18. ʀᴏᴛᴛᴇɴ ᴛᴏ ᴛʜᴇ ᴄᴏʀᴇ

Mulai dari awal
                                    

Sial!

Mengacak surai Anha gemas, Hoseok lekas berkata usai melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Ups, sepertinya aku harus pergi sekarang. Ingat, kalau butuh bantuan atau sedang memerlukan apa pun, hubungi saja aku. Nomorku masih tersimpan di kontakmu, bukan?"

"Iya, masih kok." Anha menepuk pelan lengan Hoseok agar menghentikan aksinya merusak tatanan rambut yang telah dibuatnya hampir setengah jam. "Sudah, sudah. Hoseok Oppa pergi saja."

Sosok lelaki itu memberi senyum hangat bak mentari yang sedang menggantung di langit, lalu masuk kembali ke dalam mobil dan melengos pergi dari sana.

Baru sedetik Hoseok pergi, senyum yang tersemat di ceruk bibir Anha luntur dan tak menyisakan apa-apa. Wajahnya kembali murung dengan kedua tungkai yang diseret enggan menuju tangga. Jimin bertanya-tanya, ada apa gerangan? Apakah penyebab wanita itu tak lain dan tak bukan adalah dirinya sendiri? Um, maksudnya, setelah insiden telepon yang terangkat itu, Jimin kiranya mengetahui satu fakta bahwa Anha masih menaruh rasa peduli terhadapnya.

Tidak ingin pertemuan ini berakhir singkat, Jimin lekas melangkah. Sedikit tergesa-gesa dan lupa mengenai apa yang seharusnya dipegangnya. Sepersekon kemudian, tubuh Jimin menyenggol salah satu mobil, yang mana sebabkan alarm keamanan berbunyi dan berikan keributan. Panik, Jimin lekas berlari dari sana. Membiarkan eksistensinya tertangkap kamera CCTV juga mata telanjang Anha sendiri.

Malam bertandang, dan ini adalah kali pertamanya Jimin pergi ke salah satu kelab sebagai jati dirinya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam bertandang, dan ini adalah kali pertamanya Jimin pergi ke salah satu kelab sebagai jati dirinya sendiri. Ya. Dia Park Jimin, benar-benar Park Jimin. Kesadarannya masih penuh, kendati dia telah menenggak dua gelas tequilla tanpa jeda yang begitu lama. Tubuhnya bersandar di salah satu sofa dengan iris yang memejam rapat.

Tidak memiliki tempat untuk bermalam, membuat pemuda itu memutar kemudi ke salah satu kelab pinggir kota. Terdengar konyol, memang. Tetapi begitulah adanya. Pikir Jimin, dia bisa menginap di salah satu kamar yang tersedia di sini dengan harga yang cukup murah bila dibandingkan dengan hotel-hotel mewah di luar sana.

Pada awalnya Jimin berniat untuk sekadar menyewa salah satu kamar untuk satu malam, namun pemilik kelab ini berkata bahwa seseorang yang ingin menyewa kamar, harus menikmati pertunjukan penari striptis dengan meneguk gelas-gelas minuman beralkohol. Oh, astaga. Peraturan macam apa itu? Jimin bahkan sempat meludah di lantai tatkala atensi lelaki tersebut beralih pada pengunjung yang lain. Karena tidak memiliki pilihan lain (kecuali kalian ingin Jimin tidur di dalam mobil dengan posisi meringkuk yang tentunya tidak nyaman), Jimin mengangguk menyetujui.

Ketika Jimin hendak membayar, lawan bicaranya lebih dulu menyela, "Oh, tidak perlu, Tuan. Seseorang telah menyewa kelab ini untuk semalaman penuh, begitu juga dengan kamar yang tersedia. Silahkan nikmati waktu anda di sini."

Entah itu suatu keberuntungan atau kesialan, tetapi Jimin memilih untuk tetap bersyukur sebab malam ini tidak ada satu peser pun uang yang dikeluarkan. Masalah makan siang beberapa waktu yang lalu, Jimin tidak begitu peduli. Dia hanya meneguk air keran di salah satu tempat hingga perutnya kembung. Dan untuk malam ini, biarkan Jimin mencicipi sedikit makanan yang tersedia.

Enigma, The Shadow [Re-write] | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang