[5]

177 18 1
                                    

Waktu sudah menunjukan pukul 12.30 siang di hari sabtu ini, yang berarti sekolah libur. Yahh memang di Smasa hari sabtu dan minggu libur, semacam mengikuti peraturan sekolah negeri meskipun Smasa hanya sekolah suasta.

Kaka beradik nonidentik itu sedang berkutat dengan kesibukannya masing masing. Sang kaka yang sedari tadi sedang mengerjakan tugas sekolah sama sekali tidak bisa mengerjakan tugas tersebut, ada dua alasan. Pertama karna dia sama sekali tidak mengerti cara mengerjakan soal fisika yang menurutnya sangat rumit, meskipun lebih rumit matematika, intinya kan sama sama menghitung dan memiliki rumus yang membingungkan. Alasan yang kedua karna adiknya, yang tanpa merasa berdosanya malah main ps di kamar sang kaka, padahal di kamarnya sendiri terdapat ps. Belum lagi efek suara dari game dan pekikan kegirangan milik sang adik yang sangat mengganggu itu.

Jangan salah sangka, Revon tidak serajin itu. Dia hanya tidak tau harus melakukan apa, dari pada tidur sepanjang hari dan bisa mengakibatkan dirinya susah tidur di malam hari, lebih baik Revon mengerjakan sesuatu yang lebih berguna. Meskipun Revon tidak mengerti cara mengerjakannya yang penting Revon sudah berusaha.

"Ahhh siapa sih penemu fisika? Kurang kerjaan banget bikin pala orang pusing!. Ini lagi adik biadab, lu juga kan belum ngerjain tugas, ngapain malah maen di kamar gue sih??! Ganggu aja lu pantat panci!" Revon tiba tiba berseru lalu menutup buku fisikanya dengan sedikit kasar.

Revan yang mendengar seruan itu tentu saja terlonjak kaget. Revan berdecap kesal saat jagoannya kalah bertarung hanya dengan satu jurus tendangan lawan "Apaansi ga jelas banget lu kutil unta!" Revan pun kembali memainkan game nya. Revon yang melihat itu jadi makin kesal.

"Tugas lu kerjain" Revon melemparkan gulungan kertas yang tepat mengenai kepala Revan. Namun Revan tidak protes karna dia sedang fokus bermain game.

"Udah beres dong. Buat apa punya kacung pinter kalo ga di manfaatkan" itu kata Revan di sela sela kefokusannya.

"Ga ada usahanya banget, kasihanilah si mata empat"

Mata empat adalah sebutan untuk seorang siswa berkacamata di kelasnya Revan, karna memang kelas Revon dan Revan berbeda jadi tidak mungkin kalo Revon meminta bantuan siswa itu dengan seenaknya, kenal pun tidak, tau namanya saja tidak.

"Karna gue kasihan makanya gue suruh dia ngerjain tugas, biar dia lebih sering belajar dan kaga ada waktu buat ngikutin perkembangan jaman yang semakin amburadul ini"

"Bacot lu sempak badak"

Revan melirik kakanya dengan sinis. Ingin rasanya Revan menenggelamkan kepala kakanya itu ke ketiaknya tapi Revan takut di usir dari kamar kakanya ini dan tidak bisa melanjutkan permainnannya, karna ps di kamarnya rusak dan ayah belum mengirimkan uang bulanan, sebenarnya hanya sekedar membenarkan ps uang yang sekarang Revan punya pun cukup untuk membetulkan ps nya bahkan lebih, namun Revan masih bisa berfikir panjang bahwa masih ada hari esok yang tidak bisa di prediksi akan terjadi apa.

"Ehh iya, hari kamis lu jalan sama penjaga toko kue tante Dina itu yah? Siapa namanya gue lupa?"

"Isal. Lupa apa emang ga tau? Kenapa?"

Revan menghentikan permainannya lalu membereskan barang barang yang dia pakai ke tempat semula, berjaga jaga agar kakaknya tidak mengomel, adik yang bertanggung jawab.

"Ohhh, ga tau sih sebenernya. Ga nyangka aja" Revon mengangkat bahunya tidak peduli dengan perkataan adiknya.

"Biasanya kan lu maennya ama cewe dengan wajah 11-12 sama kanfas. Berbaju kurang bahan pula" Revan merenggangkan otot ototnya lalu berjalan ke arah teko teh di meja dekat televisi yang memang selalu di sediakan Revon.

Yang di maksud 11-12 sama kanfas adalah gadis dengan wajah bermake up tebal. Yang memang sekarang ini banyak gadis yang memakai make up tebal bahkan ke sekolahan, jadi wajar tadi Revan bilang 'perkembangan jaman yang sudah amburadul' pendapat Revan itu tidak se-amburadul cara ngomongnya.

"Ya kan cuma maen. Kalo ini mah beda"

Revan tersedak air teh tawar yang dia minum. Revon sedikit bersyukur karna Revan tidak menyemburkan minuman itu, karpet kebanggaannya yang bergambar Doraemon bisa kotor dan tentu saja basah."Beda? Lu mau serius sama ni cewe? Lu ga kerasukan kan?"

"Ya ga lah, kan lu yang selalu kerasukan. Kalo masalah serius sihh gue belum tau pasti." Revon beranjak dari duduknya menuju ranjang berukuran kingsize. Tubuhnya langsung rileks ketika dia merebahkan tubuhnya. Entahnya bagai mana nasib tugas sekolahnya itu, yang jelas untuk saat ini sangat tidak memungkinkan untuk Revon melanjutkan tugas tersebut.

"Ehhh, Isal upload foto nih"

Revon langsung bangkit dari tidurannya dan berusaha meraih smartphone Revan. Namun Revan dengan sigap menjauhkan smartphone-nya dari jangkauan Revon.
"Mana? Liat dong!" Ucap Revon sewot sendiri.

"Ga ada yang istimewa cuma foto kucing penuh bulu warna putih" ucap Revan sambil menekan buttom ♡ di pastingan yang Isal kirim lalu kembali menggeser layar untuk melihat posting-an orang lain.

"Gue punya ide" Revon kembali bangkit dari duduknya lau menuju lemari di sudut kamar Revon. Revon mengambil kaus berwarna abu tua, jeans hitam, dan jaket abu yang warnanya lebih muda.

"Ide lu pasti buruk "

"Upil kuda lu ngeselin tayi!" Revon melempar baju berwarna hitam yang sebelumnya dia pakai. Baju itu tepat mengenai wajah Revan.

"Bau amat badan lu, najis!" Dangan gaya refleks ala ala nya Revan dia langsung melempar baju Revon ke sembarang arah.

"Ahhh gue punya ide! Ke rumah Isal aja yuu" Revan menepuk tangannya satu kali dengan kegirangan, dia langsung berlari ke arah lemari Revon dan mengambil baju putih milik Revon, tidak dengan celana karna Revan sudah menggunakan jeans.

Revon tidak protes atas tindakan yang di lakukan adiknya. Karna itu sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka Revon juga sering meminjam baju milik Revan juga sebaliknya. Tapi hanya baju, jaket, topi dan sepatu saja, yang lainnya tidak pernah.

"Lu ngambil ide yang ada dipikiran gue tayi!" Revan menjitak kepala Revan. Revan hanya mengelus bagian yang Revon jitak tanpa berniat membalasnya, adik yang baik.

"Itu ide gue. Tohhh gue yang bilang duluan" Revan menata rambutnya dengan rapi, setelah dilihat di depan cermin. Namun tiba tiba wajah Revan berubah sebal, dahinya mengerut, pipinya mengembung. Dia langsung mengacak acak rambutnya yang telah di tata rapi. Seteleh seselai membuat rambutnya berantakan, Revan kembali melihat pantulan dirinya di depan cermin, kali ini senyum manis Revan terlihat.

"Tingkat kegantengan gue makin meningkat drastis kalo rambut gue berantakan. Ya ga sob?"

Revon menepuk dahinya melihat kelakuan absurd adik nya.
"Serah"

Giliran Revon yang melihat penampilannya di depan cermin. Rambut Revon sudah tertutup dengan kupluk berwarna hitam. Merasa penampilannya sudah cukup keren, Revon segera menarik adiknya untuk bergegas berangkat ke apartemen Isal. Tak lupa Revon mengambil masker di dalam laci meja belajarnya.

"Alay amat pake masker segala"

"Biar hidung mancung gue ga tercemar baunya mulut lu"

"Kaka gebleg"

~♡~

P.s sorry for typo

weer ontmoeten  (HIATUS)Where stories live. Discover now