"Di mana dia?"

Sam menaikan salah satu alisnya, "siapa di mana?"

"Freya," Jace memicingkan matanya pada Sam, "anak kita?"

"Oh..." jawab Sam seakan baru menyadari bahwa ia memiliki anak sebelum mengangguk kecil, "tadi aku titipin ke Aludra..."

Jace menepuk dahinya pelan sebelum kembali memelototi sam, "menurut kamu itu ide bagus? Kak Janice sudah punya dua orang anak yang harus dijaga dan dia masih harus jagain anak kita?"

"Itu dia, Aludra berpengalaman. I am simply leaving our dear Freya in an expert's hands.."

Sam meringis kecil saat Jace memukul lengannya keras sebelum akhirnya tersenyum lebar dan merangkul istrinya, "bercanda Jace, tuh lihat, mereka baik-baik aja kan?"

Jace merasakan tubuhnya diputar oleh Sam agar menghadap ke arah Janice yang sedang menggendong anak keduanya yang berumur tiga tahun, Nadiv.

Sebuah senyum kecil menghiasi bibir Jace dan dadanya menghangat ketika pandangannya jatuh kepada anak perempuannya yang berumur empat tahun sedang tertawa bersama anak pertama Janice, Marco.

Freya membalikan tubuhnya sehingga membelakangi anak laki-laki berumur tujuh tahun itu dan mengangkat kedua tangannya, meminta laki-laki tinggi yang berada di dekatnya untuk menggendongnya.

Jace baru saja akan membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu ketika suara Sam mendahuluinya.

"What is she doing with him?!"

"Apa?" Tanya Jace kepada Sam yang masih menatap anak perempuannya yang kini berada di gendongan laki-laki penuh tato itu.

Sam membalikan wajahnya dengan cepat ke arah Jace, sebelum menunjuk ke arah anak perempuannya dengan jari yang gemetar.

"Dia! Ngapain dia gendong-gendong Frey? Nggak, ngapain juga dia ada di sini?"

Jace memutar bola matanya, "Nggak usah drama, Sam. It's Bimo, no big deal."

Sam melebarkan kedua bola matanya, seakan tidak percaya ia baru saja mendengar kalimat itu keluar dari mulut Jace.

"It is big deal, Jace. Udah cukup Freya kita manggil dia Om Bimo, tapi nggak, dia harus nempel-nempel sama anak kita."

"Terus Frey harus manggil Bimo apa? Papa?"

Wajah Sam terlihat seperti ia baru saja disambar petir, dan Jace tidak bisa lagi menahan tawanya. Ia tertawa sangat keras dan harus memegangi lengan Sam agar tidak terguling ke depan.

Sam menggerutu melihat istrinya menertawakannya, wajahnya terlihat tersinggung -yang membuat Jace tertawa semakin keras akhirnya.

Tawa Jace mereda setelah beberapa saat, dan ketika ia menegakan tubuhnya sambil mengusap air mata yang keluar dari sudut matanya karena tertawa terlalu keras, ia harus menahan dirinya agar tidak kembali tertawa saat melihat ekspresi Sam.

Jace menggigit bibirnya sebelum berdeham kecil, "oh astaga, Sam. Aku cuma bercanda, dan Bimo di sini bareng Kak Janice. Inget?"

Sam mendengus pelan, "aku harus diskusi sama Aludra supaya dia nggak usah bawa-bawa orang itu ke acara yang ada Freya." ia kemudian melirik Jace, "atau kamu."

Jace menaikan salah satu alisnya, "seriously, Sam? Hampir tiga belas tahun dan kamu masih cemburu?"

"Aku nggak cemburu."

"Yap, pintu aja nggak bakal percaya sama omongan kamu barusan." ucap Jace pelan.

"Aku dengar itu juga, Jace."

Number One (completed)Where stories live. Discover now