Sikap Wajar

5.5K 795 52
                                    

"Good job,Han. You did a very shameful experience."

***

Pagi hari ini terasa sangat berat untuk kujalani. Sebenarnya Karina telah berpuluh-puluh kali menyemangatiku dan memintaku agar bersikap sewajarnya seperti yang Ricky lakukan padaku tetapi itu sama sekali tidak manjur bagiku. Aku tetap merasa deg deg an dan khawatir tentang perkataan Karina semalam. Bagaimana jika Ricky tersinggung karena pada masa dimana aku berciuman dengan Steven (seperti karangan Karina semalam), aku sedang berhubungan dengan Ricky. Tunggu. Apa yang sedang coba kupikirkan?

Aku menepuk pipiku sambil menaiki anak tangga. Pada saat bersamaan, aku berpapasan dengan Ricky di tangga seberang. Laki-laki itu selalu terlihat maskulin dan tampan seperti biasa dengan kemeja berwarna putih. Aku menjadi gugup. Bagaimana aku harus menyapanya setelah kejadian semalam dan apakah Nico akan membalas sapaanku?

Kuputuskan untuk menyapa Ricky (mengingat bahwa dia kini telah menjadi manager ku) tetapi Ricky lebih dahulu masuk ke dalam ruangan bertuliskan staff only sebelum aku benar-benar sempat menyapanya.

"Baru datang,Han? Tumben lama." Oppy mengejutkanku karena tiba-tiba memukul bahuku dari belakang.

"Macet." kilahku padahal yang sebenarnya adalah aku kesulitan untuk tidur dikarenakan memikirkan caraku untuk berhadapan dengan Ricky hari ini. Kami masuk bersamaan ke dalam ruangan. Tumpukan kertas yang akan ku fotokopi sedang menantiku. Aku bergegas menuju mesin fotokopi saat kudengar pintu ruangan Ricky terbuka. Tak sadar aku memelankan langkahku dan menyelipkan rambutku ke belakang telinga.

"Py. Kamu sibuk?"

"Lagi issued original document semua pak. Ada apa pak?"

"Urgent ngga,Py? Boleh tolong kamu input data ini dulu?"

"Wah. Buyer lagi pada mau minta original document nya pak. Kalau Hanna yang input boleh pak?"

Tunggu. Mengapa namaku disebut? Aku bergegas 'sibuk' dengan fotokopianku saat aku mendengar Oppy memanggilku. Aku tidak punya pilihan lain untuk menanggapi Oppy. Aku mencoba bersikap sewajarnya menghampiri mereka saat kurasakan Ricky dengan menatapku dengan lekat. Apakah ini hanya perasaanku saja? Aku merasa Ricky seperti akan melahapku hidup-hidup.

"Hanna. Dalam satu jam ke depan, saya mau data lengkap ini sudah dikirim ke email saya ya." Ricky menyerahkan kertas dengan ketinggian lima puluh senti meter padaku. Aku menerimanya dengan hati-hati.

"Siap,Pak." balasku sopan

Aku berencana untuk bergegas menyalakan komputer di atas mejaku tetapi karena langkahku yang tergesa-gesa atau karena high heels merahku yang ketinggian, aku malah terpelekok jatuh. Kertas-kertas yang diserahkan Ricky padaku menjadi berceceran di lantai. Memalukan sekali! Aku mengumpat dalam hati sambil mengutip kertas yang berantakan itu.

"Sorry,Pak. Hanna mungkin masih belum terbiasa." Oppy berujar sopan pada Ricky sementara aku tidak memiliki kekuatan agar menatap Ricky. Aku masih terlalu malu untuk melihatnya dalam kondisi seperti ini.

"Gimana si Hiruka? Masih sakit?" tanya Ricky

"Iya pak. Diopname di Rumah sakit Budi Jaya." Jawab Oppy sopan

"Kapan mau dijenguk?"

"Besok mungkin pak."

Aku baru mau mengangkat kepalaku saat melihat sepatu Ricky mulai menjauh tetapi suara Oppy mengagalkannya. Aku kembali menunduk sambil mengutip kertas-kertas tadi.

Blooming MemoriesWhere stories live. Discover now