Vicious (Part 5)

352 19 4
                                    

by Akane

     Ternyata sama saja. Mungkin jiwa labilku mulai muncul. Jiwa labil ya. Entah darimana aku menemukan kata-kata itu. Aku ingin tertawa. Tapi kurasa cukup tersenyum geli saja. Jalan setapak penuh ilalang ini selalu sepi. Memang seperti ini seharusnya. Dan akan tetap begini. Karena aku lah yang akan selalu menemani mereka tumbuh semakin liar. 

     Tapi mereka tidak peduli jika kutemani atau tidak. Sepertinya lebih tepat jika aku membuat diriku menemani mereka. Haha. Menyedihkan? Tidak juga. Aku menikmatinya. Ini masih terlalu awal. Masih terlalu jauh perbandingannya dengan apa yang terjadi saat itu. Saat dimana gelap adalah segalanya. Aku sudah lupa bagaimana sakitnya. Yang kuingat hanyalah ketika aku menggigil untuk pertama kalinya. Kalau diingat-ingat lagi, kenapa aku harus menggigil ketakutan saat itu. Lucu.

     Saatnya aku kembali ke ruanganku. Dia pasti merindukanku.

--------

     Tubuhku tidak bisa bergerak. Sial! Bau darahku sendiri ternyata menjijikan sekali. Bahkan sakit dan perih beberapa saat lalu berubah hingga mati rasa. Aku tidak menyangka dia melakukan hal seperti ini. Ada sebersit rasa senang mengetahui dia bahkan lebih liar dari bayanganku dulu. Ck, ada apa denganku. Ini bukan saatnya memikirkan hal seperti ini. 

     Suara langkah kaki siapa ini? Ah, gadis itu. Dia berjalan mendekat. Bahkan dia masih tidak berekspresi setelah apa yang dilakukan padaku. 

     "Ini, minumlah"

     Bahkan bibirku terkatup susah bicara

     "Kau tidak bisa minum?"

     Aku menggeleng lemah.

     "Dasar manja." 

     Kurang ajar. Berani sekali dia. Tidak akan kubiarkan harga diriku terinjak oleh gadis ingusan. Aku merutuki badanku sendiri. Kenapa berat sekali di gerakkan.

     "Akan kubantu."

     Dia menekankan gelas ke mulutku, seolah aku seekor anak anjing kelaparan yang perlu diberi susu. Aku tidak bisa meneguk lagi, sudah cukup, dan dia belum berhenti menekan gelas di mulutku. Kudorong gelas kesamping hingga terlepas dari tangannya dan jatuh di lantai dengan air yang berceceran. Leherku terasa sakit. 

     Dia mengambil gelas dan meletakkannya di nakas dekat piano. Aku sedikit lega ketika dia menjauh dariku. Tapi kelegaan itu tidak bertahan lama. Dia berjalan mendekat dan duduk di sampingku lagi. Kali ini apa yang akan dia lakukan.

     Nafasku tercekat.

     Dia tersenyum.

     Tangannya perlahan membelai kulit wajahku. Jarinya menyusuri lekuk mataku, pipiku, hingga turun ke leher dan dadaku. Seketika darahku berdesir. Aku menatap matanya yang semakin mendekat. Wajahnya hampir menyentuh leherku. Dia menghembuskan nafas di lekukan leherku. Seluruh badanku tiba-tiba menjadi panas. Gadis ini, sejak kapan bisa seperti ini. Dia terus menyentuhkan hidungnya perlahan ke leherku sembari jarinya tidak berhenti menyusuri kulit dadaku. Nafasku semakin memburu. 

     Kemudian dia berbisik,

     "Derry, kau akan punya 3 profesi di sini,"

     Tanpa kusadari, tangannya telah menggenggam pisau kecil.

     "Mau tau apa saja profesimu?"

     Ujung benda tajam itu kini menggantikan jarinya menyusuri kulit tubuhku perlahan.

     "Kau akan jadi..."

     "Mainan, peliharaan, sekaligus pelayanku."

The AntagonistWo Geschichten leben. Entdecke jetzt