Chapter 8: New Friend

487 43 24
                                    

  Hari sudah semakin sore, dan matahari pun sudah berada di ufuk barat, tetapi kami bertujuh baru saja selesai makan. Keberuntungan sedang berpihak kepada kami, karena tadi setelah selesai ujian Mixo-sensei mengajak kami makan, tentunya itu di luar dugaan kami, ternyata dia baik juga sehingga kami tidak perlu ke kelas yang membosankan hari ini.

  Semuanya sudah kembali ke asrama dan Mixo-sensei pun sudah kembali ke ruangannya. Jadi, di sinilah aku... sedang sendirian dan menyusuri lorong panjang academy untuk mencari UKS, bukan karena aku sempat pusing tadi, bukan! Tapi, karena aku ingin menjenguk Keisya, dan soal efek samping dari teleportasi, aku sudah mulai tidak merasakannya.

  Di ujung lorong aku melihat sebuah pintu kaca yang besar dan terang, bertuliskan UKS.

  Akhirnya! Akhirnya setelah pencarian yang terasa seperti 1 abad, aku menemukan ruangan itu juga. Aku pun mempercepat langkahku ke arah ujung lorong.

  Aku berdiri di depan pintu itu dan pintu itu pun terbuka dengan sendirinya, oh ku kira di sini tidak ada teknologi modern, tetapi ternyata dugaanku salah besar.

  Atau memang dugaanku benar, pintu ini menggunakan sihir. Ah, entahlah, itu hal tidak penting! Yang penting bagiku sekarang ini adalah melihat Keisya baik - baik saja.

  Aku memasuki ruangan putih ini dengan kaki gemetar... sampai,

Puk..

  "Anthea!" Sapa sosok itu. Aku menengok ke arahnya dan tersenyum hangat melihat sosok yang kepalanya tengah di balut perban putih itu. "Syukurlah, Keisya! Apa kau baik - baik saja?" Tanyaku menginterogasi, "Seperti yang kau lihat, aku baik. Ada apa kau datang ke sini Anthea??"

  "Aku ingin menjengukmu..," Dia tersenyum penuh arti dan berjalan ke arah salah satu tempat tidur aku pun mengekorinya. UKS ini benar - benar mirip dengan rumah sakit. Terdapat tirai pembatas antara satu tempat tidur dengan yang lain dan di sebelah kanan tempat tidur terdapat sebuah nakas kecil dan sebuah kursi kecil dengan sandaran.

  Keisya duduk di tempat tidur, sementara aku mengikutinya duduk di kursi kecil. "Maaf ya, karena aku kamu jadi begini.., apa masih sakit?"

  "Sudahlah, jangan salahkan dirimu sendiri. Aku sudah baik - baik saja, dan mengenai luka di kepalaku sekarang sudah tidak sakit lagi kok. Lagi pula, ini semua bukan salahmu An.." Aku menghembuskan nafas lelah.

  "Tapi tetap saja 'kan'? Mereka menyiksamu hanya untuk mendapatkan diriku.." Aku menundukkan kepalaku, menatap sepatu. "Aku saja sudah melupakan apa yang terjadi Anthea, yang sudah terjadi biarlah terjadi, kau tidak perlu menyesalinya. Yang terpenting sekarang adalah, kamu selamat dari mereka."

  Aku mendongak menatap wajahnya yang tengah memamerkan senyuman hangat. Aku pun balas tersenyum lebar. "Keisya..., apa kamu tahu mengapa mereka mencari diriku?" Tanyaku serius. Matanya melihat ke sana kemari kemudian dia menjawab, "Entahlah,aku juga tidak mengerti," Jawabnya. "Ya sudah tak apa," Aku menjeda dan kemudian,

  "Keisya, ku dengar dari Fuga, kau yang bertelepati kepada Varrent dan memintanya untuk membantuku ya? Aku ucapkan banyak terimakasih dan maaf ya, Sya,"

  "Aku? Entahlah aku sudah lupa, sepertinya kepalaku sedikit terbentur sesuatu sampai akhirnya jadi pelupa seperti ini...," Aku menaikkan sebelah alisku, heran.

  "Bukankah kepalamu itu memang sudah membentur dinding lorong ya?" Tanyaku meremehkannya sambil tersenyum jahil. Bukannya mengerucutkan bibir atau mendengus kesal,dia justru malah tertawa. Jadi benar kepalanya membentur sesuatu nih??

  "Benar juga," Jawabnya di sela - sela prosesi menertawakan dirinya sendiri. Melihatnya tertawa lepas membuatku menjadi terpancing untuk ikut tertawa bersamanya... kami tertawa seperti orang kehabisan akal.

AntheaWhere stories live. Discover now