EMPAT PULUH TIGA : Awal Pertemuan Mereka Berdua

Mulai dari awal
                                    

"Aku ingin sekolah," gumamnya sedih, seolah berbicara pada dirinya sendiri.

"Mengapa Jonathan melarangku bersekolah​?"

Aldrich tidak menjawab, ia hanya bisa menduga apa yang menjadi alasan dibalik keputusan Jonathan untuk melarang Dave bersekolah.

Karena Dave terlalu jujur dan polos mungkin? Dia bisa saja menceritakan hal-hal krusial kepada orang yang baru duduk di dekatnya selama lima menit, atau kepada siswa yang menyapanya di koridor sekolah.

Dan kelainan Dave yaitu masokis memang akan membuatnya menjadi bulan-bulanan siswa lain.

"Apa aku akan terus menjadi orang bodoh dan diam di rumah bergantung pada orang lain?" Dave menolehkan kepalanya ke arah siswa-siswa itu pergi.

"Kau bisa menyekolahkanku kan?" Aldrich mengembuskan napasnya pelan, sambil kembali memajukan mobilnya ia berkata. "Entahlah."

"Kau tentu bisa, kau kan banyak uang."

"Ini bukan masalah uang, ada masalah lain yang tak kau mengerti Dave. Masalah yang rumit."

Dave mendesah tidak senang. "Rumit?"

"Rumit," tandas Aldrich dengan ekspresi wajah yang berubah keras.

***

"Jadi, di mana aku akan bertemu dengan saudaramu itu?" Yura mengibaskan rambutnya karena merasa gerah dan geli di leher sekaligus.

Cuaca siang itu memang cukup terik, tiba-tiba ia jadi ingin makan es krim rasa vanila.

"Di restoran yang sudah kuberikan padamu."

Yura mengernyitkan dahi sebentar. "Aku lupa kalau kau memberiku tempat, apakah​ semuanya baik-baik saja? Maksudku, aku kan tidak mengerti manajemen dan lain-lain."

"Kepemilikannya memang berpindah kepadamu, tapi tetap saja yang mengurusnya adalah aku."

Aldrich membukakan pintu mobil kemudian. "Masuk."

Yura mengerucutkan bibirnya, tanpa disuruh pun ia akan tetap masuk. Selain karena penasaran dengan saudara Aldrich bernama Dave, ia juga senang bisa pergi ke restoran. Di sana banyak makanan bukan?

"Tidak apa-apa kau tinggalkan dia di sana?" tanya Yura setelah Aldrich masuk ke dalam mobil dan mengeluarkannya dari area parkir apartemen.

"Tidak apa-apa, dia penurut."

Yura kembali menoleh ke depan dan mengikat rambutnya asal, hanya untuk mengurangi rasa panas yang mendera kepalanya.

Yura yang baru memerhatikan sesuatu di dashboard memekik senang ketika menemukan kantung plastik penuh apel di dalamnya.

"Boleh aku memakannya?"

Aldrich tersenyum. "Tentu, aku memberikannya untukmu."

Yura kemudian menggigit apelnya dengan perasaan senang, ia mulai bersenandung. Tidak menyadari bahwa Aldrich tersenyum diam-diam dan menikmati apa yang perempuannya senandungkan.

***

"Apa penampilanku sudah baik?" Dave memandang bayangannya sendiri di cermin kantor kecil di lantai dua. Aldrich berdecak. "Cepat, jangan banyak tingkah."

"Dia ada di luar?" tanya Dave setengah berbisik.

"Masih di bawah, memesan makanan."

Dave berjalan ke luar ruangan kecil itu dan duduk di kursi panjang yang dekat dengan jendela, karena tidak merasa nyaman ia duduk begitu saja di lantai yang beralaskan permadani putih. Ia mengangkat sebelah kakinya dan memandang ke arah tangga dengan jantung berdebar lebih keras.

Aldrich sendiri turun ke bawah dan menghampiri Yura yang tampak antusias membaca satu persatu menu yang tersedia. Dasar, jika urusan makanan saja maka perempuan itu akan sangat bersemangat.

"Sudah?" Yura menoleh dengan senyuman lebar. "Kupikir di sini tidak ada es krim, ternyata ada!"

"Kau senang?" Yura mengangguk cepat. "Tentu saja."

"Ayo, Dave sudah menunggumu di atas."

"Dan kau, bilang kepada koki untuk buatkan pesanan secepat mungkin." Pelayan perempuan itu meringis mendapat tatapan penuh intimidasi dari Aldrich.

"Mengapa jantungku berdebar lebih keras?" Yura bertanya-tanya saat menaiki tangga, Aldrich merangkul perempuan itu dan sesekali mencium pipinya.

"Kau tidak boleh seperti itu, hanya karena aku saja jantungmu boleh berdebar lebih keras."

Yura mendelik.

"Itu Dave," kata Aldrich sembari menunjuk seseorang dengan dagunya.

Yura hampir saja membiarkan mulutnya terbuka selama beberapa detik saking terkejutnya. Melihat sosok Dave benar-benar membuatnya seolah​ kehilangan kata-kata.

Bagaimana tidak, untuk ukuran laki-laki kekanakan dan manja Dave itu terlalu tampan. Apalagi sekarang laki-laki itu menyandarkan kepalanya ke lutut. Menambah kesan tampan sekaligus ... manis?

Jadi ini laki-laki dengan tingkah seperti anak kecil yang ingin bertemu dan berteman dengannya?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jadi ini laki-laki dengan tingkah seperti anak kecil yang ingin bertemu dan berteman dengannya?

***

A/n : akhirnya bisa ngasih visual Dave haha
*Saya nggak nerima protes kenapa dia jadi visual Dave btw wkwk, sudah klop sama dia. Mau ganti lagi males nyari.

Oh iya, maaf untuk beberapa orang yang ngirim chat ke saya dan balasannya singkat-singkat.
Bukannya sombong atau gimana, tapi saya orangnya emang begitu._.

Ok, see you:)

My Psychopath Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang