PROLOG

6.8K 418 9
                                    

7 bulan yang lalu.

Ruangan yang tidak terlalu besar, mirip gudang dengan berkas bertumpuk di lemari-lemari, beberapa siswa duduk mengitari meja panjang. Mereka semua memakai almamater biru malam, bertulis OSIS-Alpha.

Satu persatu mereka melirik jam tangan yang melingkar di tangan mereka atau jam dinding, menekuk wajah kesal sambil menatap pintu masuk ruangan Osis. Mereka menunggu datangnya sang Ketua Osis yang entah kenapa hari ini tiba-tiba ngaret, padahal dialah yang biasanya sudah tiba di ruangan ini bahkan sebelum pintunya dibuka.

Fabian Yudiarta, selaku Waketos mondar-mandir tidak jelas, kesal karena anggota yang lain ikut marah padanya padahal bukan salahnya si Ketos ngaret.

Ceklek ...

Pintu terbuka sedikit lebar, menampakkan sosok perempuan 154 Cm dengan Almamater OSIS-Alpha dan rambut digerai. Tangannya masih menempel di gagang pintu tapi matanya tertuju pada satu-satunya kursi kosong di dereten meja panjang itu, tepat di sisi Revani Nasta, sahabatnya sejak lama yang akan berhenti pada detik itu juga.

"Akhirnya lo datang," ucap Bian setengah jengkel.

Dia sedikit merasakan ada yang aneh dengan Ketos-nya yang biasanya ceria ini, hari ini Ketos bernama lengkap Magika Zalardi itu tampak sangat dingin dan tak tersentuh, dia terus menatap datar kursi khusus untuknya yang berada disisi Revani.

"Bisa ... gue gak duduk di samping dia?" tanyanya dengan suara kelewat datar.

"Elah Gi, duduk aja cepet, kita udah dari tadi nunggu lo," gerutu Jessie.

"Tahu nih bu Ketua, duduk aja kale, lo juga biasanya duduk di situ," sambung Gio.

"Udah jam 3 nih Gi, gue mau pulang, laper."

"Cepat atuh Gi."

Tak menanggapi protesan itu, Magi masih tetap menatap kursi-nya dengan tatapan datar, sama sekali tak menatap siapapun di ruangan itu, dia mengcekram erat gagang pintu.

"Jadi ... gue gak bisa pindah kursi?" tanyanya lagi lebih dingin.

"Lo kenapa sih, Gi? Itu kan emang kursi lo," protes Hanun selaku Sekretaris 1.

"Duduk aja Gi, please."

"Serius deh Gi, gue laper sumpah."

Protesan itu tak masuk ke indra pendengarannya, dia melangkah mendekat kearah meja panjang itu, berdiri di ujung meja tepat di samping Bian yang menatapnya aneh. Magi melepas almamater-nya dengan ditatap heran oleh semua anggota Osis disana, terutama Bian.

Sesaat kemudian dia meletakkan almamater itu ke atas meja tanpa menatap siapapun, hanya menatap sekilas kursinya yang kosong lalu berbalik pergi, menutup pintu ruang Osis yang tiba-tiba hening. Bukan itu yang membuat ruang Osis hening, tapi kalimat yang diucapkan Magi sebelum keluar dari ruang Osis.

"Gue keluar dari Osis."

Semua orang tak bisa berkata-kata, menebak-nebak apakah Magi marah karena dikeroyok tadi, tapi kenapa sampai harus keluar dari Osis hanya karena itu. Sementara yang lain sibuk menebak, Revani malah masih menatap pintu ruang Osis dengan tatapan bersalah, mengepal tangannya di bawah meja.

"Maaf, Gi"
Bisiknya lirih

❄❄❄

So I Kissed The Wild Cat [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang