Chapter 6: Kalah dalam permainan

2.2K 73 3
                                    

  Aku terbangun dari tidurku, lalu menatap ke sekililing ruangan. Di sudut ruangan terdapat sebuah kasur yang berdebu dan bercak darah yang mengering. Di sebelah kiriku terdapat sebuah lemari kayu yang telah rapuh di makan usia. Dan tepat di belakangku terdapat seorang anak kecil yang tengah menjahit lehernya.

   " Apa yang baru saja terjadi?" Tanyaku dengan suara yang sedikit serak

   Anak itu mengangkatkan kepalanya, lalu menatapku dengan tatapan yang mengerikan. Tangannya yang sudah terlatih itu dengan cepatnya menjahit lehernya hingga menyatu dengan kepalanya. Diguntingnya benang itu, lalu menatapku sambil duduk di atas kursi.

  " Kau telah menyakiti adiknya" Ucapnya dengan tatapan yang sangat mengerikan

  "Apa maksudmu?' Tanyaku dengan penuh tanda tanya

  " Apakah kau mengingat korban terakhirmu?" Tanya anak itu, sambil melipatkan kedua tangannya

  Aku berpikir sejenak, lalu menjawab " Aku tidak ingat siapa korban terakhirku, tapi aku ingat kalau ada dua manusia yang mengaku ngaku sebagai korban" 

  " Nah, itu dia! Mereka itu kakak beradik yang tersesat di sekitar sini, lalu kau menemukan mereka dan menjadikan mereka sebagai korbanmu." Ucapnya, lalu menatapku dengan tatapan yang tajam " Dan kau melukai mereka bedua, mereka bukanlah orang jahat yang kau pikirkan" Tambahnya lagi

  Aku hanya memutar mataku, lalu mengusap kepalaku yang terasa sakit "Kenapa kepalaku terasa sakit ya?" 

  " Kepalamu baru saja dipukul oleh salah satu dari mereka berdua. Namanya adalah Joe, dan adiknya Clara" 

  Aku hanya ber-ohh kecil, lalu berusaha berdiri tegak. Gambaran gambaran mimpi itu berkelibat di kepalaku. Seperti sebuah video yang di reset berulang ulang. Ketika kakiku melangkah ke depan, sebuah tangan tiba tiba saja menggengam kakiku dengan erat, lalu menarik kakiku hingga aku terjatuh.

  " ANTARKAN AKU PULANG ATAU KUBUNUH KAU DENGAN TANGAKU SENDIRI!!" 

  Suara teriakan itu sama sekali tidak mengagetkanku, justru malah membuatku tersenyum menngejek. Manusia itu mengarahkan senjata nya tepat di kepalaku, lalu menggigit kakiku hingga berdarah. 

  " Kau bodoh sekali, tentu saja ia tak akan mati" Ucap anak itu sambil memutarkan kedua bola matanya

  "SIAPA KAU!" Tanya manusia itu yang terdengar seperti teriakan

  " Kau tak perlu takut denganku, yang harus kau takutkan adalah perempuan yang baru saja kau todong dengan senjata tak berguna mu itu. Dia sangat sadis" Jawab anak itu,  sambil meraba raba jahitannya yang terasa kasar.

  Aku berdiri dengan santai, menggeraikan rambutku yang panjang, dan tersenyum licik kepada manusia itu. " Saatnya permainan dimulai" 

***

  " Enaknya kita apakan dia?" Tanyaku, lalu meraih kapak yang tergeletak di meja

  " Kita gorok kepalanya dengan kapak itu, lalu kita cincang cincang dagingnya" Jawab anak itu, lalu meraih pisau yang menancap di punggungku

  Aku tersenyum mendengar jawaban yang menyenangkan itu. Lalu memainkan ujung rambutku dan mendekatinya dengan perlahan. 

  " Apakah kau bisa melihat rambutku yang indah ini?" Tanya ku, sambil mengetuk ketukkan ujung ganggang kapak itu

 Ia mengganguk pelan

  " Apakah rambutnya tercium seperti ikan asin?" Tanya anak itu yang langsung kutatap dengan tatapan tajam

 Ia menggelengkan kepalanya pelan

  " Apakah rambutku terlihat cocok dengan kepalanya?" Tanyaku, lalu menarik rambutku hingga terlepas dari kulit kepalaku, dan kupasangkan rambutku pada kepala anak itu

  Ia mengganguk pelan

  " Jawaban salah. Aku yang bagian mencincang dagingnya, dan kau yang bagian gorok kepalanya oke" Ucap ku yang disambut dengan anggukan mantap

  " Oke, mari kita akhiri permainan ini" Jawab anak itu dengan semangat yang berkobar kobar

  " ARRRGGGHHHHHHHHH!!!!!!!!!!!" 

***

  Kepala tanpa tubuh itu mengelinding dengan perlahan, tubuhnya yang isinya telah berceceran dimana mana tergelatak di atas meja. Aku dan anak itu hanya duduk di sofa, larut dengan pikirannya masing masing. Jari jemariku menelusuri di setiap ujung kapak, lalu memainkan bercak bercak darah yang menempel. Sedangkan anak itu, ia hanya menggulung gulungkan usus korbannya seperti menggulung gulungkan spageti raksasa yang pastinya tidak selezat spagetti yang kalian kira. 

  " Huh, aku bosan.." Ucap anak itu, lalu mengusap usap jahitan di lehernya

  " Cari korban, yuk?" Ajakku, membuat anak itu melonjak lonjak kegirangan

  DUAKKK!!! Tiba tiba saja, sebuah kursi yang berada di sudut ruangan itu jatuh dan memperlihatkan seorang manusia yang tengah bersembunyi dibaliknya

  " Siapa itu?" Tanyaku

  " Huh, dia korbanmu kemarin" Jawab anak itu, sambil menaikkan alisnya

  " Mari kita lanjutkan permainan yang sempat tertunda itu?" Ajakku, membuat manusia itu membelalakkan matanya

  Anak itu melebarkan matanya yang berseri seri, lalu menundukkan kepalanya. Ia menggeleng pelan, lalu menatapku dengan tatapan memohon.

  " Lebih baik kita cari korban yang lain saja, manusia itu tidak sejahat yang kau kira." Ucap anak itu,  lalu tersenyum manis pada manusia yang masih diam membeku

  " Namamu Joe bukan?" Tanyaku pada manusia itu

  Ia mengganguk pelan, lalu menaikkan kembali kursi itu dan bersembunyi di baliknya. Aku dan anak itu saling menatap satu sama lain, lalu mengganguk mantap. Kakiku melangkah menuju arah kursi itu berada. Lalu mengintip ke belakangnya, dan menemukan Joe yang tengah mengusap luka adiknya itu. 

  " Lebih baik kau pergi dari rumah ini daripada kau akan menjadi korbanku lagi" Ucapku, lalu menunjukkan pintu keluar

  Joe hanya mengganguk pelan, lalu menggendong adiknya yang masih tertidur pulas dan melangkahkan kakinya menuju kebebasan. Ini untuk pertama kalinya aku membiarkan korbanku pergi menuju kemenangan. Ya, aku kalah. Aku kalah dalam permainanku sendiri. Aku tak menyangka akan hal ini. Padahal, hampir semua korban tak ada yang berhasil memenangkan permainan ini. 

  Anak itu menepuk pundakku, lalu melangkahkan kakinya menuju ke jendela. Disana, ia memperhatikan kedua manusia pergi menyelamatkan diri. Aku terpaku, ketika melihat jahitannya yang mulai mengendur secara perlahan dan KRAAAAKKK!!!!

   Kepala itu mengelinding tepat ke arahku. Aku hanya terdiam termangu, menatapi sebuah kepala tanpa badan yang mengenaskan. 

  " Terimakasih" Ucap kepala itu

  Entah sejak kapan tubuh anak itu berada tepat di hadapanku, kedua tangannya mengambil kepalanya itu dan memasangkan kembali pada lehernya. 

  " Terimakasih untuk apa?" Tanyaku, lalu membetulkan posisi kepalanya

  " Terimakasih telah mengajakku bermain bersamamu" Ucap anak itu dengan tampang ceria

  Aku hanya mengganguk pelan, lalu tersenyum senang....

Hai readers^^ Akhirnya selesai juga chapter yang keenam ini. Awalnya aku binggung, nih mau aku apain ya kedua manusia itu. Akhirnyaa.. aku putuskan untuk membebaskan mereka berduaa. Maaf klo cerita ini mulai rada ga jelas...^^! keep reading ya!

Next chapter >>>>>>>>

Horor GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang