Rebel Heart - ١

92 9 0
                                    

الجزء الاول

- Part 1 -

اهلن و سهلن فی النهار الجحنم
"Welcome to The Jahannam Hell"

***

ALISHA membuka sunglass hitamnya, membuat bola matanya yang hampir keluar menjadi tampak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ALISHA membuka sunglass hitamnya, membuat bola matanya yang hampir keluar menjadi tampak. Mulutnya menganga membentuk huruf O besar, sebelum akhirnya mengeluarkan pekikan panjang, "No no no, you must be kidding me, Mom. It's not serious, right?"

Amara--wanita yang disebut Alisha sebagai mom tadi--menjawab disertai desahan panjang, "Kamu pikir aja sendiri. Mana ada orang yang sudi bela-belain capek di perjalanan selama 4 jam, macet-macetan, cuma buat bercanda?"

Mata Alisha makin melotot mendengar jawaban mamanya. Nope. That's imposibble to happen. Mamanya itu memang terkadang punya selera humor yang ekstrim. Dan ini mungkin salah satu dari episode kambuhnya mama. Mama gak mungkin sejahat itu.

Atau ini cuma mimpi? Ya, ini pasti mimpi. Mimpi buruk.

"Udah gak usah nabok-nabok pipi segala. Ini bukan mimpi, tau. Kejadian kamu di D.O dari SMA-mu itu juga fakta, kok. Kenyataan hakiki yang gak bisa dielak lagi." Celetukan Amara membuat ekspresi wajah Alisha makin pias tak karuan.

Pupus harapan dengan sang mama, Alisha pun beralih ke sang papa. "Papa...! Please bilang kalo mama cuma bercanda. Kalian gak mungkin sejaha-" ucapan Alisha mengambang di udara, dan lagi-lagi berganti begitu saja menjadi teriakan, begitu melihat papanya mulai menurunkan koper dan tas (yang bahkan Alisha tak sadari keberadaannya) dari bagasi mobil.

"What?! Ini tas siapa? Sejak kapan juga koper aku bisa ada disini? Nah, ini juga apa?"

Alisha menatap histeris koper cokelat kulit kesayangannya yang kini sudah diletakkan begitu saja diatas jalan berbatu oleh Firdaus--sang papa. Ia buru-buru menghampiri kopernya, dan memeluk benda itu erat-erat. Matanya tak berhenti memicing, mengawasi pergerakan Firdaus yang masih sibuk mengeluarkan plastik dan tas besar dari bagasi.

"Mama sama Papa tuh apa-apaan sih?! Kalian mau buang Alisha di sini, gitu? Kalian kejam bangeeet! Padahal Alisha 'kan anak cewek kalian satu-satunya!"

Tak peduli dengan usianya yang sudah dewasa dan sah untuk mendapat KTP, Alisha tetap nekat duduk di jalanan. Dengan posisi setia memeluk koper, cewek itu pun meraung-raung. Mengeluarkan semua rengekan manja dan ekspresi memelas yang biasanya ampuh untuk meluluhkan hati kedua orangtuanya.

Tapi sudah 10 menit Alisha melakukan hal itu, tak ada juga respon bagus yang ia terima. Papanya tetap setia dengan wajah datar, sementara sang mama memasang wajah bosan sambil sesekali melihat arloji di tangan kirinya.

"Sudah acara merengeknya? Dion bahkan gak se-childish kamu kalo lagi rewel. Harusnya kamu itu malu. Gak inget kalo bulan lalu baru aja sweet seventeen? Kalo mama tau kamu masih kayak gini, gak bakal mama buang duit buat bikinin kamu pesta begituan."

Jleb. Mamanya ini beli asahan mulut di mana sih? Masa tega-teganya membandingkan Alisha dengan Dion--sepupunya yang baru berusia 2 tahun? Ya, meskipun ada benarnya, tapi gak seharusnya mama sejujur dan sefrontal itu juga, kali!

"Alisha gak mau dibawa ke sini mamaaaa! Pokoknya Alisha mau pulang! Ayo kita pulang!"

"Kata siapa kamu bisa pulang? Enak aja. Cukup mama papa yang pulang ke rumah. You. Stay. Right. Here."

Mata Alisha--entah untuk kesekian kalinya hari ini--kembali membelo. Belum sempat juga ia membantah, suara dering telepon milik Amara lebih dulu menyela.

Amara mengangkat telepon tersebut setelah sebelumnya melontarkan satu pelototan tajam kepada putrinya. Isyarat keras agar Alisha tutup mulut.

"Wa'alaikumsalam,"

"...Iya ini baru aja sampai,"

"...Biasalah, anak saya bikin drama nangis-nangisan dulu. Kedengaran sampai dalam, ya?"

"...Iya, kita juga udah mau masuk kok,"

"...Oke, siap,"

"...Iya, wa'alaikumsalam."

Telepon ditutup. Meninggalkan seulas senyum penuh makna di bibir Amara.

"Cepat bawa masuk semua barang-barang. Kita sudah ditunggu!"

Firdaus bergerak lebih dulu mengikuti istrinya. Meninggalkan Alisha yang masih terduduk di jalanan bersama dengan koper cokelatnya.

Sebersit pikiran untuk kabur baru saja melintas di kepala Alisha, namun suara Firdaus lebih dulu menyela, "Berencana untuk kabur, sayang? If yes, you need to look around. Yakin kamu tahu jalan? Emang berani? FYI, di sini banyak begal, lho."

Dengan nyali yang mulai ciut, Alisha mengikuti juga instruksi papanya. Kepalanya berputar untuk menjelajah ke sekitar.

And damn it. Papanya tak bohong. Ini benar-benar tempat antah-berantah. Ditambah dengan penyakit buta arahnya, Alisha merasa hidupnya benar-benar sempurna.

Sempurna terjebak dalam neraka, maksudnya.

Melihat Papa dan Mamanya mulai menjauh, mau tak mau Alisha ikut beranjak. Ia seret koper yang merupakan hadiah dari abang keduanya itu dengan wajah yang bertekuk tak ikhlas.

Sebelum benar-benar masuk, Alisha menyempatkan diri untuk berhenti dan mendongak. Menatap gapura bercat putih dan hijau bertuliskan 'PONDOK PESANTREN DARUL FALAH' yang herannya, di mata Alisha justru terlihat seperti tulisan 'SELAMAT DATANG DI NERAKA JAHANNAM'.

Seraya mengentak-entakkan kaki, Alisha mempercepat langkahnya dan berteriak, "Just kill me, mom! I'd rather to die!"

***

Started at 02/09/2017

Rebel HeartWhere stories live. Discover now