Memeluk Purnama [01] 11:45 PM

99.2K 7.5K 322
                                    

11:45 PM | 31 Desember 2018

Lima belas menit lagi menuju tanggal satu Januari 2019. Dan Prisa terjebak di kedai kopi sialan tanpa uang.

Si pelayan kedai terus saja memelototinya. Dia sudah bertanya: "Mbak, mau pesan kopi?" berkali-kali. Dan Prisa cuman bisa jawab: "Ehh.. engg.. anu, saya lagi nunggu temen. He he."

Nunggu temen pala lo benjol, nunggu sapa lo. Dewi batinnya berbisik... enggak deng, dewi batinnya ngomel-ngomel.

Prisa melihat ponselnya lagi, memastikan dia dapat balasan dari temannya yang dia spam.

Tapi temannya, Alea, sama sekali tidak menjawab. Tentu saja sih, Alea sedang liburan ke Yogyakarta bersama pacarnya, mana mungkin dia mau repot-repot melihat pesan permohonan dari Prisa.

Selain Alea, Prisa tidak bisa meminta bantuan orang lain. Ibunya kerja di sebuah toko permen besar, ayahnya pergi ke luar kota dan hanya pulang satu bulan sekali. Prisa tidak punya saudara, dia punya saudara sepupu tapi mereka sedang liburan juga, yang paling sial Prisa tidak punya uang.

Kalau saja tadi dia pergi ke swalayan tadi siang, dia tidak perlu ke swalayan malam-malam membeli bahan makanan untuk satu minggu. Jadi dia terjebak di tengah hujan, rumahnya masih jauh, dan ini awal tahun yang sial.

Amit-amit.

Prisa mencoba menelepon Alea. Tapi Alea tidak menjawab.

"Mbak, mau pesan?" tanya si pelayan lagi, kali ini mengagetkan Prisa dan wajahnya jadi dingin.

"Eh, err, nanti ya, saya lagi nunggu temen." Prisa menjawab dengan gugup.

Lagi-lagi si dewi batin ngomel-ngomel.

Lalu, ketika Prisa sudah gemetar, pintu pengunjung terbuka, lonceng masuknya membuat Prisa punya harapan lebih.

Dia segera melihatnya.

Payung! Jaket! Bulu! Pekik pikirannya senang.

Si pemilik payung-jaket-bulu mengibaskan rambut kecokelatannya. Dia menutup payungnya, lalu membuka jaketnya dan menggantungkannya di kastop.

Prisa memperhatikannya dengan seksama. Cowok itu terlihat seperti cowok yang tidak peduli sekitar, dan galak. Jelas, cowok itu bukan tipe penolong, dan Prisa tidak mungkin ditolongnya.

Sekali lagi, Prisa melihat si pelayan yang terus memelototinya. Prisa memaksakan diri untuk tersenyum.

Ihh, sebel!! Matanya mau keluar!! Pikir Prisa sambil merengek.

Dari sudut mata, Prisa melihat cowok tinggi itu berjalan ke konter kasir, jelas hendak memesan kopi, beda dengan dirinya yang numpang berteduh saja.

Tapi, dengan tajam, Prisa melihat payung milik cowok itu di sana, terpajang di kastop, dan melambai-lambai minta dirampok.

Dasar payung sialan, pikir Prisa. Tapi, mengikuti insting, Prisa segera berdiri dari kursi kafe, membawa dua kantung pelastik besarnya lalu dengan perasaan campur aduk dia menuju keluar kafe.

Rasanya seperti khawatir, bersalah, berdosa, dan sangat licik. Tapi kalau Prisa punya pilihan, dia tidak mau melakukan ini.

Hanya satu kali, ya Tuhan, lagi pula si cowok itu bawa uang, yekan? Pikir Prisa merana.

Lalu, sambil pura-pura membetulkan baju, Prisa melihat si cowok tinggi itu yang berdiri dengan wajah dinginnya di depan konter.

Dia tidak menyadarinya, dan sebelum keberuntungan jadi kesialan, Prisa membawa payung hitam itu, membukanya lalu berlari keluar.

"Woy!!"

Anjirt! Pikir Prisa.

"Woey!! Payung gue!!"

"Maaf!! Pinjem dulu ya, Bang!! DADAH!!!!"

Dan Prisa pun berlari menerobos hujan, berharap si abang tukang payung tidak terlalu bodoh untuk mengejar.

__________

What do you think so far?

Thanks for reading, love u ;)

Anyways, ini baru prolognya, jadi pendek. Aku tau ini mungkin agak enggak nyaman, tapi aku janji, aku usahain lebih bagus lagi ke depannya. Because I'm in looooooove so badly to this ikigai ee-kee-gayi.

I hope you give this story a chance! Thank you, and love you, again.

P.s: kalo kalian pembaca TBBSMT, aku cuma mau bilang kalau ini gak bakalan sepanjang TBBSMT:P

Ikigai I-IIWhere stories live. Discover now