05. Wrong View

46.4K 8.7K 442
                                    

Semenjak kemunculan kembali mantan suami gue semuanya terasa berbeda untuk gue. Segala hal kecil yang dulu menjadi kenangan kembali menyeruak.

Kebiasaannya yang akan menggelitik perut gue saat gue malas untuk bangun tidur, kebiasaannya yang akan bersenandung saat gue sulit untuk tidur, kebiasaannya untuk selalu mengecek dan mengingatkan gue akan barang-barang penting yang sering gue lupakan. Terlalu banyak kebiasaan-kebiasaan yang belum bisa gue lupakan, bahkan setelah empat tahun kami berpisah.

"Git, lo di panggil Pak Sony tuh!" ucap Ten yang membuat gue mendengus.

Pak Sony, laki-laki bertubuh tambun itu memang gencar mendekati gue semenjak gue di pindahkan untuk masuk ke dalam divisinya. Karena status gue yang janda, Pak Sony pernah secara terang-terangan meminta gue untuk menjadi istri keduanya di tengah banyolannya yang tentunya tidak gue tanggapi.

Status janda terkadang membuat orang-orang meremehkan dan memandang dengan sebelah mata, bahkan gue sering di cap sebagai perusak rumah tangga di saat gue tidak melakukan apapun.

Gue hanya lewat di depan rumah tetangga gue dan bapak-bapak penghuni rumah tersebut menggoda gue dengan siulannya. Di saat istrinya melihat hal itu dan tidak terima, gue lah yang disalahkan. Padahal sebenarnya gue tidak melakukan apapun. Status gue membuat kebanyakan orang menjadikan gue alasan atas hal yang sebetulnya tidak perlu.

"Permisi Pak, kata Ten bapak tadi memanggil saya," ucap gue seformal mungkin kepada Pak Sony.

"Kamu lusa ikut saya ya, kita mau survey tempat untuk pembangunan hotel baru di daerah Lombok," kata Pak Sony dengan senyumannya yang mencurigakan.

"Maaf sebelumnya pak, apa tidak lebih baik Ten saja yang pergi?" tanya gue yang membuat Pak Sony memandang ke arah gue dengan pandangan berpikir.

"Ten ada tugas di tempat lain, jadi kamu yang ikut saya. Kamu udah menolak saat saya tawarkan ke Samarinda, dan juga Palembang dengan alasan akan ikut di proyek berikutnya. Untuk kali ini saya tidak menerima penolakan dari kamu ya," kata Pak Sony dengan nada yang tidak ingin di bantah.

Gue hanya menghela napas dan menganggukan kepala gue, setelah pamit gue pun keluar dari dalam ruangan Pak Sony.

"Yang sabar ya," kata Ima yang gue jawab dengan anggukan. Gue rasa mereka sudah mendengar percakapan antara gue dan Pak Sony.

"Git, kenapa nggak nyari pacar gitu? Seenggaknya biar Pak Sony mundur," kata Tita mencoba memberi masukan.

"Siapa yang mau sama gue, hah?" tanya gue setelah menghela napas.

"Mail, bujang lapuk divisi sebelah kayaknya minat-minat aja," timpal Anes yang spontan membuat gue melempar pulpen gue ke arahnya.

"Ya gimana nggak jadi bujang lapuk, dia ngedeketin cewek bawa gitar kemana-mana dan dinyanyiin. Seumuran kita udah nggak butuh lah kayak gitu, emang anak SMA apa?" ucap gue yang membuat gelak tawa dari yang lain muncul.

Ismail Syahputra memang terkesan berlebihan ketika mendekati seorang perempuan, dan gue pernah menjadi korbannya. Sayangnya waktu itu tidak berlangsung lama karena gue sempat dekat dengan Luhandika Rein Alexander, saudara sepupu dari direktur tempat guebe kerja, Kristof Barka Alexander, yang kebetulan sedang berada di sini sebelum kembali ke China, negara tempat keluarganya menjalankan bisnis.

"Oh iya, lo sama Dika udah lost contact?" tanya Ima yang gue angguki.

"Terakhir ya pas Pak Barka ulang tahun," jawab gue dengan nada sumbang. Ada kejadian tidak mengenakan yang membuat gue ingin melupakan hari itu.

"Hari itu kalau nggak salah yang Mbak Cuwa marah-marah ke lo bukan sih Git? gara-gara Mas Jeremi ngajak lo jalan?" tanya Ten yang gue jawab dengan anggukan.

Ya, hari itu merupakan hari ulang tahun Pak Barka yang mengadakan pesta dan mengundang banyak anak buahnya di salah satu restaurant ternama. Saat itu Mas Jeremi dan mbak Cuwa memang di gosipkan sedang dekat, tapi malam itu Mas Jeremi tiba-tiba mengajak gue untuk jalan, dan hal itu di ketahui oleh Mbak Cuwa.

Mbak Cuwa yang mengetahui hal itu marah besar ke gue, dia menuduh gue menggoda Mas Jeremi di saat gue sedang dekat dengan Dika yang sebetulnya tidak pernah gue lakukan. Dan saat itu Mbak Cuwa menjuluki gue dengan julukan janda kegatelan.

Saat itu gue memang belum mengakui status gue yang sebenarnya ke Dika, dan sepertinya Dika cukup terkejut. Setelah itu Dika tidak pernah menghubungi gue lagi, dan kabar yang gue dengar ia pergi mengurus bisnisnya di China tidak lama setelah kejadian itu.

Laki-laki seperti Dika pun enggan dekat dengan gue setelah mengetahui status gue yang seorang janda. Padahal gue sama sekali tidak bermaksud untuk menutupi status gue saat itu, gue hanya butuh waktu yang tepat untuk menjelaskan. Tetapi kenyataan tidak seindah apa yang gue rencanakan. Dika harus tau dari orang lain, di saat gue dipermalukan di depan umum oleh Mba Cuwa saat itu.

"Stop Ten! gue nggakmau bahas hari itu," ucap gue mencoba menghentikan topik pembicaraan ini.

"Eh, btw kemarin partner yang Bos Sony kenalin lumayan cakep tuh Git, kalau masih kosong gebet aja! kayaknya seumuran sama kita," kata Ten yang membuat gue, Tita, Ima dan Anes hanya menghela napas.

"Yah, Ten itu mah mantan laki dia, sama aja dia balik lagi dong!" sahut Tita.

"Serius mantan laki lo?!" tanya Ten tidak percaya yang gue jawab dengan anggukan lemas.

"Ah anjir pantes aja lo seleranya tinggi macem Dika ya, orang mantan laki lo aja begitu modelannya!" kata Ten yang membuat gue menghela napas. "Oh iya Git, proyek di Lombok itu kan sama mantan laki lo kerjasamanya, ati-ati CLBK ya!" lanjutnya yang membuat gue terkejut.

"Serius lo?!"

"Sumpah, nggak bohong gue, kan gue balik terakhir kemarin. Tapi partner Bos Sony buru-buru banget pulang, jadi kita nggak ngobrol banyak," kata Ten yang terdengar begitu meyakinkan.

"Tunggu dulu deh... buru-buru pulang?" tanya Ima yang di angguki oleh Ten.

"Ini tanda-tanda Cinta Lama Belom Kelar bukan?" ledek Tita.

Enggak. Gue enggak mau berharap lebih tentang mantan suami gue. Semua ini hanya kebetulan semata.

"Cuma kebetulan," elak gue.

"Tapi kebetulan juga bisa bagian dari takdir," komentar Anes yang membuat gue terdiam.

Haruskah gue di permainkan oleh takdir dengan orang yang sama untuk kedua kalinya?

[Sudah Terbit] Ombak di Palung HatiWhere stories live. Discover now