Segengam Masa Lalu

11.5K 868 83
                                    

"We will always be friends until we are old and die. Then we will be new best friend again."

***

Agustus, 2009

"Kemana kamu habis SMA nanti?"

Tifanny mengusikku yang sedang mengulum permen tangkai kesukaanku. Aku mengangkat bahuku sambil memainkan kakiku yang tergantung di bawah kursi kayu yang tinggi sambil menatap lurus ke depan, tepatnya pertandingan bola basket yang sedang diadakan di sekolah kami. Pertandingan berbagai macam olahraga dan kompetisi intelektual sudah menjadi tradisi di sekolah kami setiap setahun sekali, tepatnya setiap bulan Agustus, untuk memperingati Hari Kemerdekaan Negara Indonesia. Tatapanku fokus pada William yang sedang mencoba merebut bola basket dari lawannya. Tak sadar aku mengigit permenku geram karena William terlihat lengah. Ah!

"Ngga tahu deh. Paling ikut Liam aja." balasku datar

Kedua mata Tifanny membulat sementara itu bibirnya setengah terbuka. Aku tidak peduli dengan reaksi teman sekelasku yang kupikir cukup berlebihan. Maksudku, apakah salah aku mengikuti kemana William pergi selepas masa putih abu-abu kami? We are bestfriend forever. Well, Aku tahu apa yang mereka pikirkan. Aku menyukai Liam? Huh. What the hell they are talking about? I won't fallin in love with my bestfriends. Lagipula, aku juga telah memiliki gebetan di sekolah Ajaya, sekolah top (selain sekolah kami, Hiru Hara School)yang terkenal dengan intelektual murid-muridnya.

"Kalau William ngga mau lanjut kuliah? Kamu juga? Maksudku, kamu tahu 'kan kalau bokapnya kaya? He doesn't need to busy and stress because study anymore. Uang mengalir kaya air sungai bagi dia."

Aku tidak bisa menahan diriku agar tidak tersenyum membenarkan. Benar. Liam memang keturunan darah biru alias orang bangsawan yang kaya. Apakah aku berlebihan? Mm, maksudku, keluarga Liam adalah keluarga yang sangat sangat terpandang. Bahkan konon katanya sekolah Ajaya juga merupakan milik papa Liam, tetapi putranya malah memilih bersekolah di tempat kami, Hiru Hara School.

"But our Liam doesn't like that." suara Yuriska menimpali. Aku tidak bisa menahan senyumku dan langsung menyambut sahabatku yang lain, yaitu Yuriska

"He will study until success without his papa influence." Sambung Yuriska sambil melirik tajam Tifanny yang tidak lama kemudian langsung mundur dan bergabung dengan geng-nya. Aku memiringkan tubuhku menghadap Yuriska sambil menyipitkan mataku.

"Kemana aja kamu?" tanyaku binggung

"Taraaa!!" Yuriska memamerkan tiga ice-cream batang kepadaku sambil menyunggingkan senyum lebar. Aku terlalu antusias untuk memakan magnum kesukaanku tetapi aku hanya menemukan satu batang ice cream magnum. Aku mengerucutkan bibirku kesal.

"Kok cuma satu?"

"Tepatnya, tinggal satu."

Yuriska mengoreksi.

"Tapi 'kan Liam juga suka magnum. Gimana dong?"

"Aku memang beli kasih dia. Kamu makan yang lain aja!"

"WHAT?!"

Kedua mataku membulat. Aku mencoba merampas magnum yang dibeli Yuriska untuk William dengan kegigihanku sampai sebuah tangan terulur meraih magnum itu. Aku baru akan membalikkan badanku mengambilnya kembali tetapi sang pemilik tangan itu, alias William, telah membuka bungkusannya dan langsung memasukkanya ke dalam mulutnya.

Pupil mataku melebar.

"Kamu!!!!"

"Yuriska membelinya untukku bukan? Then you may give up." William menjulurkan lidahnya padaku. Aku bersumpah jika aku ingin menarik lidah itu. Kutarik pakaiannya yang penuh keringat dengan niatan untuk memukulnya tetapi basahnya pakaian William membuatku langsung menarik tanganku dan mengelapnya di rok abu-abu ku.

Fool AgainWhere stories live. Discover now