5

2.3K 91 5
                                    

Tak berselang lama, selama aku tidur. Kepalaku masih pusing memikirkan semua hal yang terjadi di beberapa hari yang lalu. Aku terbangun di malam hari kira - kira jam 8 malam, dan menerima sebuah pesan dari Sehun. Mengingat dirinya yang yang tadi sedang berbicara dengan ornag lain. Ia menanyakan bahwa di mana diriku, setelah kejadian di perpustakaan. Aku menjawab pesannya memberitahukan bahwa aku sudah di apartemen sekarang, ketiduran.

Besok adalah perayaan Thanks Giving, perayaan yang jatuh pada hari Kamis minggu pertama pada bulan November, ingin hati bertemu ibuku besok, tapi kurasa tidak memungkinkan.

Aku menelpon ibuku yang sedang berada di Jacksonville, tak berselang lama ia langsung menjawab teleponku.

"Hallo, Mom." Aku ingin mendengar suaranya, bukan hanya sekedar rindu kepada dirinya yang selalu bersamaku setelah bertahun - tahun hanya tinggal berdua. Seharusnya besok kami bisa bertemu tapi waktu tidak memungkin bahwa waktu jarak tempuh sehari ke Jacksonville tidak cukup, dan juga aku harus mengurus tugas esai untuk minggu depan. Semester tahun ini cukup berat, karena banyak materi sastra yang sulit.

"Jongin, aku rindu padamu sayang." Tanganku bergetar mendengar suaranya, suara yang lama kurindukan. Aku terlalu sibuk dengan kuliahku. Meski baru beberapa bulan lalu kami tidak bertemu, tapi aku sudah rindu dengan sosoknya.

"Mom, maaf aku tidak bisa ke sana."

Kurasa ia tersenyum miris, "Aku mengerti dengan situasimu, sayang."

"Tapi aku ingin bertemu denganmu,"

"Kapan - kapan aku akan mengunjungimu." Aku bisa merasakan bahwa ia tersenyum pada kalimat ini. Aku mencintai ibuku yang berjuang keras untuk kami berdua. Memang ia pernah mengalami masa kesulitan saat ayahku meninggalkan dirinya dan aku. Tapi ia adalah sesosok wanita yang tangguh dalam menyingkapi situasi yang rumit, tidak seperti diriku yang akan pasrah dengan semua ini.

"Jongin, bagaimana hubunganmu dengan Ezra, pacarmu yang seorang dokter itu."

"Kami baik - baik saja." Ucapku singkat.

Ezra lelaki yang baik, sangat baik. Ia tidak pernah berprangka buruk ataupun cemburu saat aku sedang bersama dengan orang lain. Ia memberiku kelonggaran hubungan pada satu sama lain.

"Oh, baguslah."

Kudengar pintu kamarku terbuka, aku tersentak kaget melihat Sehun sudah ada di depan ranjang berdiri dengan tatapan tajamnya yang mengintimidasi diriku. Sempat aku bergetar saat ia tiba - tiba datang tanpa menghubungi diriku terlebih dahulu.

Sesosok dalam diriku ingin melempar kursi panasnya yang beberapa hari lalu ia betulkan karena kursi tersebut rusak. Pria muka rata ini seperti sedang tidak dalam situasi hati yang mengenakan.

"Kau kenapa, Jongin." Sudah terdengar jelas bahwa ibuku sedang mengkhawatirkan diriku, karena diriku yang tadi terpekik melihat Sehun datang secara tiba - tiba dengan hentakan pintu yang sukses membuat diriku gemetar ketakutan. Ia mungkin sedang tidak waras sekarang.

"Aku tidak apa - apa, aku mencintaimu, Mom." Aku memutuskan sambungan telepon dari ibuku.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Ke mana saja kau sejak dari perpustakaan?" Tanya dengan nada mengintimidasi diriku. Ia melupakan pertanyaanku.

"Seharusnya aku yang menanyakan itu padamu, Sehun. Setelah meninggalkanku kau pergi ke mana, Sehun?" tak kalah darinya mengucapkan dirinya dengan nada yang tak kalah mengintimidasi. Walaupun ia tahu bahwa aku sedang marah, tapi ia berdecak kesal.

"Aku tetap berada di kampus."

Aku diam menatap wajahnya yang mencoba mengelak dari tatapanku. Mengapa ia harus menyembunyikannya jelas- jelas ia tadi bertemu dengan perempuan yang tidak kukenal namanya itu. Lagipula mengapa ia ingin tahu aku pergi ke mana saja, Sehun seperti seorang yang sedang khawatir. Sesosok di dalam batinku menyeringai kotor memikirkan wajah Sehun yang mencari diriku.

Friends with benefitWhere stories live. Discover now