Sketsa 2: "You Know I Love You, Don't You?"

584 80 12
                                    


"Lo tahu kalau gue udah lama suka sama lo kan, Ji? Menurut lo gimana?" Suara Rania terdengar cukup jelas dari basement Gedung 17. Bahkan dari tempat Dea, Killa, dan beberapa mahasiswa lain yang mengintip dibalik tangga menuju basement; mereka bisa mendengar suara Rania yang sebetulnya diucapkan dengan volume normal itu. Maklum, siang itu suasana basement Gedung 17 memang sepi dan hanya diisi oleh mobil mahasiswa/i saja.

"Kok lo nggak jawab gue, Ji?"

"Jawab apa?" Sebuah jawaban yang dingin.

"Apa gitu! Gue kan barusan nyatain perasaan sama lo, Ji! Masa lo nggak bisa jawab gue?" Kali ini Rania terdengar begitu menuntut, membuat Dea merasa kasihan mendengarnya. Rania termasuk salah satu mahasiswi paling populer di angkatan mereka. Tapi sejak awal masuk kuliah, cewek itu secara terang-terangan mendekati Aji dan menolak semua pernyataan cinta dari cowok lain, mulai dari teman seangkatan hingga senior. Dan sekarang dia harus menekan egonya untuk menyatakan perasaan pada cowok sedingin Aji. Hah!

"Ah, gue tahu. Selama ini gue kasih kode pun lo nggak bereaksi. Apa lo tipe cowok yang lebih suka langsung action? Kayak gini..." Tiba-tiba saja Rania mendekatkan tubuhnya ke arah Aji yang dari tadi bersender di tembok basement, dan kemudian mengalungkan tangannya ke leher cowok itu. Tanpa basa-basi Rania langsung merengkuh Aji dan menempelkan bibir warna peach-nya itu ke pipinya.

Sebuah kecupan yang sukses membuat Dea, Killa, dan beberapa penonton tersembunyi lainnya seketika menahan nafas.

"Ya Tuhan, hilang deh kesempatan buat dapetin Rani!" Salah satu teman seangkatan Dea yang sudah lama mengincar Rania, langsung terduduk lemas.

"Aji brengsek! Bisa aja dapetin si Rania tanpa harus susah payah! Nasib orang cakep memang beda deh!" Terdengar keluhan lain dari seorang cowok di belakang Dea.

"Aahh! Aji dicium! Rania sialan!" Kali ini giliran suara cewek memekik tertahan. Rupanya dia fans Aji.

Namun suara ribut-ribut tertahan itu nggak berlangsung lama karena mereka semua terkesiap melihat Aji melepaskan pelukan Rania dan mendorongnya menjauh, sementara tangannya bergerak mengusap pipinya dengan kasar.

"Lo apa-apaan?!" Wajah Aji masih terlihat sedingin biasanya, namun suaranya terdengar jauh lebih dingin lagi.

"Soalnya lo nggak juga ngasih gue kepastian, Ji!" Rania frustasi. "Apa kurangnya gue sih? Banyak yang suka sama gue, tapi gue cuma mau sama lo! Kenapa lo nggak bisa lihat itu? Udah satu semester lo gantungin gue! Lama-lama kesabaran gue habis juga. Gue harus gimana biar lo mau ngeliat gue? Gue harus gimana?"

Aji bergeming. Dia hanya menatap beku ke arah Rania, sebelum kemudian berbalik arah dan melangkah pergi tanpa memberi jawaban apapun.

"JI! AJI!" Tangis Rania pun mulai pecah, dan Dea nggak bisa menahan diri untuk terus berada di persembunyiannya. Rania mungkin bukan sahabat karibnya. Mereka hanya sesekali saja jalan bareng, itupun karena Rania dekat dengan Killa. Tapi Dea cukup menyukai cewek itu yang dianggapnya punya rasa percaya diri yang tinggi dan selalu tahu cara untuk mendapatkan apa yang dia mau. Makanya dia nggak rela melihat Rania seperti saat ini: menangis terisak hanya karena sikap nggak jelas dari seorang Aji.

"Ji!" Dea segera berlari, melewati Rania yang kini mulai menangis terisak-isak, untuk mengejar Aji yang telah melangkah cepat meninggalkan area basement itu. "AJI!"

Tanpa diduga, Aji menghentikan langkahnya dan kemudian berbalik menghadap Dea yang kini terengah-engah karena lari tanpa pemanasan lebih dulu.

"Maaf, bukannya aku mau ikut campur, tapi..." Dea mengatur nafasnya. "Kamu kok tega sama Rania? Dia sudah capek-capek nyatain perasaan sama kamu. Apa kamu nggak bisa ngasih jawaban yang lebih pantas sama dia?"

Kamu, Matahariku [COMPLETE, SEGERA TERBIT]Where stories live. Discover now