6. ʜɪꜱ ɪʟʟɴᴇꜱꜱ, ᴀʟᴢʜᴇɪᴍᴇʀ

Start from the beginning
                                    

"Peduli setan, Jung!" Mengeluarkan dompet, lelaki dengan dua kancing teratas yang terbuka itu mengeluarkan beberapa lembar uang dan melemparnya asal ke arah Hoseok. "Cepat beli dan ambil saja kembaliannya untukmu."

Astaga. Ingatkan Hoseok untuk tidak menyabet senapan yang tersimpan di markas ini dan menarik pelatuknya ke arah dada Taehyung. Menghela napas, si Jung itu pun memungut uang yang berserakan di dekat kakinya, menghitung nominal dan menyadari bahwa lumayan banyak kembalian yang bisa ia dapatkan dari membelikan Taehyung dua botol bir.

Melewati rekan sejawat yang juga tengah berkutat dengan pekerjaan tentu bukanlah hal yang mudah. Hoseok kerap ditanyai mau kemana dia saat malam-malam seperti ini, terlebih laporan yang masuk hari ini amatlah banyak. Namun, berkat ekstrakulikulernya sewaktu SMA-bermain teater-tentu Hoseok bisa dengan mudah berlakon dan mengatakan bahwa ia sedikit pusing dan ingin pergi ke apotek seberang untuk membeli obat.

Bir dan obat. Dua benda yang amat jauh. Tapi tak apa. Selagi ia bisa lolos dari ragam pertanyaan yang terus menyambutnya hingga ke ambang pintu, Hoseok tak mau memusingkannya. Namun, ia memiliki kendala tersendiri kala tak sengaja bertemu dengan seseorang yang memiliki pangkat lebih tinggi darinya. Letnan Im, begitu para orang di sini memanggilnya. Dengan model rambut jaman dulu, lelaki berkepala lima itu menanyakan hal yang sama seperti yang lain.

"Mau kemana, Seok?"

"Membeli obat, Letnan. Saya merasa sedikit pusing dan tidak enak badan."

"Ah, begitu, ya." Letnan Im nampak merogoh saku celana bahannya dan mengeluarkan lembaran uang. "Saya titip kondom, ya," bisiknya. Takut yang lain mendengar.

Kendati enggan karena Hoseok-berani sumpah-tidak pernah membeli alat kontrasepsi tersebut, nyatanya ia tak bisa menolak. Letnan Im adalah seniornya di sini. Sudah sewajarnya bagi para junior untuk menurut ketika di suruh ini dan itu (kendati hal seperti ini tidaklah tercantum pada lembar peraturan mereka). Cap orang teladan dan baik itu bergantung pada sikap mereka kepada yang lebih tua. Entah dari mana peraturan tersebut berasal, yang pasti Hoseok tetap mematuhinya.

Lima belas menit berada di luar, nyaris membuat Hoseok membeku. Bibirnya gemetar dengan gigi-gigi yang bergemeletuk pelan. Satu tangan ia gunakan untuk menenteng kantong plastik hitam berisi dua kotak kondom, dan satu lainnya ia tiup pelan—membuat kehangatan kecil untuk dirinya bawa sepanjang perjalanan pulang. Dua botol bir milik Taehyung sudah ia benamkan di dalam baju; tepatnya di pinggang, terapit oleh kulit dan juga karet celananya.

"Letnan Im," ujarnya memanggil seseorang di balik meja komputer. "Ini pesanan Anda."

Rasanya wajah Hoseok sudah memerah bak kepiting rebus saat menyodorkan alat kontrasepsi dengan kotaknya yang berwarna merah. Letnan Im tersenyum sumringah sembari menyambut benda tersebut. Astaga, pasti dia sudah tak sabar lagi untuk melakukan itu dengan istrinya di rumah.

Bergidik geli, Hoseok membawa kakinya berayun pelan menuju meja kerja Taehyung. Lelaki itu nampak lebih mengenaskan sekarang. Surai hitamnya teracak asal-sedikit lepek di bagian poni, kedua kaki jenjang yang disilangkan di atas meja, serta kemeja hitam dengan kancing yang sepenuhnya terbuka-mengekspos kaos senada yang mengecap tubuhnya pas.

"Tangkap," ujar Hoseok sembari melempar botol-botol kaca itu secara bergantian. Taehyung refleks menangkap dengan cepat. Tanpa berkata lebih banyak lagi, lelaki itu lekas membuka tutupnya kasar, meneguk dengan terburu-buru hingga cairan tersebut tumpah membasahi leher. "Kurasa cara kau mati pun tak jauh berbeda seperti ini. Tersedak bir atau malah tersedak botolnya sekalian."

"Diam. Aku tidak ingin mendengar celotehan tak bergunamu," ujar Taehyung di sela-sela tegukannya. Hal tersebut membuat Hoseok menggeram sebal. Sia-sia rasanya ia pergi membelikan bedebah ini apa yang dia ingikan. Ungkapan terima kasih saja tak diucapkan.

Enigma, The Shadow [Re-write] | ✔Where stories live. Discover now