Chapter 7: Visa!?

596 48 12
                                    

Matahari menerobos masuk melalui celah korden, menyilaukan mataku dan otomatis membuatku membuka mata.

Seandainya saja, matahari belum bersinar, tentunya aku masih bisa melanjutkan tidurku.

Tunggu! Apa? Matahari!?

Aku pun segera bangun dari posisi tiduranku dan menoleh cepat ke arah jam dinding..., dan, ini sudah pukul 05.30. Bagaimana aku bisa bangun terlambat? Uh, matilah aku! Mana hari ini aku ujian lagi, tidak mungkin aku terlambat saat ujian, apalagi ujian ini pertamaku. Jika aku terlambat, mungkin aku tidak akan bisa mengikuti ujian.

Aku langsung saja menyambar handuk dari almari pakaianku, aku bahkan tak sempat untuk menutup almari pakaian, dan berlari memasuki kamar mandi.

Aku mandi dengan sangat terburu - buru. Selesai mandi, aku pun langsung memakai seragam lengkap dengan jubah.

Karena masih ada waktu 15 menit sebelum bel keramat itu berbunyi untuk membangunkan seluruh penghuni asrama, aku pun memutuskan untuk menguncir rambut cokelatku.

Kemudian memakai sedikit bedak yang ada di meja rias untuk menutupi kantong mataku, karena aku tidur larut, kemarin malam. Setelah cukup rapi, aku memutuskan untuk pergi ke kantin.

__ __ __


Aku duduk di salah satu bangku kantin ini, di sini hanya ada beberapa orang yang duduk terpisah - pisah.

Hari ini aku belum melihat Devine, kira - kira di mana ya, dia?

Memikirkan soal Devine, aku jadi teringat soal Keisya dan kejadian kemarin, aku jadi merasa bersalah kepada Keisya, meskipun kemarin, Fuga sudah mengatakan padaku bahwa Keisya baik - baik saja, aku tetap tidak yakin jika belum melihatnya sendiri. Bukannya aku tidak percaya pada perkataan Fuga, hanya saja aku ingin memastikan bahwa dia baik - baik saja.

Kepalaku berdenyut, aku pusing sekarang ini. Kejadian kemarin membuatku tidak bisa tidur dan jika aku terus menerus memikirkannya, mungkin saja aku bisa gila.

Aku bangkit dari tempat dudukku dengan kasar dan beranjak menuju ke meja pemesanan. Bukankah lebih baik aku memesan makanan, dari pada pikiranku terus menerus melayang ke kejadian kemarin dan membuatku tambah stress.

Aku baru saja menginjakkan kaki di depan meja pemesanan tetapi langsung saja di sapa oleh seorang pelayan, "Anda ingin pesan apa?" Tanyanya sopan. "Eh..." Gumanku pelan. Aku merasa familiar dengan suaranya.

Aku mencoba mengingat siapa saja yang aku kenal di sini. Aku menjelajahi pikiranku, aku yakin suaranya pernah kudengar. "Permisi, tadi anda ingin pesan apa?" Ulangnya yang menyadarkanku dari lamunan.

Aku menatapnya mencoba untuk mengenalinya, namun sayangnya dia memakai kacamata hitam, topi bak seorang pegawai restoran, dan masker jadi aku tidak bisa melihatnya wajahnya dengan jelas. Meskipun begitu, aku melihat poninya berwarna hitam.

Tunggu, apakah dia adalah Riss? Rambutnya juga berwarna hitam 'kan'? Siapa lagi jika bukan Riss yang memiliki rambut hitam dan suaranya terdengar familiar di telingaku?

"Erm... maaf jika aku lancang bertanya hal ini kepadamu, tapi sepertinya aku mengenal suaramu.." Dia pun seperti terkejut mendengarnya. "Um, tidak! Meskipun saya tahu dan pernah melihat anda, tapi saya baru kali ini berbicara dengan anda..." Jawabnya yang terkesan seperti berbohong.

Apakah dia benar - benar Riss? Demi apapun, jika dia memang Riss, bagaimana dia bisa menyamar tanpa di ketahui? "Tadi anda ingin pesan apa?"

Aku harus setenang mungkin, supaya dia tidak curiga aku mengetahui siapa dirinya. Dan jika begitu, aku bisa melapor ke salah satu sensei nanti. "Aku pesan lemon tea saja" Jawabku asal.

AntheaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin