10

1.8K 74 0
                                    

"Ezra tampan, lalu dia yang tadi sedang bercumbu denganmu juga sangat-sangat tampan. Apa kau menggoda mereka untuk mendapatkanmu?"

"Maksudmu?" Tanyaku bergetar.

"Tidak." ucapnya singkat.

"Jongin," panggil seseorang dari belakangku.

Sehun menatapku dalam dengan tatapan yang tidak kumengerti. Ia terlihat tidak terlalu suka dengan keberadaan Tiffany di sini.

"Tiffany." Ia menjulurkan tangan nya ke arah Sehun.

Sehun menatap tangan Tiffany yang terjulur kedepan, tanpa membalasnya.

"Oh, tough guy."

"Wacth your mouth, bicth." Ucap sehun dengan tatapan tajam yang tidak biasanya ia berikan padaku.

Suasana yang tidak kumengerti, Sehun terlihat tidak menyukai keberadaan Tiffany yang berada di sini secara tiba – tiba. Menurutnya itu merusak kesenangannya tadi.

Aku berada di sebelah Sehun, menatapnya dalam dan berhati – hati, aku takut jika aku mengeluarkan suara sedikit pun itu akan merusak situasi sekarang. Mungkin hatinya sedang tidak baik.

"Kita pergi," aku menarik tangannya ke kamar yang ia tinggali nanti.

"Hun," panggilku pelan, mencoba mencairkan situasi ini.

Apa Sehun tadi mengikutiku menemui Tiffany. Apa ia mendengar perkataan Tiffany, aku menyusun pertanyaan yang tidak mungkin kutanyakan langsung padanya. Aku takut ia marah atau tersinggung, apalagi dengan situasi yang seperti ini. Ini akan menyulitkanku untuk bertanya hal yang sensitive.

"Tiffany selalu begitu saat bertemu orang baru." Ucapku pelan.

"Aku tidak suka kau diperlakukan seperti itu olehnya."

"Kau mendengarnya?" aku bertanya takut – takut. Kuharap ia tidak begitu memperhatikan suaraku yang bergetar.

Kami duduk di pinggiran tempat tidur kamar ini. Sehun menghadap ke depan dan aku yang memperhatikan lekuk wajahnya dari samping.

"Aku tidak suka perkataannya yang meremehkanmu, Jongin."

"Biarkan dia, Hun."

"Aku keluar dulu, kurasa aku harus membantu mereka," ucapku padanya yang sudah berdiri di ambang pintu.

Ia berdiri berjalan kehadapanku mengecupku pelan. Kehangatan yang ia tinggalkan lagi membuatku bergetar hingga badanku limbung kehadapannya, lalu tenggelam dalam dekapan hangatnya yang begitu lembut. Aku menyukainya dan selalu merindukannya. Hal yang tak ingin ia tinggalkan saat bersamaku.

Aku berjalan ke dapur, menemukan ibuku dengan Tiffany sedang memotong labu, kurasa mereka akan membuat sup labu, dan masakan lainnya.

"Mom, kau sudah kembali?"

"Hmm," dijawabnya dengan gumaman.

Aku mengambil beberapa bahan yang akan dimasak lalu memotongnya, lalu mendengarkan hal – hal basa – basi yang dibicarakan oleh Tiffany dengan ibuku, seperti tanggalan, horoscope, dan lain – lain. Aku lebih memilih bergumam untuk menanggapi perkataan mereka. Tapi satu hal yang membuatku ingin menjambak mulut Tiffany. "Jongin, kau sudah putus dengan Ezra?" pertanyaan yang sama tidak pentingnya untuk ditanyakan denganku.

"Apa lelaki eksentrik itu lebih menarik dari pada dokter kaya seperti Ezra?"

"Aku belum putus dengannya, kami hanya hubungan jarak jauh." Kataku seadanya.

"Biasanya orang yang ditinggal pasangannya dengan status, ya, seperti hubungan jarak jauh akan berisiko untuk selingkuh di belakang hubungan mereka." Jujur aku ingin meninggalkan situasi seperti. Selalu begitu, Tiffany tidak pernah ingin untuk mengalah jika berhadapan denganku, ia akan mencari hal yang membuatku terpuruk hingga tidak tahu untuk melakukan apapun.

Friends with benefitWhere stories live. Discover now