114 - Cerpen

67 7 8
                                    

Judul : Aku, Kau, senja, dan Alunan Biola
Username Wp: RanyChairunnissa
Tema : Masa lalu
Drabble/Cerpen : Cerpen

Hari ini, Kanaya datang ke pantai lebih awal. Ia tidak ingin terlambat seperti kemarin. Tiba-tiba, perhatiannya teralihkan ketika sebuah alunan musik biola terdengar di telinganya. Ia pun turun dari sepeda lalu memapahnya ke tepi dermaga dan memarkirnya di sana. Kanaya memperhatikan laki-laki yang sedang duduk di atas dermaga sambil memainkan biolanya. Alunan musik yang tercipta dari gesekan senar biola tersebut, entah kenapa membuat Kanaya seolah merasakan sesuatu yang berbeda. Seperti sebuah sayatan kesedihan dan rasa sakit yang mendominasi perasaan.
Kanaya berjalan menaiki dermaga dan berdiri sekitar lima langkah dari laki-laki di hadapannya. Ia tidak ingin mengganggu dan memilih untuk diam hingga laki-laki itu selesai memainkannya.

"Alunan biola yang sungguh indah," ucap Kanaya pelan.

Laki-laki di hadapannya menoleh dan mendapati seorang gadis yang sudah berdiri di sana entah sejak kapan. Ia pun tersenyum. "Terimakasih."

"Bisakah kau memainkannya lagi?"

Ia terdiam sesaat hingga akhirnya mengangguk.

"Kemarilah," ucapnya. Dengan senang hati, Kanaya berjalan menghampiri laki-laki itu dan duduk di sampingnya.

Ia mulai memaikan lagi biolanya, menciptakan emosi perasaan yang khas dari nada naik turun yang di mainkan dengan begitu tepat. Kanaya bisa merasakan ada kesedihan yang mendalam di sana.

"Kau suka?" tanyanya menatap Kanaya lembut.

"Eh? Tentu. Kau sangat pandai memainkannya."

"Boleh aku bertanya?" ucap Kanaya kemudian.

"Tentu."

"Musik yang baru saja kau nyanyikan itu ... kenapa ... maksudku ... aku merasakan sebuah kesedihan dalam nada tersebut. Apakah itu lagu sedih?" tanya Kanaya ragu.

Laki-laki di sampingnya tersenyum dan mengangguk.

"Itu adalah Violin Concerto in D Major. Salah satu lagu yang palih menyedihkan diantara 10 lagu biola sedih terbaik sepanjang masa. Karya Pyotr Ilycih Tchaikovsky pada tahun 1878. Ia mengalami kegagalan dalam pernikahannya, kemudian merasa terpuruk dan depresi. Karena itulah ia membuat lagu ini sebagai pemulihan kesedihan yang ia rasakan," paparnya.

Kanaya tersenyum, "Begitu, ya. Apa ... kau pun sedang merasakan hal yang sama? Em, maksudku patah hati, mungkin?" tanya Kanaya ragu dengan wajah polosnya.

Lagi-lagi ia tersenyum, "Tidak. Hanya saja aku menyukai alunan lagunya. Sangat menyentuh."

"Kau benar."

Sesaat keduanya hanya saling diam. Matahari sudah terbenam beberapa menit yang lalau. Angin mulai berhembus halus menerpa lulit Kanaya. Sesekali ia menatap laki-laki disampingnya. Entahlah, tapi Kanaya merasakan aura yang berbeda dan sulit di jabarkan.

"Apa kau penyuka senja?" tanyanya menatap Kanaya.

Kanaya mengangguk pelan. "Iya. Kau tahu? Senja selalu memberikan keajaibannya sendiri. Setiap kali aku menikmati senja, rasanya seolah menemukan ketenangan yang luar biasa. Kau akan mengerti merasakannya sendiri," papar Kanaya dengan mata yang berbinar.

"Seperti sebuah semangat untuk menjalani hidup?"

"Iya. Kau benar. Seperti itu. Warna jingganya seolah memberiku kekuatan untuk memulai hari esok, esoknya lagi, dan seterusnya."

"Begitu, ya?"

Dengan cepat Kanaya mengangguk.

"Siapa namamu?" tanya Kanaya kemudian.

Mensive 5th Month Wattpedia [CLOSE]Where stories live. Discover now