EPILOG

13.3K 629 111
                                    

Kini Abel berada di kamarnya. Abel menatap dirinya di kaca lemari. Menatap matanya sendiri. Bukan, itu mata Davin. Mata yang selalu mengawasi Abel ketika Davin masih hidup. Rasa kehilangan itu kini mulai menyeruak kembali di dalam hati kecil Abel hingga satu tetes tirta bening bagai kristal mengalir melewati pipi Abel. Empat tahun pasca meninggalnya Davin, Abel masih ingat dan tidak akan lupa bagaimana Davin meninggalkannya tanpa sepatah kata untuk berpamitan.

Abel menghapus air matanya yang mengalir ketika mendengar bunyi pintu yang dibuka. Itu Fajar. Cowok yang sampai kini masih menemani Abel tanpa melirik ke gadis lain selain Abel.

Fajar mendekatkan diri ke Abel. "Nangis lagi?"

Abel mengangguk. "Suka ke inget kalau lagi lihat kaca. Seolah ada Davin."

"Davin udah tenang disana. Jangan sedih terus, nanti Davin ikut sedih" kata Fajar lembut sambil mengelus pipi Abel yang basah akibat air mata.

"Iya. Lo udah lama datangnya? Kok gue nggak tau?" tanya Abel membahas topik lain yang tak menjerumuskannya ke kerinduan yang dalam. Tentunya kepada, Davin.

Fajar mengangguk sekilas. "Baru aja. Lo sih, menyendiri terus."

Abel cengengesan. "Ya gapapa. Ke makam Davin yuk?"

"Yuk"

Mereka mulai melangkah meninggalkan kamar Abel. Sampai di ruang tamu, Abel melihat ke sekelilingnya. "Kak Melati mana?"

"Biasa, si Iger udah jemput. Mentang-mentang udah jadian mereka jalan terus" jawab Fajar santai.

Mereka melanjutkan langkahnya menuju ke halaman rumah Abel. Disanalah motor sport Fajar terparkir. Jangan lupakan Dewi yang sedang menyirami tanaman dan Wibowo yang sedang merapikan tanaman. Kedua orang tua Abel tersenyum melihat Abel dengan Fajar yang terus awet walaupun sudah banyak kejadian yang dialami mereka berdua. Namun, hasilnya tetap sama. Mereka seperti lem dan kertas yang susah dipisahkan.

Fajar melempar senyumnya kepada Dewi dan Wibowo. "Om, tante. Saya ijin pinjam Abelnya dulu ya. Nanti saya balikin dalam keadaan sama seperti semula."

Wibowo terkekeh mendengar ucapan Fajar. "Pinjam aja nggak apa-apa kok nak Fajar. Om sama tante udah percaya sama kamu."

Sementara Dewi tetap melanjutkan menyiram tanaman. "Ngomong-ngomong, mau kemana sih kalian berdua?"

"Mau ke makam Davin, Ma" jawab Abel.

Dewi mengangguk. "Yaudah, hati-hati"

"Iya"

Fajar dan Abel mencium tangan Dewi dan Wibowo. "Berangkat dulu ya om, tante." Pamit Fajar.

Dewi dan Wibowo tersenyum. Sedangkan Fajar kini tengah menaikan standar motornya lalu menyerahkan helm kepada Abel. Setelah selesai, Fajar menjalankan motornya keluar dari halaman rumah Abel.

Fajar menjalankan motornya dengan kecepatan normal. Ia sangat menikmati waktu-waktu bersama Abel. Semenjak lulus SMA, Fajar agak jarang bertemu Abel. Tuntutan tugas dari para dosen memaksa Fajar untuk diam di rumah dan berhadapan dengan laptopnya. Belum lagi Universitas Abel dan Fajar berbeda. Sebenarnya tidak masalah, toh mereka tetap saja awet.

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan jauh dari komplek Abel, akhirnya mereka berdua sampai ke tempat istirahat Davin yang terakhir. Yaitu pemakaman. Abel tetap memaksakan senyumnya walaupun dalam hati ia sedih. Berkali-kali Abel ke pemakaman ini. Namun tetap saja kesedihan tak bisa disangkal Abel. Kepergian Davin begitu membuatnya merasa kehilangan.

Abel turun dari motor Fajar dan melepas helmnya. Begitu juga dengan Fajar. Setelah melepas helm, mereka melangkah memasuki area pemakaman. Mereka berjalan menuju makam Davin.

Abel mengusap pelan batu nisan dengan nama Davin Putra Wijaya. Di hilangkan Abel debu-debu yang hinggap di batu nisan Davin. Air mata Abel kembali menetes.

Abel tersenyum getir. "Empat tahun, Vin. Empat tahun lo ninggalin kita. Empat tahun juga rasa kehilangan dan bersalah masih hinggap di hati gue. Maafin gue yang nggak bisa bales perasaan lo," Abel menyeka air matanya. Sedangkan Fajar mengusap pelan bahu Abel yang bergetar. "Yah, gue nangis lagi Vin. Gue cengeng ya? Hehehe... Ehm gimana kabar lo disana? Pasti baik-baik aja'kan? Orang kayak lo pantes dapet tempat terindah di sisi Tuhan." Lanjut Abel.

Bukannya mereda, air mata Abel kini mengalir lebih deras di iringi isak tangis Abel. Fajar membawa Abel dalam dekapannya. "Sssttt. Jangan nangis. Davin nanti marahin gue kalau tau lo sampai nangis"

Abel yang mendengar kata-kata Fajar menggigit bibir bawahnya menahan isakan. Sekuat tenaga Abel menahan tangisnya. Tapi tetap saja memori tentang Davin kembali muncul dalam benaknya.

Abel mengurai pelukannya dengan Fajar lalu mengusap air matanya kasar. "Enggak kok Vin. Gue udah nggak nangis. Lo nggak perlu marah sama Fajar"

Fajar tersenyum miris melihat Abel yang berusaha tegar padahal hancur. Fajar menatap langit Jakarta yang mulai mendung. Tangan Fajar meraih tangan Abel. "Udah belum? Pulang yuk? Mendung soalnya"

Abel mengangguk. "Yaudah gue pulang dulu ya Vin. Bye!"

"Gue sama Abel balik dulu Vin. Besok gue kesini lagi deh." Pamit Fajar kepada Davin. Seolah Davin benar-benar ada di depannya.

Dengan menggenggam tangan Abel, Fajar melangkah keluar meninggalkan pemakaman. Gerimis mulai turun. Fajar dan Abel mempercepat langkahnya. Mereka berdua memakai helm dengan buru-buru. Fajar menaiki motor sportnya disusul dengan Abel yang membonceng di belakang. Abel melingkarkan tangannya di pinggang Fajar dan menyebabkan cowok itu mengulas senyum pada bibirnya. Ditemani gerimis, motor Fajar membelah jalan ibukota yang tetap padat meskipun gerimis telah mengguyur.

[End]







Tamat ya guys. Gimana endingnya? Komen+vote yuk.

Oh iya, kalo masih ada yang mau kangen-kangenan sama Fajar, Abel dan tokoh lainnya kalian bisa gabung grup line. Ada Fajar sama Abel loh.

Yang mau join grup, chat aku di line
Id : febbinatasyaa






Hate but Love Kde žijí příběhy. Začni objevovat