Roses

1K 57 7
                                    

Part 1
- you're my roses, i don't need another flower to make my living room more beautiful.

Tahun 1960.

Desa Renville.

Pedesaan asri yang dikelilingi oleh perkebunan anggur yang berada di pinggir kota Paris. 

Hanya ada satu jalan utama di tengah - tengah desa yang sering di sebut Up Heaven. 

Hal ini dikarenakan jalanan ini mengarah lurus, menanjak dan bermuara di sebuah bukit yang terdapat istana tua peninggalan masa kejayaan kerajaan Perancis. Orang - orang di desa sering menyebutnya chateau de wine. Saat berada di istana itu baru akan mengerti kenapa dinamakan seperti itu. Hamparan perkebunan anggur benar benar mengelilingi istana persis seperti pagar yang mengelilingi istana tersebut.

Sedangkan di pangkal jalan terdapat pertigaan yang dimana satu mengarah ke pusat kota Paris, dan satunya lagi menuju ke desa tetangga.

Di pinggir jalan Up Heaven tersebut terdapat rumah - rumah besar bernuansa khas rumah countryside europe. Rumah dengan tembok batu yang penuh dengan ivy flowers yang dibiarkan merambat dengan alami. Hanya sekitar 50 rumah yang terdapat di desa Renville. 

Rumah itu pun hanya milik penduduk lokal yang semua nya bermata pencarian sebagai petani anggur. Begitu pula dengan keluarga Hamilton yang sudah beratus - ratus tahun secara turun - temurun menjadi petani anggur, dan juga sebagai produsen homemade wine. 

Setiap akhir pekan, truk dari kota akan datang untuk mengambil hasil panen anggur, maupun hasil panen wine. Namun keluarga Hamilton akan pergi ke bazzar kota untuk menjajakan wine hasil kebunnya. Terkadang, Staff bar akan datang langsung hanya untuk membeli wine dalam jumlah besar. 

Sore itu, gadis kecil keluarga Hamilton yang masih berusia 7 tahun berdiri di depan rumah nya. rambut lurus nya tertiup angin kencang. Gadis itu berbaju rapih dan mata nya menatap rumah yang berada persis didepannya. Binar mata nya memancarkan dengan jelas jika dia sedang bersemangat menanti hal yang menarik. 

Tangan kirinya memegang keranjang piknik, dan tangan kanan nya memegang kincir angin yang merupakan hasil dari kelas seni nya di sekolah. 

Gadis yang masih duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar itu sudah tak sabar menunggu pangeran datang menjemputnya dengan kereta kencana lalu mengajak nya ke istana di atas bukit.

"Shawn, cepatlah!" Teriaknya ketika melihat seorang anak laki - laki sebaya nya keluar dari garasi rumah yang dari tadi dia pandangi dengan mata berbinar. 

Anak laki - laki itu mengayuh kencang sepedanya ke arah gadis Hamilton. 

"Kau tidak biasa terlambat seperti ini..." Sorot mata gadis itu menatap tajam kearah anak laki - laki itu. 

"Maafkan saya atas keterlambatan ini Tuan Putri, silahkan naik." Ucapnya. 

Gadis itu pun duduk di belakang kereta kencana. Begitulah mereka menyebut sepeda itu. 

Sepanjang jalan, rambut coklat panjang milik gadis itu tertiup angin, dan dia sangat menyukainya. 

"Kau tau apa yang membuat ku terlambat?" Tanya anak laki - laki itu seraya mengayuh sepedanya.

"Paling kau kelupaan jika akan pergi bersama ku, atau kau tertidur seperti beruang yang hibernasi?" 

"Tidak! Ban sepedanya kekurangan udara, aku terpaksa memompa nya terlebih dahulu."

Manipulate | Shawn Petter Raul MendesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang