pun ketika Dirga masih berumur enam tahun. Tapi kalau si Hideki serius, saat seharusnya dia berpikir kalau membuat binatang bicara itu mustahil, dia kelewat idiot sekarang.

Benar-benar idiot.

Setelah beberapa menit sprint, dan jantung Dirga bertalu-talu, Dirga terengah-engah di depan gerbang SMP Pasundan. Ratu berlari-lari dari dalam gedung.

"Dirga!" serunya dengan putus asa. "Bisa panjat? Mereka mulai putus asa, dan malah campur-campur bahan kimia." Ratu terlihat pucat, keringat di keningnya membuat dia bersinar.

Lagi-lagi secara implusif, Dirga memanjat pagar sekolah. Itu bukan masalah karena Dirga sering memanjatnya saat terlambat datang.

Dirga melompat dan mendarat di samping Ratu yang waktu itu sepuluh senti lebih tinggi dari Dirga, mereka segera berlari-lari menuju dalam gedung sekolah yang hanya punya lampu remang-remang.

"Tolol," umpat Dirga. "Aku udah bilang itu bukan ide yang bagus."

"Kakak tau!" ucap Ratu. "Kakak sebenernya gak mau ikut, tapi ini bahaya dan Hideki itu orang paling keras kepala."

"Aku udah gak bicara sama dia lagi dua tahun terakhir." Dirga mengacak rambutnya.

Sebenarnya, bukan tidak bicara. Hideki selalu mencoba bernicara, tapi Dirga mengabaikannya dan memutuskan menutup ikatan pertemanan sejak Hideki mulai menghina orang tua Dirga yang cerai, dan sejak ... pokoknya sejak saat itu.

Dengan frustasi, Dirga berdecih. "Mendingan kita cepet."

Ratu mengangguk.

Saat tiba di laboraturium kimia, asap mengepul dari pintu kaca. Dirga kontan melotot.

"Gimana ini?" Ratu gemetar sambil memegang tangan Dirga. "Karma bawa buku diary aku, dan kunci mobil papaku! Dan aku gak bisa biarin dia mati!"

"Hideki!!" panggil Dirga.

Terdengar suara uhuk-uhuk orang terbatuk, semetara asap di dalam ruang laboraturium mengepul hebat. Dirga melihat ada kelinci di dekat pintu kaca yang sekarat, tapi dua detik kemudian, kelinci itu terbakar seolah di dalam tubuhnya ada api.

Dan itu hanya membuat keduanya syok.

Ratu menjerit histeris. "Karma!!"

Bukan karena terlalu ingin menolong Karma, tapi Ratu yang histeris membuat Dirga panik.

Tanpa memikirkan resiko terburuk, Dirga mengambil pot bunga di samping ruangan lab, lalu dia menarik ratu dan membobol kaca dengan pot tersebut, berulang-ulang, hingga membuat semua kaca berlubang dan bau asam menyengat keluar bersamaan dengan asap.

"Karma!!" teriak Ratu lagi.

Dua orang keluar dari ruang lab, keduanya merangkak dengan putus asa dan batuk-batuk, baju luar mereka mengepulkan asap.

Ratu berlari ke sana dan menyambut Karma, tepat ketika Dirga melihat asap yang dihasilkan dari ruang lab merambat ke atap-atap sekolah dan kabel-kabel, lalu, kejadian paling buruk itu terjadi, ledakan di ruang lab seolah ada boom waktu, Dirga tiarap, begitu juga dengan mereka bertiga di depan.

Dan pecahan kaca karena ledakan menghujani mereka.

"Lari!" pekik Dirga sambil berdiri menuju ketiga orang itu.

Orang pertama yang Dirga bawa adalah Hideki Karma, cowok yang punya wajah tirus dan cantik dengan kesan songong, tapi karena dia sekarang tidak berdaya, semua yang Dirga rasakan hanyalah kasian.

Dirga bangun dengan panik saat suara sirine begitu kelewat nyata, lalu di sampingnya ada Prisa, dia tertidur dengan mulut menganga, dan posisi tidur yang berantakan.

Tapi hanya hal itu yang membuat Dirga tenang, dan sadar bahwa hal di masa lalu sudah selesai.

Jadi Dirga mengusap keringatnya. Dan bersiap untuk yang terburuk.

Ikigai I-IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang