70 - Cerpen

79 4 2
                                    

Judul : Untaian Kata yang Terucap
Uname Wp : deliakrsnsr
Tema : Penyesalan
Drabble/Cerpen : Cerpen

Kepulan yang keluar dari cangkir cokelat yang berisi cappucino itu mulai terlihat pudaran semangatnya untuk mengepulkan asap hangatnya lagi yang memanaskan wajahku.

Tetapi aroma biji kopi itu masih menyeruak di dalam hidungku, syarafku merasakan relaksasi sejenak di buatnya.

Lalu sebagaimana tugasnya, syaraf mengirimkan implus ke otak sehingga aku bisa merasakan sesuatu di balik cappucino ini.

Hujan yang berlomba-lomba membuat dentingan sepertinya masih semangat untuk menitikkan air langit yang dingin.

Di balik coffee shop yang memiliki jendela transparan ini, aku dapat melihat tetes bening air hujan yang menempel pada jendela kaca.

Aku makin merasakan euforiaku sewaktu itu. Aku mulai tersenyum masam. Sama seperti masamnya matahari yang saat ini sedang bersedih karena ia tak bisa menampakkan dirinya saat ini. Tertutup oleh awan kelabu yang sedang bekerja untuk mengeluarkan tetes - tetes air.

Aku mulai menyesap isi dari gelas cokelat itu yang sama sekali belum tersentuh oleh jemari mungilku.

"Maaf, tetapi aku tak bisa."

Sungguh, mengapa aku harus mengingat untaian kalimat itu lagi.

Bendungan air mata di pelupuk mulai meleleh di pipiku. Aku kini tak peduli pada apa anggapan orang yang melihatku sedang menangis. Rumput - rumput teki itu saja tak memperdulikan hal itu. Tetapi mengapa orang itu begitu memperdulikannya? Mereka sungguh kurang pekerjaan.

"Nona, apakah kau baik-baik saja?" tanya pelayan perempuan beriris abu-abu itu kepadaku. Wajahnya menandakan bahwa ia sedang harap-harap cemas.

Apakah sebegitu memprihatinkannya wajahku saat menangis?

"Sungguh, aku tak apa-apa. Kau sebaiknya mengerjakan hal lain saja. Lihatlah, banyak pengunjung sedang menantimu. Mereka menanti kopi panas di hari yang dingin ini. Aku hanya mengingat suatu memori. Dan aku akan selalu baik-baik saja." Pelayan itu memulaskan senyum. Senyum yang semu. Kerut matanya masih memperlihatkan kecemasan terhadapku. Ia langsung berbalik pergi dan mengerjakan tugasnya.

Aku mulai menyeka titik-titik air mataku yang mulai melebur di pipiku. Aku tampak memalukan jika aku seperti ini.

Sudahlah, Casey. Dia hanya orang yang sudah pergi meninggalkanmu.

Tapi aku tak bisa meminta sang waktu untuk mengembalikan masa-masa itu. Masa dimana aku selalu bisa melihat dia tertawa lepas.

Ponselku tiba - tiba bergetar. Aku mulai mengambilnya. Dan jelas tertera di sana nama orang yang sudah ku hafal sejak lama.

Trixie : Kau di mana saja, Cas? Kami semua mencarimu. Lihatlah jam berapa sekarang! Sudah jam 1 lewat 10! Kau terlambat sepuluh menit! Kau akan menyesal kehilangan gelarmu sebagai 'Murid yang Tak Pernah Terlambat' di kampus. Andrew sejak tadi terlihat cemas. Cepatlah datang atau dosen akan menghukummu!

Aku hanya tersenyum masam. Andrew, dia uh kekasihku. Aku tak yakin apakah aku benar-benar mencintainya. Aku hanya menerimanya menjadi kekasihku karena dia sahabatku. Tidak lebih dari itu. Aku hanya tak ingin persahabatan kami bertiga --Trixie, aku, dan Andrew-- menjadi sirna karena ego ku.

Dan apakah kau tahu siapa orang yang aku pikirkan sedari tadi? Dialah orang yang selalu membuatku tersenyum.

Yang selalu membuatku berdebar-debar saat melihatnya.

Yang selalu membuatku menampilkan rona merah muda di pipiku.

Tetapi, orang itu juga yang paling dalam memberikanku luka.

Mensive 5th Month Wattpedia [CLOSE]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon