ENAM PULUH LIMA

199K 15.4K 1.3K
                                    

Dave masih memasang wajah masam dan menatap Aldrich dengan mata memicing, tak henti-hentinya ia bergumam dengan nada menuduh.

Kau menodai noona-ku, serunya.

Aldrich sendiri tidak peduli, ucapan Dave tidak memengaruhinya sama sekali. Lagipula kan ini urusannya dengan Yura, laki-laki itu tidak sepatutnya ikut campur.

Yura kini sedang mengoleskan selai ke atas roti. Setelah selesai, dibawanya roti-roti itu menuju meja makan, meletakkan satu untuknya, dan satu untuk Aldrich.

Makanan Dave berupa bubur sudah tersaji dari tadi, tetapi ia enggan memakannya. Masih kesal dengan hal yang Dave lihat di kamar Yura.

"Kenapa kau belum makan juga?" Yura menyelipkan anak rambutnya di telinga, melirik Dave yang masih diam.

"Aku tidak mau makan."

"Memangnya bubur buatanku tidak enak ya?"

Dave cepat-cepat menggeleng. "Tidak, bukan itu."

"Lalu mengapa kau belum makan?"

Dave mengerucutkan bibir. "Tidak saja."

Yura mengembuskan napas pelan, ia beralih melirik Aldrich yang tengah mengunyah rotinya dengan ekspresi biasa saja. Cenderung datar dan seakan tak peduli dengan keadaan sekitar.

"Apa harus kusuapi?"

Bukannya Dave yang merespon, Yura malah mengernyitkan dahi ketika Aldrich bereaksi. Dia langsung berseru tidak setuju. "Untuk apa? Dia masih punya tangan."

"Tapi bahunya sakit dan gerakan tangannya pasti kaku."

"Kaku? Apakah orang dengan gerakan tangan kaku bisa melempar seseorang dengan sandal?"

Yura mendengus. "Kau diam saja."

Yura pun meraih sendok, mulai menyuapi Dave yang menurut. Tampak puas, tetapi ekspresi itu terlihat menyebalkan bagi Aldrich.

Lirikan Dave padanya seolah mengatakan aku mendapatkan perhatiannya, kau kalah!

Aldrich berdecih, mengunyah suapan terakhir rotinya. Dengan sangat kesal ia menunggu Yura selesai menyuapi Dave, setiap menit yang berlalu terasa menyiksa dan terasa seperti satu abad.

Aldrich tersenyum ketika akhirnya setelah Yura berjalan dengan lambat, ia menghampiri dan memeluk wanitanya itu dari belakang.

Aldrich menggigit telinga Yura dengan iseng, membuatnya berdecak. "Jangan ganggu aku."

"Aku tidak menganggumu, sayang. Aku hanya memelukmu, apa itu menganggu?"

"Aku sedang mencuci piring."

"Aku kan tidak mengganggu."

"Kalau​ begitu bolehkah aku agak menyandarkan tubuh padamu? Kakiku sakit."

Aldrich nyengir. "Kau mau melakukannya lagi​?"

Yura mendengus, dengan jahil mengusap wajah Aldrich menggunakan tangannya yang terbalut sarung tangan karet untuk mencuci piring. "Dalam mimpimu."

"Aku kira kau menyukainya."

"Berhenti membahas hal-hal seperti itu."

Kerutan terpatri di kening Aldrich ketika merasa perih di bagian matanya, mungkin ada busa yang masuk gara-gara tindakan iseng Yura tadi.

Setelah selesai, Yura berbalik tetapi Aldrich menahannya dalam posisi saling berhadapan. Yura melipat tangan di dada. "Minggir."

"Tidak, aku suka posisi ini. Sebab aku bisa menatap wajah cantikmu dengan bebas." Aldrich menyunggingkan senyum, jarinya beralih mengusap bibir ranum Yura dengan lembut.

My Psychopath Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang