6

12.4K 1.5K 130
                                    


"Antee..." Arumi mencari sumber suara yang ditangkap telinganya, matanya menangkap satu objek mendekat ke arahnya, bola matanya langsung berbinar-binar dan senyum manis keluar dari bibir merahnya. Ruby!

Gadis kecil lucu, imut ,dan cantik dengan rambut sebahu yang dikucir dua, pipinya yang tembem, bibir mungil, bulu mata lentik membuatnya makin cantik. Balita berusia empat belas bulan itu berjalan cepat menghampiri dirinya.
Arumi merunduk, mengangkat balita itu dan menciuminya sampai puas.

"Ruby sama siapa sayang?" Arumi kembali mencium pipi Ruby yang gempil, menggendong ruby dengan tangan kiri, sedang tangan kanannya menggenggam kantong belanjanya, dia memilih duduk di kursi kosong yang disediakan pihak mall.

"Ama papa, ante." Ruby menunjuk papanya, laki-laki itu berjalan mendekat pada dirinya dan tersenyum melihat Ruby duduk di pangkuan Arumi.

Arumi memperhatikan laki-laki itu, wajahnya tirus tapi tidak mengurangi ketampanannya, rambutnya sedikit panjang, pakaiannya kusut mungkin laki-laki belum sempat ganti baju.

"Papa!" teriak Ruby lantang membuat beberapa pengunjung menoleh.

"Kamu apa kabar, mas?"

"Baik, Rum. Kamu sama siapa?" Ibra mendudukkan pantatnya pada kursi besi itu

"Sendiri, mas." Arumi menyuapi Ruby snack yang dibelinya. "Kalian kok cuma berdua, Maya kemana?"

"Maya pergi sama teman-temannya, mana mau dia direpotkan Ruby padahal Ruby anaknya. Aku kasihan sama Ruby, dia lebih sering sama Gita, andai bukan karena Ruby pasti aku ceraikan Maya." Ibra mengusap kasar wajahnya, menyesal hanya itu yang Ibra rasakan. Andai waktu itu dia langsung pergi tidak menerima tawaran Maya mungkin dia dan Arumi sudah bahagia.

"Kamu jangan ngomong gitu, mas. Kamu nggak kasian sama Ruby, dia masih kecil lho. Mungkin kalian perlu duduk bersama, bicarakan semua apa yang jadi uneg-uneg kalian, dengan begitu kalian bisa mencari solusinya." Arumi menatap gadis kecil dalam pangkuannya lagi asyik dengan snacknya, dia tidakk bisa membayangkan anak sekecil ini harus menjadi korban keegoisan orang tuanya.

"Aku sudah coba bersabar, Rum. Tapi kesabaranku malah bikin Maya menjadi-jadi, shoping gila-gilaan, arisan, pesta-pesta. Dia sama sekali nggak mikir Ruby sama aku, aku jenuh. Andai waktu itu aku nggak terima tawaran dia pasti..."

"Udah mas, nggak usah di sesali. Mungkin emang udah jalanya kita nggak bisa bersama, tapi aku seneng kok ngenal kamu, sempat jadi cinta kamu. Anggap aja aku lagi jagain jodoh orang, aku nggak pernah nyesal, mas." Arumi memotong ucapan Ibra, dia tidak ingin Ibra menyalahkan dirinya.

"Kamu sendiri gimana, udah ada pengganti aku?"

"Nggak dulu, aku masih seneng sendiri, puas-puasin dulu mainnya baru mikirin cowok." Arumi mengelap bibir mungil Ruby yang belepotan coklat dari snack yang dimakannya.

Ibra memerhatikan interaksi Arumi dan Ruby, mereka nampak seperti ibu dan anak, Arumi sangat luwes jika berhadapan dengan anak-anak."Maaf, Rum. Gara-gara aku, kamu jadi punya trauma dengan laki-laki." kata Ibra lagi

Arumi langsung menoleh dan menatap wajah laki-laki yang pernah dia cinta. "Mas aku nggak trauma kok, cuma emang aku lagi mau fokus ke kerjaan dan kedai. Kamu jangan pernah ngerasa bersalah dan nyalahin diri kamu, aku udah bilang mungkin ini takdir kita mas."

Ibra diam mendengar kata-kata Arumi, sekarang tidak ada gunanya menyalahkan dirinya karena tidak akan ngerubah keadaan.

" Duh! Pasangan yang serasi ya, anaknya cantik, mama papanya juga cantik dan tampan, bikin iri deh."

" Ih.. seneng deh liat mereka, cocok banget."

" Mana anaknya cantik lagi."

" Cocok banget mereka ya."

JODOH ARUMI (SUDAH TERBIT) REPOST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang