Prolog : New World

2.3K 169 2
                                    

Daun-daun kering bertebaran di atas aspal di sepanjang jalan. Jendela mobil SUV itu terbuka perlahan. Kepala seorang gadis muncul dari sela jendela mobil itu. Udara di kota itu terasa sangat lembab dan panas. Tidak seperti udara di kampung halamannya yang hanya didominasi oleh wangi hujan dan bau matahari. Udara di kota itu terasa lembab dan sejuk di saat yang bersamaan. Mata gadis itu mengikuti arah dedaunan kering terbang dari aspal. Dia sudah berada di tempat yang berbeda.

Sudut bibirnya tertarik ke atas. Pandangannya terarah pada bangunan-bangunan pencakar langit yang perlahan mulai terlihat. Gedung itu bahkan terlihat lebih tinggi dari perkiraannya. Sebagian besar dari gedung itu berselubung kaca. Cahaya matahari terpantul dari gedung-gedung itu ke arah kota. Ya. Dia benar-benar sudah sampai. Dulu dia hanya tinggal di sebuah kota kecil yang tidak banyak dikenal orang. Sekarang, dia tinggal di Ibukota negaranya sendiri.

Semuanya terlihat lebih modern. Ketika mobil SUV orang tuanya turun dari jalan tol, dia mulai melihat banyak hal-hal asing di sekitarnya. Sekumpulan orang dengan pakaian dan gaya yang aneh dan juga minimnya pepohonan di pinggir jalan. Kendaraan dengan merk asing yang sebelumnya hanya dia lihat melalui televisi. Sampai dengan banyak wajah asing yang sebelumnya tidak pernah dia lihat. Tapi bibirnya tersenyum lebih lebar. Matanya berbinar, tidak sabar untuk mengelilingi kota baru itu setiap hari.

"Ella," gadis itu mendengar namanya dipanggil dari dalam mobil. "Tutup jendelanya, banyak asap yang masuk."

Gadis itu, Ella, menurut dan menutup jendela mobilnya. Matanya tetap menatap ke arah jalan. "Jakarta terlihat sangat berbeda," ucap gadis itu pelan.

"Kurasa begitu," gumam wanita yang tadi memanggil Ella. Wanita itu tidak lain adalah sosok ibunya sendiri. Bibir ibunya juga tersenyum melihat keluar jendela. "Tapi terakhir kali kita ke sini kamu masih berumur dua tahun. Mama tidak yakin kamu ingat apapun tentang kota ini."

"Ira dan Jo sangat iri saat aku bilang aku akan pindah ke Jakarta," Ella tertawa geli memikirkan wajah kedua sahabatnya di kampung halamannya. Tawanya memelan dan bibirnya tersenyum tipis. Dia baru saja sampai dan dia sudah merindukan kedua sahabatnya itu. "Mereka bilang Jakarta adalah kota yang keren."

"Ayah harap kamu suka berada di sini," ayah Ella yang sejak tadi sibuk menyetir kini mulai berbicara. "Mungkin akan sedikit sulit untuk beradaptasi pada awalnya, tapi ayah pikir kamu akan suka tinggal di sini."

Mereka sekeluarga pindah ke Jakarta karena ayahnya pindah kerja ke Jakarta. Setelah membereskan urusan mereka di kampung halaman selama setahun, akhirnya sekarang mereka benar-benar pindah ke sini. Kedua orang tuanya sempat khawatir kalau Ella tidak ingin pindah dari kampung halamannya. Tapi Ella memberikan respon yang positif. Gadis itu bahkan terlihat tidak sabar untuk pindah dan mengenal kota barunya.

Dia pasti akan merindukan kampung halamannya.

Tapi Ella selalu percaya kalau ada hal yang lebih menarik ketika dia berada di tempat yang baru. Tangannya meraih ponsel yang ada di tas ransel mungilnya. Ada pesan dari Ira dan Jo. Kedua sahabatnya ingin mereka dikabari jika Ella sudah sampai di kota barunya. Ella mengarahkan kamera ponselnya ke arah jendela. Dia memotret kota itu dan mengirimkan foto itu kepada dua sahabatnya.

Aku sudah tiba.

Ella meletakkan ponselnya kembali dan menarik napas panjang. Petualangan baru akan segera datang untuknya. Dia bisa merasakan hal itu. Jantungnya berdegup kencang, antisipasinya pada hal baru terkadang memang melampaui batas. Meski terkadang berekspetasi terlalu tinggi bukanlah hal yang baik, Ella tidak peduli. Dia bisa merasakan ada banyak hal yang akan terjadi padanya tahun ini.

Entah itu hal baik atau hal buruk.

Dia tidak sabar.





Fearless (FIN)Where stories live. Discover now