ENAM PULUH : Kekhawatiran

Mulai dari awal
                                    

Sebenarnya, Yura sama populer dengan Aldrich di kampus. Berkat fisiknya yang rupawan. Hanya saja dia tidak menyadari hal ini, tatapan kagum yang dilontarkan kaum adam jelas terlihat di sorot mata masing-masing. Namun, kebanyakan tidak berani lagi menyapa karena menganggap level Yura sudah jauh di atas. Padahal Yura termasuk orang yang ramah kepada siapapun. Ditambah hampir setiap mahasiswa tahu bahwa kekasih Yura sekarang adalah Aldrich. Yang bagai tidak tertandingi dalam berbagai hal.

Yura menyelipkan anak rambutnya di telinga, membuka loker dan mengambil beberapa alat tulis yang ia simpan di sana​.

Tetapi kerutan terpatri di keningnya ketika mendapati sesuatu yang asing di sana, yakni sepucuk surat dengan amplop putih sebagai wadahnya. Yura membolak-balik benda tipis itu dengan bingung, tidak ada tanda-tanda atau hal yang menunjukkan siapa si pengirim. Amplopnya mulus tanpa tulisan, hanya sebuah cap huruf A berwarna merah sebagai identitas satu-satunya.

Yura mengunci lokernya kembali, duduk di salah satu kursi kayu panjang untuk menyempatkan diri membaca isi surat yang baru didapatkannya.

Surat itu tidak ditulis, melainkan diketik dengan huruf kapital. Tiba-tiba perasaan takut menjalar di hatinya, membuat tubuhnya tegang. Yura menelan salivanya kasar, mati-matian mencoba menetralkan detak jantung yang tidak terkontrol.

Hanya sekadar memberi saran, jangan jauh-jauh dari Aldrich-mu jika kau masih ingin hidup.

Siapa pengirim surat tanpa identitas jelas seperti ini? Yura sama sekali tidak memiliki gambaran siapa itu. Jacob? Tidak, cap di amplop menunjukkan huruf A, bukan J. Jonathan juga tidak mungkin, Benjamin apalagi. Lalu siapa? Dipikir berulang kali pun, Yura merasa tidak pernah punya musuh.

Dan bagaimana bisa si pengirim tahu lokernya? Yura mendesah, menatap koridor yang mulai padat dan mahasiswa yang lalu lalang dengan kalut.

Apa yang harus ia lakukan sekarang? Menghubungi Aldrich adalah opsi pertama yang dipikirkannya, laki-laki itu pasti tahu langkah apa yang harus dilakukan.

Yura mendesah pelan, mengambil ponsel di tas dengan tangan gemetar. Segera menelepon Aldrich sembari melihat-lihat ke sekitar, karena perasaan Yura tiba-tiba saja menjadi tidak enak. Terasa seperti sedang diawasi.

Yura berdecak tidak sabar ketika Aldrich tidak mengangkat teleponnya, baru di percobaan kedua usahanya itu berhasal.

"Kau begitu merindukanku ya?"

Yura mendengus, tingkat percaya diri Aldrich yang tinggi tidak terlalu membantu dalam keadaannya sekarang.

"Aldrich, aku menemukan sesuatu dalam lokerku."

Yura mendengar samar-samar suara seperti klakson mobil di seberang sana, berarti Aldrich masih berkendara.

"Apa?"

"Sebuah surat, di sana tertulis aku lebih baik dekat-dekat denganmu jika masih ingin hidup."

Aldrich tidak menjawab selama beberapa saat, membuat Yura menggigiti kukunya untuk menyalurkan perasaan gugup.

"Siapa pengirimnya?"

Suara Aldrich terdengar lebih keras, tidak lagi lembut.

"Aku tidak tahu, hanya ada cap huruf A di amplop."

"Kau tidak perlu khawatir, bersikap waspada saja. Hati-hati dengan laki-laki berpakaian serba hitam dengan topi bercorak warna merah."

Yura mengernyit.

"Memangnya dia siapa?"

"Nanti saja kujelaskan."

Yura mendesah.

"Baiklah."

"Jangan khawatir, akan kusuruh Dave menjemputmu pulang nanti kalau aku tidak bisa. Tenangkan dirimu."

"Tapi aku tidak bisa tenang."

Nada suara Yura terdengar frustasi.

"Tidak perlu khawatir, Sayang. Semua akan baik-baik saja."

"Aku pun berharap begitu."

"Jaga dirimu."

Yura menatap ponselnya yang sudah tidak tersambung lagi teleponnya, berdiri dan hampir menjerit terkejut ketika melihat pria yang ciri-cirinya seperti yang disebutkan Aldrich.

Tetapi Yura merutuki kebodohannya sendiri kemudian, ia menyadari bahwa laki-laki itu adalah pegawai restoran cepat saji yang bertugas mengirim makanan delivery.

Mungkin ia terlalu berpikiran negatif sekarang, setiap laki-laki berpakaian hitam kini membuatnya ketakutan sendiri.

Tetapi baru saja ia berbelok di koridor, seorang pria melewati dirinya dengan langkah-langkah ​cepat. Yura terpaku di tempat, pakaian yang dipakai serba hitam, dan yang membuat Yura merasa detak jantungnya seakan berhenti adalah topi laki-laki itu memiliki aksen huruf A berwarna merah.

***

My Psychopath Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang