D15 _ Terputus

12.9K 1.1K 51
                                    

Flashback tidak pernah saya italic atau ditulis flashback on.  Dalam kaidah kebahasaan tidak aturan semacam itu. Terima kasih.

============================

"Maaf, Lev. Nenek tak bisa merestui kalian," jawab Nyonya Tian Zi dengan wajah bimbang.

Harapan Levian memanfaatkan momen itu pun sia-sia. Dirinya harus siap kehilangan Niara untuk selamanya. Tak ada cara lagi untuk bisa mendapatkan mantan tunangannya itu.

Levian langsung menuang bir yang tersaji di depannya. Ia minum dengan sekali tegukan karena kesal.

Niara bingung hendak bagaimana. Suasana semakin tak menentu. Dirinya serba salah. Wanita ini memilih untuk segera pulang mengakhiri semua yang terjadi hari ini.

"Maaf, semuanya. Saya ingat kalau saya ada urusan penting. Jadi, tidak bisa berlama-lama di sini. Saya pamit," ujar Niara lembut dengan menatap satu per satu anggota keluarga Levian. Dirinya beranjak dari tempat duduknya. Berdiri, lalu membungkuk hormat.

"Biar aku antar, Ni." Levian juga ikut berdiri.

"Maaf, Nek. Saya izin mengantar Niara," lanjut Levian seraya menggandeng tangan Niara. Ia tak peduli dengan semua orang yang ada di sana. Pria ini dengan santainya meninggalkan meja makan, lalu menarik tangan Niara untuk segera menjauh dari rumah itu.

Niara hanya diam saja. Dirinya tak tahu apa yang ada dalam otak mantan tunangannya itu. Levian selalu membuat keputusan seenaknya sendiri.

"Kau tunggu di sini! Aku ambil mobil dulu," ujar Levian sambil merogoh sakunya untuk mengambil kuncinya.

Niara hanya mengangguk.

***

Senja yang pekat begitu terasa tak bersahabat. Malam yang indah berubah menjadi suram. Rintik air hujan yang semula menari santai bersama angin, kini menjadi berlari dengan keras. Begitu deras hujan mengguyur jalanan. Terpaksa mobil itu melaju begitu pelan bak siput.

Niara mengembuskan nafasnya pelan. Sementara manik mata Levian hanya tertuju pada jalanan. Dirinya tak bersuara sedari tadi.

"Shit!" pekik Levian kesal. Mobilnya sepertinya menelindas sebuah benda tajam. Terpaksa mereka harus terjebak di jalanan yang begitu gelap bersama petir yang menggelegar.

"Kenapa, Lev?" tanya Niara dengan wajah cemas.

"Sepertinya menelindas paku atau sejenisnya," terang Levian dengan raut wajah muram.

Niara merutuki harinya yang begitu sial.

"Terus kita bagaimana? Harus terjebak di sini. Lev, aku tidak membawa ponsel," terang Niara yang mengingat dirinya tadi terburu-buru sehingga ponselnya tertinggal di kamarnya.

"Sama. Hanya satu caranya lari menerobos hujan terus mencari taksi." Levian memandang jalanan yang begitu deras. Dirinya tak yakin kalau harus menerobos hujan. Namun, itu cara satu-satunya agar dia bisa terbebas dari kesialannya itu.

"Ayo," jawab Niara mantap.

Niara langsung membuka pintu mobil. Dikuti dengan Levian. Mereka benar-benar gila rupanya menerobos hujan yang begitu deras, padahal petir terus menggelegar.

Levian menggandeng tangan Niara erat. Mereka berlari menuju jalan raya. Niara terus menatap wajah Levian selama berlari.

Niara teringat sekali dengan ucapan Vano. Kembali melayang ingatannya ke masa remaja. Kala itu dirinya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Saat hujan deras dan petir menggelegar ia takut, tetapi Vano menggandeng tangannya erat. Mereka juga berlari pulang.

Difficult to Marry You (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang