14. ꜰᴀᴋᴇ ᴘᴇᴏᴘʟᴇ

2.1K 389 97
                                    

Kim Namjoon itu termasuk orang yang pemilih. Dia tidak mau memakan makanan yang menurutnya tidak bergizi dan tidak memiliki serat yang tinggi. Minuman beralkohol pun jarang Namjoon sentuh, sebab ia tahu benar bahwa cairan tersebut hanya akan berakhir merusak organ vitalnya. Tak berbeda jauh dengan dua hal tersebut, Namjoon rupanya juga cukup pemilih dalam hal pergaulan. Ia tidak mau berteman dengan sembarang orang. Memang, semasa di sekolah ia diajarkan untuk tidak pilah-pilih teman, tetapi bagaimana jikalau teman tersebut malah membawa pengaruh yang negatif? Tentu saja Namjoon menolaknya mentah-mentah.

Dalam lingkungannya bekerja (rumah sakit jiwa), pun Namjoon hanya mau bergaul dengan beberapa orang saja; Dokter Seokjin, Iseul, Dowoon, dan yang terakhir Anha. Well, agaknya Namjoon masih sedikit meragu dengan Anha sebab wanita itu baru saja dikenalnya, berbeda jauh dengan nama-nama yang sebelumnya ia sebutkan. Namun, Namjoon sendiri tidak tahu kenapa dirinya bisa sejauh ini. Maksudnya, ia bahkan pernah beberapa kali mengantar Anha pulang, makan siang bersama di kantin, hingga bercengkrama di kala senggang. Semuanya berlalu begitu saja.

Tidak, tidak. Jika kalian berpikir bahwa Namjoon jatuh cinta dengan Anha, maka kalian salah besar. Ia tidak mencintai wanita itu—atau mungkin memang belum. Entahlah, ia sendiri tidak begitu yakin. Yang terpenting, Namjoon sedikit banyak mengagumi Anha, mulai dari bagaimana wanita itu merawat pasien, mengantarkan makanan ke tiap-tiap bangsal, hingga mengomel saat mendapati pasien yang bertindak di luar nalar.

Menjelang malam dan jam kerja yang hampir habis, Kim Namjoon lekas mengemasi beberapa barang yang berserak di atas meja untuk dimasukkan ke dalam tas. Ia menutup jendela pula menurunkan tirai tipis yang menggantung. Memastikan lampu telah dimatikan dan ruang miliknya terkunci rapat, Namjoon segera berjalan menuju parkiran. Sepasang netra sabitnya menyapu sekitar, sesekali menyapa jikalau ada teman sejawat yang melintas.

Tatkala melewati taman kecil yang memang berdekatan dengan lahan parkir, Namjoon menemukan Anha tengah duduk di sana seorang diri. Punggung kecilnya menekan sandaran kursi dengan mata yang menerawang kosong ke arah langit. Semburat jingga yang kemerah-merahan menimpa wajah pualamnya begitu sempurna, bahkan sempat membuat Namjoon mematung di sana beberapa detik hanya untuk menetralkan degup jantung yang mendadak dua kali lebih cepat.

Namun, lelaki Kim itu menyadari bahwa ada sesuatu yang janggal. Gurat wajah Anha terlihat muram, kedua belah pipinya pun menampakkan jejak air mata yang telah mengering. Menarik diri dari lamunan dengan satu embus napas yang diloloskan, Namjoon sekonyong-konyong paham bahwa Park Jimin-lah alasan di balik ini semua. Pemuda manis setengah sinting itu dikabarkan menghilang dan hingga kini belum ditemukan keberadaannya.

Melirik arloji di pergelangan tangan kiri, Namjoon berniat menghampiri wanita itu terlebih dahulu. Lupakan sejenak janji dengan teman lawasnya jam tujuh malam nanti. Barangkali ia akan membatalkannya saja, atau datang terlambat jika memang masih memiliki waktu.

"Hei," sapa Namjoon yang mana langsung membuat Anha mengerjap dan menegakkan punggung. Tungkai panjangnya yang berbalut celana bahan hitam kemudian berhenti tepat di hadapan si wanita. "Kenapa belum pulang? Jam kerja kita sudah berakhir beberapa menit yang lalu," lanjutnya.

Ekspresi Anha berubah cepat. Ia buru-buru mengulas senyum tipis. "Tidak apa-apa. Aku hanya ingin duduk di sini sebentar."

Namjoon dapat mencium kebohongan yang teramat pekat dari padanan kata yang baru saja dilontarkan Anha. Tetapi dari pada terus menuntutnya untuk mengatakan kebenaran, Namjoon malah berkata, "Tapi sebentar lagi malam, An. Kuantar pulang saja, bagaimana?"

Menggeleng lemah, Anha melunturkan senyumnya. Wanita itu memalingkan wajah; menghidari tatapan menelisik yang diberikan Namjoon. Matanya kembali memanas—ingin menangis lagi—tapi ditahan kuat-kuat, sebab ia tidak ingin Namjoon mengasihaninya. "Aku ... aku pulang naik taksi saja," ujarnya dengan vokal yang bergetar.

Enigma, The Shadow [Re-write] | ✔Onde histórias criam vida. Descubra agora