"Gio ke-kenapa kamu menangis?" tanya Ayu sedih. Ia juga sedang menahan air matanya agar tak keluar begitu saja.

Gio hanya menggeleng sambil terus menunduk. Sesekali Gio mengusap air matanya kasar lalu menangis lagi. Hati Ayu semakin hancur di buatnya. Gio hanya diam, menunduk menatap sepatu jeleknya dalam diam.

"Sayang, jangan sedih begitu. Ayo ceritakan saja pada mama apa yang membuatmu sedih Gi" ucap Ayu di akhiri helaan nafas lemah.

Gio lagi-lagi menggeleng.

Ayu menghela nafas lagi sambil menyentuh bahu Gio.
"Gio ayo sini tatap mama, katakan apa yang membuatmu sedih" ucap Ayu. Ia terus memaksa Gio agar mau mengatakan apa yang membuatnya sedih.

"GIO IDAK PUNYA AYAH KAN MA?!
CEKALANG MANA AYAH MA MANA? MAMA BOONG hiks... Hiks... Hiks..." Selesai berkata begitu dengan nada tinggi Gio kecil langsung turun dari bangku dan berlari tak tentu arah.

Tubuh Ayu kaku, hatinya seperti diremas bagai kertas bekas dan di campakkan ke dalam tumpukan sampah.

Gio tidak punya ayah kan ma? Sekarang mana ayah ma mana? Mama bohong!

Mama bohong!

Gio tidak punya ayah!

Ayah mana?

Mama bohong!

Ada banyak suara-suara yang menghantui pikiran Ayu.

Gio akhirnya menyampaikan apa isi hatinya setelah sekian lama. Bocah itu benar-benar merasa di tipu selama ini oleh ibunya.

"Gio mama-" ucapan Ayu terpotong saat menyadari Gio sudah tidak berada di sampingnya lagi.

Ayu panik dan mencari Gio kemanapun tapi matanya tak menangkap sosok bocah kecil itu.
"Gio... Kamu dimana?!" Ayu panik  langsung berlari mengejar jalan komplek.

Jalanan sepi. Tak ada tanda-tanda Gio ada di sini. Ayu terus berlari dengan mata terus mencari-cari dimana keberadaan Gio. Tanpa di sadari air matanya menetes begitu saja tanpa di minta.

Putraku. Jika orang menganggapmu sebuah kesalahan maka aku menganggapmu anugrah yang indah. Tuhan menitipkanmu sebagai obat saat aku merindukan ayahmu. Tuhan menitipkanmu untuk membuatku selalu bahagia, dan tidak kesepian. Kau bahagiaku Gio, kau hidup dan matiku, kau nafasku sayang, dan kau segalanya bagiku. Batin Ayu dengan langkah terus berlari mencari Gio.

Hingga kakinya lelah, tubuhnya membungkuk memegang lutut dan mencoba mengatur nafas kembali.
"Gi dimana kamu? Kembalilah sayang" gumam Ayu sambil berdiri tegak dan mengusap air matanya.

Ayu berlari lagi hingga ia benar-benar merasa lelah. Di lihatnya sebuah bangku panjang di Taman. Ayu berjalan lesu dan duduk di bangku itu. Matanya terus mencari dimana Gio. Hanya jalanan kosong. Ayu terus menangis hingga terdengar suara isakan tangis pilu di balik pohon. Dengan cepat Ayu menghapus air matanya seraya bangkit berdiri. Ia berjalan ke belakang pohon.

Ada tubuh kecil di baliknya. Gio menangis sambil menenggelamkan kepala di sela lutut kakinya. Gio duduk memeluk kakinya dan menangis di sana.

"Hiks... Hiks... Hiks... Ayah... Ayah, Gio kangen ayah hiks... Mama jahat yah... Ayah hiks... Hiks..."

Bahkan Gio memanggil ayah, berharap sosok pria dewasa datang memeluk tubuh kecilnya sambil mengatakan.
Jangan bersedih nak, ini ayah. Ayah tidak akan pergi lagi darimu. Ayah menyayangimu, tenanglah sayang...

"Gio" panggil Ayu lemah.

Gio mendongak sekilas lalu melanjutkan tangisnya kembali. Ayu benar-benar merasa bersalah pada makhluk kecil itu. Perlahan ia berjongkok dan memeluk tubuh kecil putranya.

HappinessWhere stories live. Discover now