Fifteen

7.4K 452 19
                                    

"Je te kiffe, Sam.." ucap Ray lagi. Tangan kanannya memegang pundak gue. Muka Ray mendekat ke muka gue.

"Aw!" gue memekik kesakitan saat ada yang menarik kasar tangan gue. Dan..

Damn!

Bibir siapa nih?

"Samantha! Lulu!"

Kok ada suara oma sih?

Gue diam. Lama-lama ciuman itu lepas bersama rangkulan tangannya di pinggang gue.

"Lucien?" panggil gue berbisik nyaris tanpa suara.

Lucien mengusap bibir dengan jempolnya pelan, lalu mengedipkan mata genit ke arah gue.

What the hell with him? Why he's so kampret, so mesum, so nyebelin, so minta banget di injek-injek pake kaki gajah trus di lempar ke harimau trus ditenggelemin di laut china selatan?!

"Samantha, Lulu?!" teriak oma.

Wait! Oma?!

Gue menoleh pelan ke arah Oma. Oma berdiri pas di pintu masuk. Di belakangnya Luna tertawa tanpa bersuara. Suara Oma yang keras dan agak cempreng itu menggema ke seisi ruangan. Setelah itu gue mendengar beberapa orang bisik-bisik. Diikuti bisikan-bisikan lainnya yang semakin keras. Sekarang, itu bukan lagi bisik-bisik. Jelas yang mereka omongin sekarang itu gue.

Ray masih gak bergeming di tempatnya. Oma menunggu penjelasan gue. Luna masih menahan tawanya. Dia emang kampret. Lucien entah lagi ngapain. Gue berjalan perlahan menuju pintu keluar. Meskipun rame di ruangan ini sekarang, tapi entahlah, gue mallah merasa sepi.

-------------------------------------------------

Jam 23.00. Gue duduk di balkon sambil memeluk kaki. Dingin.

Iyalah, Sam! Kan jam sebelas malem!

Maksud gue, ini lebih dingin dari malam-malam biasanya. Penghuni flat di depan apartemen sudah memadamkan lampunya. Hanya tersisa cahaya kuning dari lampu-lampu yang berbaris rapi di pinggir jalan. Langit pun mendung. Puncak menara Eiffel yang biasa terlihat dari balkon gue sekarang gak terlihat. Gue menggosok-gosok kedua telapak tangan gue dan merapatkan jaket yang gue pakai. Untung gue pakai celana training tebal, kaos yang di lapisi jaket dan kaos kaki.

Gue galau,

Inti dari yang gue jelasin panjang lebar barusan sih itu. Gue duduk unyu menggemaskan di balkon malem-malem dan kedinginan ya karna gue galau. Gak asik emang tapi yaudahlah.

Gue galau, libur musim dingin cuma seminggu. Oke sebenernya bukan itu masalahnya. Apa iya gue harus nikah sama Lucien? Gue masih 16 tahun oh please lah... Kalo di Indonesia Oma bisa diceramahin kak Seto ini.

Entahlah, gue makin galau.

Sikap Lucien pun makin aneh. Kadang dia jutek seakan-akan gue orang yang harus dia waspadai. Tapi, kadang dia santai kaya di pantai.

Entahlah..

Dua hari berlalu sejak kejadian ciuman itu. Artinya masa liburan gue tersisa lima hari. Bukan, bukan. Sebenernya bukan itu masalahnya. Masalahnya, gue benci Lucien. Tapi, di sisi lain ada yang gue gak ngerti. Masalahnya, kenapa harus masalah? Kenapa gak masvino G. Bastian atau masharry styles aja coba?

OKE GAK LUCU SAAAM! GAK LUCUK! SORRY..

"Sugar?" panggil seseorang.

Gue menoleh ke asal suara dan mendapati Lucien sedang berdiri di samping gue. Gue menoleh lagi ke arah yang lain. Mengambil nafas dalam sebelum menanggapi Lucien. "Kenapa lo masuk ke kamar gue?"

"Actually, ini kamar gue yang di pake sementara sama lo," sahut Lucien ketus.

Mampus gue! Iya juga yak..

Gue gak menanggapi Lucien lagi. Terserah dia dah mau ngapain. Asal gak nyium gue atau ngapa-ngapain gue.

"Oma mungkin bercanda soal rencana pernikahan itu. Mungkin lo gak mau sekarang. Tapi, percaya, Sugar.. Gue bakalan nunggu sama kaya apa yang gue lakuin sebelum-sebelumnya," ucap Lucien.

Gue diam. Lucien menekan kata "mungkin" tadi. Dan kalimat "gue bakalan nunggu" maksudnya apa?

"Gue naroh sesuatu di atas nakas. Kalo lo gak suka buang aja," ucap Lucien lagi sebelum pergi.

---------------------------

Haloooo... terima kasih readers yg masih setia nungguin Sugar Like Sugar. Kalian luar biasaaa.. Authornya luar binasaaaa-,-

Maaf udah buat kalian nunggu lama.. Love you!

Sugar Like SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang