Kelihatan Nyata

5K 748 93
                                    

Weekend telah tiba. Ponselku tiada henti berdering. Jessie dan Christy (Kakak ipar dan adik William) menerorku sejak dua hari lalu agar membawa Camilla berkunjung ke rumah orang tua mereka, di perumahan elite kawasan menteng Jakarta. William dan Camilla masih belum bangun saat aku telah selesai menyiapkan sarapan.

Kupikir ide membiarkan papa dan anak itu terlelap bukanlah buruk tetapi teror whatsapp dari Jessie dan Christy membuat kepalaku pusing. Aku tidak mempunyai pilihan lain selain membangunkan William terlebih dahulu. William bahkan terlihat tampan walau sedang tidur. Ugh. Mengapa Tuhan sangat tidak adil menciptakan mahluk setampan itu? Pikirku kesal. Alih-alih aku membayangkan betapa panasnya malam yang William lalui bersama teman-temannya semalam. Oh God! Aku menepuk pipiku sambil menarik napas kuat.

"Wake up,Liam!" aku menepuk bokong William dengan cukup kuat tetapi William enggan untuk bangun. Dia bahkan menarik selimut hingga menutupi sekujur tubuhnya. Aku mendengus.

"Wake up now,Liam! Kakak iparmu dan Christy sudah merindukan Camilla. We need to be ready in one hour." aku menarik-narik selimut yang membungkus William. William menggelengkan kepalanya sambil menggeram kesal.

"Half an hour anymore, please? Aku ngantuk banget,Kat." suara berat William terdengar cukup serak, khas bangun tidurnya. Aku menggelengkan kepalaku.

"No! Harus sekarang."

"Kat? Please?"

William mengintip dari balik selimutnya dengan sebelah mata tertutup. OMG. William begitu tampan hingga membuatku harus menahan napas. Take a deep breath,Kat! Aku mencoba menyamarkan perasaanku dengan teriakan kesal.

"No! Sekali tidak ya tidak,Liam. Kamu harus bergegas mandi dan kita...."

William menarikku hingga menubruk dadanya. Laki-laki itu memelukku bak guling sambil mengusap kepalaku layaknya bayi.

"Sttt... kamu ribut banget sih pagi-pagi. Kaya ibu-ibu saja." gumam William sambil menguap

"Emang udah ibu-ibu! Lepas. Apa yang kamu lakukan?" perkataanku mengundang tawa William. Kedua matanya yang tertutup tadi pun kini menatapku dengan lekat-lekat. Sorot matanya yang hangat plus sentuhannya pada pipiku membuatku meremang. Aku harus memasang raut wajah sekesal mungkin agar mampu menutupi perasaanku pada William.

"You may get your hands off from my..."

Sebuah ciuman singkat namun dalam mengenai bibirku. William tersenyum puas melihatku blank. Dia mengusap pipiku sebelum menunduk dan menciumku lagi. Kini, William mengambil posisi di atasku dengan lidah yang mencoba memasuki bibirku. Jantungku berdebar lagi. William menyelusupkan jemarinya di balik kaos kelonggaranku dan meremas payudaraku. Aku tidak bisa menahan diriku agar tidak mendesah. Laki-laki itu menyeringai. Dia memindahkan tangannya, yang meremas payudaraku, ke bokongku. Sementara bibirnya mengecup lekukkan leherku.

"I want you.."

Peringatan keras! Aku sedang dalam masa transisi (Kalau itu boleh disebut sebagai masa transisi. Maksudku, aku sedang dalam tahap ingin melenyapkan perasaanku kepada sahabatku sendiri. It's totally bad idea. Kami tidak boleh seperti ini). Aku mendorong bahu William kemudian bergegas bangkit tetapi tubuhnya yang berada di atasku, menyulitkanku untuk bangkit. William menatapku dengan sorot kesal.

"Kenapa?" tanyanya

"Kenapa apanya?" tanyaku sambil memasang wajah polos

Fool AgainWhere stories live. Discover now