Tujuh

3K 398 30
                                    

Kuylah happy reading😊

☆☆☆

Iqbaal, (Namakamu), Aldi, Abi, serta Ray duduk di sofa empuk dengan bahan kulit milik keluarga Bagas. (Namakamu) berdecak kagum melihat design interior  rumah Bagas yang terlihat sangat mewah yang di dominasi oleh warna putih dan beberapa warna cerah yang menjadi vocal pointnya.

Mereka berenam berdiri saat seorang wanita paruh baya dengan dress warna navy yang tampak elegan dan berkelas menghampiri mereka.

"Silakan duduk."

Ujar wanita paruh baya yang mereka yakini beliau adalah mama dari Bagas. Keenamnya pun kembali duduk.

"Ada keperluan apa ya?"

Ray menyikut lengan Aldi yang belum juga angkat bicara entah melamunkan apa. Tersadar dari lamunannya Aldi pun berkata. "Saya Aldi, dari agensi Rookies Ina—"

Mendengar nama agensi ternama disebut raut wajah mama Bagas, —Elen, yang tadinya hangat berubah datar. "Lalu?" Tanyanya.

Aldi menghirup nafas dalam sepertinya cukup sulit untuk menghadapi mama Bagas. Tapi ia harus berusaha demi mewujudkan mimpi adiknya. Ini salah satu cara Aldi membahagiakan adik satu-satunya.

"Saya ke sini mau minta izin kepada anda, kalau saya mau merekrut Bagas sebagai vokalis di band yang bakal saya orbit-in(?) Ini."

"Gak bisa. Anak saya sibuk sama urusan sekolah. Dia gak ada waktu buat nyanyi-nyanyi gitu, Bagas harus rajin belajar supaya masa depannya sukses." Kata Elen yang membuat semuanya menghela nafas berat.

"Ma, please. Aku bosen kalok harus belajar mulu. Pagi, aku sekolah. Sore aku ada pelajaran tambahan. Malamnya lanjut les. Kalok kayak gitu aku bisa stres, ma. Dipaksa belajar mulu. Gak ada hiburan. Hidup aku flat gitu aja. Gak normal kayak remaja seusia aku yang lain. Yang bisa leluasa ngelakuin hobinya tanpa ada yang ngelarang," Mata Bagas mulai berkaca-kaca menatap manik mamahnya. Menarik nafas dalam sebelum melanjutkan ucapannya. "Udah cukup sampai disini aku nurut sama mama. Sekarang giliran aku yang nentuin hidup aku. Aku mau gabung sama band Ray."

Akhirnya setelah memendam cukup lama, Bagas bisa mengeluarkan uneg-unegnya pada Elen. Sudah cukup sampai disini penderitaannya. Ia sudah sangat lelah selalu bersembunyi menjalankan hobinya dalam bernyanyi. Sekarang saatnya ia membuktikan pada mamanya kalau ia bisa sukses walaupun itu bukan dari bidang akedemik.

Elen terdiam mencerna ucapan anak semata wayangnya itu. Ia pun merasa kalau sikafnya selama ini terlalu mengekung Bagas dalam menjalankan hobinya. Tapi, ia mempunyai alasan yang kuat kenapa harus melakukan itu semua. Ia hanya ingin Bagas sukses sama seperti dirinya.

"Gas, mama lakuin itu semua juga demi masa depan kamu, nak."

Bagas menggeleng, dengan senyum kecutnya. "Aku juga bisa sukses lewat hobi aku ma. Udah banyak orang sukses berawal dari hobinya. Tante Vera hobi bikin kue kering, sekarang dia punya delapan cabang toko kue kering. Kak Dika hobi ngegame, tapi dia bisa menghasilkan uang dari bermain games itu. Banyak juga musisi yang awalnya cuma hobi sekarang jadi musisi legend." Sergah Bagas cepat.

"Udahlah, El. Kamu setuju aja kalok Bagas gabung. Aku yakin ini gak bakalan ganggu belajarnya. Bagas udah dewasa, dia pasti bisa bagi waktunya." Seorang pria paruh baya datang, dengan ekspresi datarnya menatap Elen.

"Kalok kamu masih gak setuju, mending Bagas tinggal sama aku." Tambah pria itu.

Semua yang ada di ruangan itu diam. Saat pria paruh baya itu berbicara.

"Bagas, kemasin barang-barang kamu. Tinggal sama papa, supaya kamu leluasa ngelakuin hobi kamu."

☆☆☆

"Baal, beli es krim ayo?" (Namakamu) menarik tangan Iqbaal memasuki minimarket di depan gedung apartemen mereka.

Dua jam yang lalu, mereka pulang dari rumah bak istana milik keluarga Bagas.

Dan sekarang keduanya menikmati udara malam dengan berjalan santai di sekitaran apartemen.

"Mau yang rasa apa?" Tanya Iqbaal ke (Namakamu). Tadi katanya mau beli es krim eh pas masuk mini market malah sibuk milih coklat.

"Green tea, Baal."

Jawab (Namakamu) tanpa menoleh ke Iqbaal.

"Loh, (Nam..), lagi beli apa?" (Namakamu) menengok ke arah sumber suara, pun dengan Iqbaal.

Senyum (Namakamu) mengembang tatkala tau siapa yang bertanya tadi padanya, Aldi. "Eh, ini mau beli es krim."

"Suka es krim?"

"Iya, suka banget."

"Aku tau loh, cafe yang jual es krim enak banget terus tampilannya lucu-lucu. Aku yakin kamu bakalan suka." Ujar Aldi, bahkan pria itu tidak menyadari kehadiran Iqbaal dibelakangnya yang sudah selesai memilih es krim.

"Wahh, serius. Dimana emang?"

"Ada, nanti kita ke sana sama-sama. Kalok aku kasih tau kamu, gak jadi surprise dong."

Blush.

Pipi (Namakamu) terasa memanas. Entahlah apa maksud dari perkataan Aldi tadi, yang pasti hatinya terasa menghangat saat ini.

"Kak, ini es krimnya. Ayo pulang udah malem, udaranya juga agak dingin." Kata Iqbaal datar, menarik lengan (Namakamu).

"Pamit dulu, kak Aldi." Ujarnya melirik Aldi sekilas sebelum membawa (Namakamu) keluar dari mini market.

"Iqbaal pelan-pelan ih." Ringis (Namakamu) saat Iqbaal membawanya dengan cara diseret.

Iqbaal melepaskan cengramannya dari tangan (Namakamu), meletakkan es krim itu di atas meja lalu melangkah memasuki kamarnya tanpa sepatah kata pun.

"Baal, kamu kenapa sih?"

Iqbaal diam tidak menjawab. Hatinya sangat sakit saat ini. Ia tidak bisa melihat kakaknya tersenyum dengan tatapan istimewa pada pria lain selain dirinya. Ia tidak bisa. Terlalu sakit untuknya.

Bruk.

Dibantingnya pintu kamarnya, membuat (Namakamu) sedikit terlonjak kaget akibat suara yang ditimbulkan pintu tersebut.

"Aku kayak gini, karna aku sayang sama kakak. Aku gak mau senyum kakak dinikmati dengan mudah oleh pria lain. Aku gak mau." Guman Iqbaal. Ia menyandarkan punggungnya di balik pintu. Terduduk dengan lutut di tekuk.

"Aku harus lebih protective lagi. Harus buat jarak supaya kak Aldi gak bisa dekat-dekat lagi sama kakak. Iya harus."

☆☆☆


Sister Complex Ft. Iqbaal Ramadhan✔Where stories live. Discover now