D-5

294 41 105
                                    

"Tiketnya udah ditukerin?"    

Niki yang sedang asyik minum sendirian di kantin langsung batuk-batuk hebat begitu bahunya ditepuk seseorang. Ia meletakkan jus jeruk di tangannya dan cepat-cepat menyeka sudut bibirnya.

"Ngagetin aja sih lo!" Niki ngamuk-ngamuk begitu tahu ternyata yang mengagetkannya hanyalah Kiran. Yang diomelin cuma cengengesan doang sambil ikut duduk di sebelah Niki, nggak ngerasa bersalah.

"Lebay ah, makanya kepala jangan kosong," Kiran mengibaskan tangannya. Niki melengos.

"Maksud lo pikiran kali yang jangan kosong? Kepala gue kan, ada otaknya."

"Lah, iya? Sejak kapan?" tanya Kiran, wajah kaget dan sok seriusnya bikin Niki pengen nyari batu tumpul buat dijedotin.

"Bangke."

Kiran cengengesan lagi. Tapi sejurus kemudian rautnya berubah dan ia sudah menarik-narik seragam yang dipakai Niki, terlihat excited. "Eh, gimanaaa? Udah dituker belom?"

"Udah doong! Mana ngantrinya setengah mati." Niki mendengus. Kiran memekik tertahan.

"YAASSSS! Niki emang jjang!" seru Kiran langsung gelendotan di lengan Niki.

Niki mendorong bahu Kiran menjauh. "Berisik ah lo, sana jauh-jauh. Jjang jjang, kayak tau artinya aja."

"Yeeee," Kiran memanyunkan bibirnya. "Ahhh, pokoknya gue seneng kita bisa nonton BTOB! Eh, dimana sih venue-nya? Kokas? BSD? Atau dimana? Ayo siap-siap Nik!"

Niki mengernyitkan kening sejenak sebelum menjawab. "BSD kali. Lupa gue. Yaaa, gampanglah, gimana ntar aja." 

"Ih, elo. Kebiasaan. Lima hari lagi lho, Nik, harus prepare kitaaa!" Kiran masih menarik-narik seragam Niki yang mulai kusut. "Beneran di section Blue kan?"

"Hooh. Standing. Lo berasa udah seabad aja sih pesen tiketnya sampe lupa gini."

Kiran memutar bola matanya mendengar ucapan Niki. Mendadak wajah Kiran memucat, seperti teringat sesuatu yang mengerikan. "Nik.. Gue lupa.. Emang lo dibolehin sama nyokap? Standing gitu? Emang nggak takut kecapekan?" 

"Nggaklah, nggak papa. Aman, Ran. Tenang aja," Niki menepuk-nepuk bahu Kiran, meyakinkannya. Meski wajah Kiran masih tegang, tapi ia mengangguk-angguk pelan.

"Oke deh, gue percaya sama lo," ujarnya. "Ayo Niiik, banyak yang harus disiapin nih!"

"Ntaaar dulu ah, gue mau kalem bentar abis kemaren nuker tiket. Lo nggak tau aja sih, capek banget gue kemaren. Ngantrinya gilaaa." 

"Ya iya sih, paham kok gue paham," Kiran mengangguk-angguk. Niki menatap sahabatnya itu, geli sekaligus jengkel.

"Gara-gara lo, sih."

"LAH?" Kiran melotot. "Kenapa tiba-tiba jadi gue?"

"Ya elo, pake ingkar janji segala. Bayangin, gue udah ready mau berangkat, eh gue telfon ke rumah lo malah dibilangin, 'Kirannya lagi muncak, Niki, emang nggak dikabarin?' sama nyokap lo. HAH. Dimana rasa persaudaraan lo sebagai sesama Melody, Ran, dimanaaa?" Niki mendramatisir.

"Ingkar janji, bahasa lo ah. Maaf deh, abisnya waktu itu gue bener-bener lupa banget diajakin abang gue muncak. Selupa itu sampe nggak ngabarin lo juga. Dan abang gue kesel setengah mati gara-gara di tengah jalan guenya ribut mulu berusaha ngehubungin lo. Untung gue nggak dibuang ke jurang sama dia," ucap Kiran mencerocos panjang lebar. 

"Mana waktu itu gue abis dari rumah sakit, ngantri sendirian, duh bener-bener," ujar Niki santai, tapi satu kalimat itu mampu membuat Kiran membeku dan merasa semakin bersalah. 

D-Day! ✔Where stories live. Discover now