DEPRESSION (눈물병) - 3 - D.O.

470 59 5
                                    

'I smile normally but then tears come
What do I do with my heart?'

██║ ♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ ║██

In Author's Eyes...

Apa para lelaki di dunia ini tahu, kalau ada satu cara untuk melukai wanita tanpa harus menyisakan bukti fisik apapun saat mereka ada dalam satu hubungan yang dikatakan sebagai 'suami istri'?

Perselingkuhan.

Jatuh cinta pada orang lain dan menjalin kasih tersebut dengannya sementara diri masih berpura-pura cinta pada orang lain yang tanpa sadar sudah dicampakkan, adalah hal yang Do Kyungsoo lakukan selama hampir lima tahun ini.

Wanita yang dicampakkannya, Kim Jiyeon, kini tengah sekarat. Telah lima tahun dia bergeming lantaran menerima begitu saja perselingkuhan yang Kyungsoo lakukan dengan teman dekatnya sendiri: Son Chaeyoung.

Jiyeon bahkan tidak butuh bukti fisik apapun—berupa luka, dan sebagainya—untuk memamerkan pada orang-orang tentang bagaimana Kyungsoo membunuhnya.

Pria itu bercumbu, bahkan tinggal bersama Chaeyoung. Dan Jiyeon tahu kalau kata 'cinta' yang Kyungsoo tujukan untuknya, kini sudah berubah menjadi kata-kata pengantar tidur bagi Chaeyoung.

Lantas, mengapa Jiyeon masih bertahan? Karena hatinya, masih ditujukan pada Kyungsoo. Sudah hampir delapan tahun mereka menikah, tapi jantung Jiyeon masih berdegup dengan kencang tiap kali melihat Kyungsoo, tiap kali mendengar suara pria itu.

Jiyeon mencintai pria bermarga Do yang telah mengkhianatinya itu.

"Aku akan ada pertemuan di New York selama beberapa minggu." baris mengerikan itu keluar dari bibir Kyungsoo saat ia menyantap sarapan yang dibuatkan Jiyeon untuknya pagi ini.

Susah payah, Jiyeon menelan kunyahan nasinya, sebelum lantas menjawab.

"Kau pergi ke Tokyo untuk pertemuan juga selama tiga minggu kemarin. Kau tidak seharusnya kelelahan, yeobo." Jiyeon berucap, meski memanggil Kyungsoo sebagai suami sekarang tidak lagi berarti banyak bagi pria itu.

Ingat, bahwa sekarang cinta Jiyeon mungkin bertepuk sebelah tangan.

"Ya, kau tahu, aku harus menanam investasi sebanyak mungkin. Hotel mungkin bisa membuka cabang di New York dan Tokyo. Tidakkah itu bagus untuk kita?" Kyungsoo berucap dengan nada datar.

Tak ada euforia penuh kebahagiaan yang senormalnya Kyungsoo pamerkan jika dia benar ingin membahagiakan Jiyeon. Hah, jangankan kata 'kita', kata 'istri' saja sudah hilang dari kamus Kyungsoo, agaknya.

"Oh, kau sudah menyetrika setelan jas baru yang kubeli pekan lalu?" Kyungsoo bertanya.

"Hmm, aku sudah melipatnya rapi di dalam kopermu. Memangnya ada acara apa sampai kau membeli setelan baru?" alih-alih merasa kecewa karena kembali ditinggal pergi sang suami, Jiyeon berusaha menghibur diri.

"Menghadiri pernikahan relasi yang ada di sana. Tidak enak kalau harus memakai setelan lama, yang dia tahu aku seorang pemilik dari Hotel yang akan jadi saingannya di New York."

Mendengar penuturan Kyungsoo, Jiyeon mengangguk-angguk paham.

"Berapa lama kau kira-kira akan pergi?" tanya Jiyeon berusaha mengikis goresan kecil yang baru saja menyenggol kalbunya.

"Lima atau enam minggu, mungkin. Tagihan kartu kreditmu akan secara otomatis dilunasi oleh perusahaan, jadi jangan khawatir. Dan jangan khawatirkan aku." lekas Kyungsoo menghabiskan suapan terakhir sarapannya sebelum dia meneguk air putih di gelas dan mengelap sudut bibirnya.

"Baiklah, aku tidak akan khawatir. Kau pasti akan bersenang-senang di sana jika semua urusan tentang Hotel sudah selesai, bukan?" Jiyeon mengukir sebuah senyum, meyakinkan suaminya jika dia akan baik-baik saja selama kepergian pria itu.

"Tentu saja. Aku pergi sekarang." Kyungsoo meraih tas kerjanya yang tersampir di sandaran kursi, tanpa meninggalkan sekedar satu kecupan di dahi istrinya pun dia sudah tidak ingat.

Suara langkah menjauh milik Kyungsoo jadi nada yang memenuhi rungu Jiyeon kemudian. Disusul dengan suara siulan pelan yang keluar dari bibir Kyungsoo, terdengar begitu ceria dan bahagia. Keheningan akhirnya menyambut Jiyeon saat ia mendengar Kyungsoo menutup pintu.

Jiyeon sendiri masih mengulum senyum yang sama. Wanita itu menghembuskan nafas panjang saat jemarinya bergerak menarik secarik amplop berwarna cream yang ada di bawah taplak meja peach yang jadi penghias meja makan rumahnya.

"Aku bisa tersenyum seperti ini, tapi apa kau tahu kalau aku sebenarnya menangis, Do Kyungsoo?" memang, Jiyeon pikir dirinya sekarang tengah berpura-pura bodoh. Tersenyum padahal hatinya merintih kesakitan.

Dia yakinkan diri kalau dia masih mencintai Kyungsoo, dan Kyungsoo juga masih menyimpan secuil ruang di hatinya untuk Jiyeon. Meski kini, Jiyeon harus berharap agar Kyungsoo benar-benar menyediakan ruang sempit itu dalam hatinya.

Pasalnya, yang sekarang ada di tangan Jiyeon adalah sebuah undangan pernikahan berbentuk amplop yang akan diadakan di New York.

"Aku bahkan menyiapkan setelan pengantin yang akan kau kenakan, Do Kyungsoo. Apa menyisakan sedikit cinta untukku saja kau sudah tidak bisa?"

Ah, jangan lupa tentang siapa nama mempelai pengantin yang ada di undangan tersebut.

Do Kyungsoo, dan Son Chaeyoung.

FIN

DEPRESSION (눈물병) - EXO [finished]Where stories live. Discover now