6

1.8K 70 4
                                    

Sehun mengantarku kembali ke flatku. Setelah kejadian itu ia terlihat marah, mungkin ia sedang sensitive. Aku tidak mengerti dengan apa yang aku rasakan sekarang, jantungku berdetak lebih cepat dari pada sebelumnya. Bukan, karena merasa senang atau apapun, aku sedang bingung dengan apa yang ia lakukan pada Kris. Seharusnya karena kami tidak berhubungan, ia bisa saja menyerahkan diriku saat itu kepada Kris. Tapi aku mengingat perkataan Sehun yang mengatakan bahwa Kris itu pria brengsek. Hei, ia juga sangat brengsek.

Sehun meninggalkanku lagi setelah kami bercinta, aku merasa menjadi seorang yang paling menderita saat ini. Sesosok dalam batinku, meraung – raung sedih sambil mencakar – cakar dinding kamarnya hingga terdengar seperti memikik kesakitan. Aku saja merinding memikirkannya.

Terkadang aku merasa sedih, karena ia meninggalkanku setelah kami bercinta, entah itu dengan alasannya yang sedang sibuk. Bisakah ia bersamaku setelah kami bercinta? Aku masih mengingatnya saat ia memintaku hanya tidur bersama tanpa menyentuhku. Saat itu aku senang bahwa ia memintaku tidur bersama, tapi merasa sedih karena tidak bisa menyentuh dirinya. Pikiranku melayang – layang memikirkan dirinya. Terlihat bodoh bahwa diriku bisa merindukannya, padahal kami hanya sebatas teman.

Aku berada di kamar merapikan tempat tidur. Kembali kejadian – kejadian sebelumnya terulang di dalam otakku. Aku merapikan sprei yang terlihat kusut, Sehun tidak pernah bermain dengan lembut. Aku meringis memikirkan kejadian itu. Tapi aku juga tersenyum konyol seperti orang gila mengingat itu.

Aku ingin memiliki sesuatu yang lebih saat bersama Sehun, tapi apa mungkin jangan terlalu banyak berharap dengannya. Sehun juga hanya terlihat biasa saja.

Aku membaringkan tubuhku ke kasur empuk kamarku. Aku merasa nyaman saat berada di sini, dulu yang kukira di New York akan terasa tersingkirkan, tak tahunya di luar ekspetasiku. Mereka sangat ramah dengan orang lain, meski banyak orang Amerika dikatakan cuek.

Aku pun juga tidak mengerti mengapa Sehun bisa berada di Amerika, padahal ia orang korea. Dari kesimpulan yang kupikirkan kami berdua sama – sama menjauhkan diri dari masalah kami masing – masing. Aku yang pergi karena ayahku juga berpisah dengan ibuku. Lalu dengan Sehun yang tidak memiliki masalah yang jelas di mataku. Aku tidak pernah menanyakan itu kepadanya.

Berbaring di tempat tidur itu adalah hal yang paling menyenangkan, seperti tidak memiliki beban sekecil apapun.

Tak lama kemudian aku tertidur, meski hanya beberapa jam.
.
.
.
.
.

Pukul tujuh pagi aku terbangung dengan matahari sudah memberikan kehangatannya. Angin musim gugur terasa begitu hangat karena matahari masih memancarkan cahaya kehangatannya. Aku membuka pintu kamar untuk pergi ke dapur, melihat Mark yang sudah pulang. Ia sedang membuka kulkas, sepertinya ingin minum atau ingin sarapan. Merasa asing karena aku bisa bangun jam tujuh pagi padahal aku tidur pukul tiga pagi, setelah Sehun mengantarku pulang.

"Kau sudah pulang," ucapku memulai percakapan dengannya.

Selama seminggu ini Mark tidak pulang ke flat kami dan aku merasakan kerinduan padanya, karena ia teman satu apartemenku.
Mark tersenyum sambil meminum air mineral yang digenggamnya.

"Pacarku sedang sendirian di rumah, maka dari itu aku harus menemaninya. Maafkan aku, Kai."

Aku tersenyum canggung menanggapi perkataannya.

"Kau tidak merasakan kesepian, kan?"

Jujur aku merasakan kesepian saat aku harus tidur sendirian tanpa dirinya di dalam flat ini. Tapi karena Sehun sering mengunjungiku meski sekedar mengantarku ke kampus atau yang lain. Kau pasti tahu apa maksud diriku yang lain, meski saat aku dan Sehun bersama aku merasakan ada sesuatu, karena kehampaan itu menghilang. Tapi setelah Sehun meninggalkanku sendirian, seperti ia pergi setelah kami bercinta.

Friends with benefitWhere stories live. Discover now