[one] to [one]

22.1K 1.1K 36
                                    

Bekas hujan membasahi padang-padang rumput dan jalanan. Hingga jalanan itu terlihat becek. Namun, bagi hewan-hewan pecinta air, itu bukan masalah. Bahkan berharap hujan bisa turun lagi membasahi tanah.

Suara bebek mendendangkan telinga bagi siapa pun yang mendengar. Menggoyang-goyangkan pinggul sambil berjalan lamban. Kaki-kaki hewan tersebut menapak jalan basah, membiarkan sesosok jaket kuning mengikuti langkah bebek-bebek itu.

Di balik lengan jaket hujan berbahan plastik, terulur tangan mungil sedang menggapai ujung ekor bebek. Namun, tak berhasil dikarenakan bebek itu menghindar.

Hanya sebuah kekehan sebagai jawaban.

Di tudung menutupi sebagian kepala, seulas senyum terpampang. Tampak bibir tipis merah alami. Bulu mata hitam sangat panjang. Dan hidung terlihat mancung.

Usilan lagi-lagi dilakukan, tangan terulur mendapatkan ekor bebek. Tetap saja tak berhasil. Alhasil, si pemilik jaket hujan berwarna kuning menyerah.

Kepala itu terdongak, memerlihatkan wajah bulat menggemaskan. Dengan beberapa helai rambut pirang kecoklatan. Pipinya tersapu perona, menggembung. Bibir terangkat naik di ujungnya, berseri-seri.

"Ebek, ati-ati," katanya seraya melambai tangan.

Kalimat sebaik hati itu dibalas oleh pantat senang bergoyang.

Si jaket kuning malah terkekeh, menutup mulut. Lalu, berbalik badan dan berlarian, kembali ke tempat semula di mana seseorang selalu ada sisinya.

***

"Jiooo!"

Orang yang dipanggil oleh nama itu, menoleh. Tersenyum tulus melihat seorang anak kecil berlari tertatih-tatih menggunakan sepatu kuningnya memijak rumput basah. Hingga langkah kakinya berhenti tepat sepasang lengan memeluk paha orang itu.

"Jioo!" jerit balita itu sembari mengatur napas.

"Atur napasmu dulu, Young Master." Orang berjenis kelamin pria mengusap rambut pirang kecoklatan yang tak tertutup tudung jaket hujan. "Darimana?"

Telunjuk kecil menunjuk arah di mana si kecil berlari. Pria itu mengangguk dan semakin bertanya mengenai kegiatan apa yang dilakukan laki-laki kecilnya.

"Ada ebek. Anyaaak!" seru si kecil seraya membentang tangan.

"Oh, ada berapa?"

Si kecil mulai berpikir, membayangkan berapa ekor bebek yang dimaksud. Lima jari ditampilkan ke depan mata pria itu.

"Uwa!"

Artinya dua.

Pria itu mengekeh dan menggeleng pelan. "Tapi, kenapa tangannya ada lima?"

Bibir si kecil mencebik. Pria paling muda berusia sekitar dua tahunan menggerutu.

Tak ingin membuat tuan mudanya terus cemberut, pria itu mengusap rambut. Dia sangat mengerti bahwa penglihatan tuannya lebih akurat daripada tindakan jari-jari kecil itu.

"Yuk, kita pulang," tawar pria itu meraih tangan balita ke genggamannya. "Kita pulang dan makan Pizza."

"Yeay!"

Pria itu tertawa.

***

Deru mesin mobil beradu dengan angin sembari menyapu air-air membentang di jalan. Kecepatan sangat tinggi membelah perkarangan penuh dengan binatang-binatang. Cuaca segar dan peritchor sehabis hujan.

Penutup mobil terbuka. Pengemudi dan penumpang tergelak kala menikmati aroma sangat sedap dihirup. Manisnya alam dan dingin udara menusuk kulit.

Rambut panjang bergelombang warna coklat kemerahan, berkibar bersama deruan angin. Kacamata terhias di atas pangkal hidung, terlepas demi menyenangkan mata.

Good Time ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang