Haunted

91 6 5
                                    

"Gerad! Bangunlah kita harus segera pergi ke leiden!" Ujar Nash sembari menyibak selimutku.

Aku mendesah kesal padahal baru sekitar dua jam aku memejamkan mataku setelah hampir semalaman tidak bisa tidur karena merasa takut.

Aku merasa seperti di hantui oleh sosok Zee yang bahkan tidak tahu bentuknya seperti apa. Segala oentujuk yang ia tinggalakan terkesan mengerikan bagiku. Buku yang di pinjam dua puluh tahun lalu, tak lupa bercak darah dan jam tangannya semuanya sangat mengerikan.

Lily yang tengah duduk santai sembari membaca sebuah buku di dekat jendela menatapku singkat, ia seolah memberu tatapan yang meledek ke arahku.

"Bangunlah... kita harus menemukan zee."

"Aku mendadak sangat takut menemukannya." Ujarku dengan wajah yang ku buat seserius mungkin sementara Nash hanya membalas ucapakan ku dengan pukulan bantal yang berada di tangannya.

"MANDI! " Ujarnya tegas.

"Dimana Dane?" Aku mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru kamar berusaha mencari sosok Dane.

"Ia tengah menurunkan koper-koper kita."

"Kau serius mau berangkat sepagi ini?"

"Ini sudah pukul sepuluh asal kau tahu saja."

Aku menganga sedikit dan akhirnya mengangguk dan meninggalkan tempat tidur untuk bergegas menuju kamar mandi.

***

Leiden,
Dulu kita ini pernah menjadi kita favorite Lily karena ibunya berasal dari Leiden. Ia dan sekeluarganya sering menghabiskan waktu di kota kecil ini. Kembali ke Leiden mungkin akan sedikit melukai perasaan Lily yang sedari tadi hanya terdiam sesekali menyunggingkan senyum saat menatap ponselnya.

Sementara Nash, tak usah di tanya pria itu mengoceh sepanjang perjalanan membuat kami semua bahkan tak bisa memejamkan mata. Ia sangat cerewet dengan menghubungkan segalanya dengan film detektif yang sering ia saksikan dulu.

Akhirnya kami tiba di tempat terakhir sebelum perjalanan kami berakhir di DenHagg nanti. Sebuah toko bunga lebih tepatnya, kami di sambut dengan wangi segar dari bunga-bunga yang berada di sana.

Pemilik toko adalah seorang wanita tua yang rapuh namun masih telaten mengurusi bunganya. Ia menyambut kami dengan senyuman kecil dan bertanya kepada kami.

"Jenis bunga apa yang ingin kalian beli?" Tanyanya lembut.

Nash yang merasa tak sabar langsung menyeloteh , "kami kemari atas perintah seseorang yang memiliki nama Zeeneth."

Tiba-tiba saja wanita itu terlihat muram, wajahnya yang lembut berubah sendu lalu ia berlari kecil menuju belakang sama seperti pria tua terakhir beberapa menit kemudian wanita itu kembali dengan sepucuk surat dan bunga mawar putih yang masih segar.

Tiba-tiba saja wanita tua itu menggenggam tanga Lily dengan erat, membuat wanita itu sedikit tersentak. "Tolong.... aku sangat menyayangi Zeeneth." Ujarnya.

Kami yang tak mengerti situasi yang tengah kami hadapi hanya berusaha mengiyakan permintaaan wanita tua itu dan kembali ke mobil dengan hati was-was.

Nash menyerahkan surat itu padaku untuk di baca. Awalnya aku sedikit ragu namun akhirnya aku membacanya juga.

Leiden, 18 october 1995
D

ear, Arthur

Aku harap kau baik-baik saja. Aku dengan setia menunggumu di rumah sana. Tak peduli seberapa besar mereka membenciku aku tetap mencintaimu..

Love,
Zeenneth

"Apa ini ....... apa ini." Nash merancau kesal mendengar isi suratnya yang tak memberikan kami sedikit pentujuk. Namun, tiba-tiba saja Lily menemukan sebuah potongan kertas yang lain.

"Temui aku di denhaag dan selamatkan aku." Dibawahnya tertulis jelas mengenai alamat yang harus kami tuju begitu sampai di DeenHag.

"Baiklah.... apa kita harus lanjutkan?" Tanya Dane sembari menatap Nash yang masih kesal dengan isi surat itu.

"Tentu saja kita harus mengakhirinya dengan benar." Tukas Nash.

"Kalau begitu.. tempat pemberhentian terakhir DENHAAG."










6 Ways To Find Z ( Martin Garrix fanfiction)Where stories live. Discover now