11. Someone

42.9K 7.8K 797
                                    

Gue memasuki stasiun dengan langkah yang sedikit terburu-buru, gue terlambat menjemput Dio karena alarm yang gue setel tidak bunyi. Beginilah efek begadang nonton drama, setelah beres-beres rumah tadi pagi gue memilih hibernasi sampai kebablasan.

Dari kejauhan gue bisa melihat Dio yang sedang menunggu sambil memandang lingkungan sekitarnya. Dio terlihat seperti prang yang kehilangan arah saat ini.

"Udah lama nunggu?" tanya gue dengan terengah akibat berlarian.

Dio menampilkan senyumannya dan kemudian menimpali ucapan gue, "nggak selama itu kok."

"Maaf banget ya Dio, alarm-ku mati. Lebih tepatnya ringtone-nya rusak, kayaknya gara-gara semalem jatoh dari kasur deh."

"Nggak apa-apa kok, sekarang kita kemana?" tanya Dio.

"Em, berhubung handphone aku rusak dua-duanya, kamu mau nemenin aku ke electronic center dulu gak?"

"Aku ikut aja Git, masih nggak ngerti juga sama daerah sini. Udah lama soalnya."

"Oke, Ayok!"

Gue pun akhirnya pergi ke salah satu pusat perbelanjaan elektronik bersama Dio yang melihat lingkungan sekitar kami dengan antusias. "Disini banyak berubah ya?" tanya Dio yang gue jawab dengan anggukan.

Dio saat SMA ikut dengan Pakdenya untuk bersekolah di Jakarta, namun saat kuliah ia kembali ke kampung halaman kami di Purwokerto dan bekerja juga di sana. Sejak saat itu Dio belum menginjakan kaki ke Ibu kota sampai sekarang.

Gue sendiri saat itu memang tinggal di Jakarta bersama Ayah dan juga Ibu. Tetapi di saat nenek gue dari pihak Ibu mulai sakit-sakitan, Ibu memutuskan untuk tinggal di Purwokerto, dan Ayah pun memutuskan untuk pindah tugas kesana.

Selama kuliah dulu gue hanya tinggal sendiri di kostan, hal itu juga merupakan salah satu faktor yang membuat Lay memutuskan untuk segera meminang gue, dan orangtua gue pun setuju dengan keputusan tersebut.

"Udah delapan tahun kamu nggak ke sini kan? Akhir-akhir ini pembangunan di sini emang pesat banget," kata gue yang di jawab anggukan oleh Dio.

"Oh iya, handphone kamu emang kenapa rusak?" tanya Dio.

"Yang satu kecebur di bathtube pas aku kemarin ke Lombok. Yang satu lagi jatuh dari kasur."

"Kamu sering dapet tugas luar gitu ya, Git? Kok kayaknya enak ya," timpal Dio yang membuat gue mengulum senyum.

"Ada enaknya ada enggaknya sih, enaknya bisa sekalian cuci mata."

"Dan nggak enaknya?"

"Namanya urusan kerja jelas nggak bisa disamain sama liburan, orang liburan kita malah sibuk meeting," jawab gue yang membuat Dio menganggukan kepalanya setuju. Senyumannya kembali mengembang setelah mendengar jawaban dari gue.

"Nggak boros Git punya dua handphone?" tanya Dio setelah melihat ke arah tangan gue yang sedang memegang kedua handphone milik gue.

"Justru itu pengiritan Dio... handphone-ku yang satunya cuma aku isi pake paket data. Dan yang bisa buat nimpuk anjing ini cuma buat nelepon Ayah Ibu yang suka gonta ganti provider karena nyari yang murah."

Dio tergelak mendengar omongan gue, "kamu ada-ada aja, masa handphone buat nimpuk anjing?"

Well, gue nggak bohong sepenuhnya sih. Handphone keluaran lama milik gue ini sangat awet meski jatuh berkali-kali, bahkan kalau dipakai untuk menimpuk anjing pun sepertinya bisa. Tapi semalam naasnya bagian speakernya yang lebih dulu menyentuh lantai jadi handphone itu nggak bisa bunyi.

Keep strong nokia 2300 ku...

Kayaknya semenjak gue bertemu lagi dengan Lay kesialan dalam hidup gue bertambah. Buktinya mobil gue yang mogok, handphone gue dua-duanya rusak, nanti apa lagi yang terjadi coba?

Setelah berdiskusi dengan beberapa toko, biaya yang di keluarkan ternyata cukup besar. Hal itu membuat kepala gue jadi pusing karena gue harus menyisihkan uang gue lebih banyak lagi untuk biaya perbaikan.

"Ada yang murah tapi agak lama, yang cepet mahalnya pake banget. Gimana ya Dio? Sedangkan kalau aku kerja handphone itu dibutuhin banget untuk laporan-laporan."

Sebenernya gue pengen beli handphone baru karena handphone gue pun sudah tergolong lama, sudah empat tahun. Gue membelinya setelah gue bercerai dari mantan suami gue guna menutup kenangan lama. Tapi kalau sekarang membeli hanphone baru gue rasa uangnya juga nggak cukup.

"Tukeran sama punya aku mau?" kata Dio yang membuat gue reflek menoleh ke arahnya.

"Kamu emang nggak butuh?"

"Orang yang aku temuin disini kan nggak banyak, lagian kerjaan aku juga nggak perlu-perlu banget untuk pakai Handphone. Paling handphone aku butuhin cuma untuk nelepon mamah di Purwokerto. Kamu bisa pakai buat kamu kerja, jadi biayanya yang lebih murah aja meski agak lama."

"Aaaaaa! Makasih Dio!" pekik gue dengan senang yang membuat Dio mengulum senyum.

"Kamu ternyata masih kayak anak kecil ya?"

Ucapan Dio membuat pikiran gue berkelana ke masa lalu.

Pokoknya aku nggakmau ikut ke rumah Erni! Mas tau kan dari dulu aku nggak pernah suka sama dia! Dia tuh cuma mau deketin mas doang! Masa mas nggak ngerti sih?!

Jangan kayak anak kecil! Erni itu lagi sakit!

Dari semua orang kenapa harus mas yang dia telepon?! Kenapa bukan Jackson atau Romi?!

Kalau kamu nggak mau pergi biar aku pergi sendiri!

"Git? Sagita?" tegur Dio yang membuat gue meraih kesadaran gue kembali.

"Y-ya?" jawab gue sedikit terkejut.

"Kamu bengong?" tanya Dio yang gue jawab dengan gelengan.

Sekelebat pertengkaran gue dan mantan suami gue saat itu muncul membuat hati gue sedikit berdenyut nyeri.

"Ayo kita ke toko yang tadi..."

***

"Kamu tinggal sendiri?" tanya Dio saat perjalanan pulang yang gue jawab dengan anggukan.

"Kamu hebat ya kerja sendiri tapi udah punya rumah."

"Kebetulan ada rejekinya Dio, itu juga uang muka di bantu sama orangtuaku dari uang hasil pensiun Ayah, sekarang jadi tinggal cicilannya aja yang jadi tanggung jawab aku sama bantu-bantu keuangan Ayah Ibu di kampung."

"Jadi anak tunggal susah juga ya? Harus jadi tulang punggung meski perempuan."

"Ya begitulah, namanya tanggung jawab nggak pandang bulu meski aku perempuan."

"Nggak nyari tulang rusuk untuk ngebantu kamu jadi tulang punggung Git?" tanya Dio yang membuat hati gue tercubit.

Orang bilang tulang rusuk nggak akan pernah tertuker, tetapi untuk kasus yang gue alami apakah hal itu masih berlaku?

"Perempuan itu bukan mencari, tetapi kami memilih. Sedangkan untuk mencari bukankah itu tugas laki-laki?"

"Tapi ada kalanya dimana pihak perempuan dan laki-laki sama-sama berjuang, karena berjuang sendirian itu nggak enak," timpal Dio yang membuat gue terdiam.

Di dalam kehidupan pernikahan gue yang dulu baik gue dan mantan suami gue sama-sama tidak berjuang untuk memperbaiki keadaan ataupun mempertahankan.

"Git awas!" Teriakan Dio membuat gue mengerem mendadak. Dan bemper mobil gue sudah menabrak mobil yang berada di depan gue.

Shit! Kesialanapa lagi yang datang ke gue kali ini?     

[Sudah Terbit] Ombak di Palung HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang