Heart Series - Heart, Mind, and Soul

3.2K 438 28
                                    

Halo, namaku Yunjae. Usiaku sekarang sudah menginjak sepuluh tahun. Aku sudah kelas lima sekolah dasar loh dan aku termasuk anak terpintar di kelas, aku hebat kan? Aku baru saja pulang sekolah. Aku sudah tidak sabar pulang ke rumah.

“Eommaaaaaa!!!” aku berteriak sambil memasuki rumah dengan terburu-buru hingga menimbulkan suara keras. Ups, eomma pasti marah. Dia paling tidak suka kalau aku suka berisik.

“Yunjae! Apa eomma bilang? Jangan berisik kalau masuk rumah!!!” tuh kan apa aku bilang. Duh eomma ini memang selalu cerewet. Aku pun melemparkan tasku ke sofa sembarangan. “Yunjae! Jangan lempar tasmu! Simpan di kamar!” ya ampun eomma ini, tahu saja aku melemparkan tasku padahal dia sedang ada di dapur. Apa eomma ini cenayang?

“Eomma, aku lapar.” Aku memasuki dapur yang menyatu dengan ruang makan itu sambil mengusap perutku yang keroncongan. Emma cantikku sedang menyiapkan makan siang di meja makan. Asyyikkk ada makanan kesukaanku! Aku suka sekali makan bulgogi. Eomma memang jjang!

“Habiskan makananmu, Sayang.” Aku mengangguk semangat.

“Appa?”

“Appa tidak ikut makan siang. Katanya hari ini ada rapat penting di kantor. Tapi setelah rapat Appa akan langsung pulang.” Biasanya Appa selalu makan siang bersama di rumah. Appa sengaja pulang ke rumah untuk makan siang lalu kembali lagi ke kantor. Yyaahh… aku kan suka sekali kalau Appa ikut makan siang dengan kami.

“Eomma, setelah makan aku ingin bermain di rumah kakek Jung.”

“Iya boleh tapi habiskan dulu makananmu. Hari ini peringatan kematian istrinya. Tadi eomma sudah membantunya menyiapkan persembahan.” Aku mengangguk setuju.

“Kakek pasti sedih sekali.”

“Karena itu Yunjae temani kakek dan hibur dia kalau sedih.”

“Uhm!”

Aku selalu senang berkunjung ke rumah kakek Jung. Kakek Jung itu tetangga kami. Aku suka bermain di rumah kakek Jung. Kakek Jung itu baik sekali, aku selalu dibelikan mainan oleh kakek Jung. Kakek Jung sudah sangat tua, kata eomma umurnya sudah hampir tujuh puluh lima tahun. Kakek sudah mulai sering sakit-sakitan, bahkan kini kakek duduk di kursi roda karena sudah tidak mampu berjalan lagi.

Aku betah sekali bermain di rumah kakek. Selain untuk menemani kakek yang sendirian tinggal di rumahnya setelah ditinggal istrinya, aku juga selalu senang mendengar cerita-cerita masa muda kakek. Pokoknya kakek Jung sudah kuanggap kakekku sendiri. Dia sudah seperti keluarga sendiri.

“Eomma, aku pergi ke rumah kakek yah!”

“Ingat jangan teriak! Nanti kakek terkejut dan jantungnya kumat!”

“Iya!”

“Harabeoji…” panggilku sambil membuka pintu rumahnya. “Harabeoji.” Sesuai ucapan eomma, aku memanggil kakek dengan suara pelan supaya kakek nanti tidak terkejut.

“Oh… apa itu Yunjae?” oh itu suara kakek! Karena kakek sudah tua, jadi suaranya sudah mulai terdengar lemah.

Aku menghampiri kakek yang sedang duduk di kursi rodanya di depan persembahan untuk isterinya. “Kakek sudah makan? Yunjae baru saja selesai makan. Makannya dengan bulgogi, makanan kesukaan Yunjae.”

Kakek tertawa tanpa suara. “Kakek sudah makan, ibumu membuatkan masakan yang enak sekali. Sampaikan terima kasihku pada ibumu.”

“Uhm! Eomma bilang nanti kalau Appa pulang, mereka juga ingin memberikan penghormatan.”

Kakek mengangguk-angguk pelan. “Iya… iya… terima kasih, Nak. Kau juga ingin memberikan penghormatan?”

“Iya Yunjae mau! Yunjae mau, kakek!”

Yunjae AnthologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang