Part 3 - Escape

11.2K 449 11
                                    

Soundtrack :
Dangerously - Charlie Puth

Hannah berlari menubruk tubuh kekar Horton kemudian memeluknya dengan sangat erat. Ia membenamkan wajahnya pada dada bidang pria itu. Semoga saja sahabatnya mau menyelamatkan dirinya. Tangan Horton terangkat, mengusap helaian rambut Hannah. Dikecupnya kening wanita itu, bibirnya mendekati telinga Hannah untuk membisikan sesuatu.

"Tu me manques (aku merindukanmu), Hannah. Kita obati dulu lukamu." Aksen Prancis yang Hannah rindukan, membuatnya tersenyum senang.

Horton menuntun Hannah agar duduk di atas ranjang. Ia mengambil peralatan yang dibutuhkan untuk mengobati luka Hannah. Perlu beberapa jahitan pada jemarinya dan ia menyuntikan sebuah bius pada tangan Hannah. Selama Horton mengobati lukanya, Hannah hanya menatap kosong setiap gerak gerik yang dilakukan sahabatnya itu. Terdapat sesuatu yang mengganjal dalam benaknya mendapati Horton yang kebetulan datang.

"Horton...." Panggil Hannah lirih setelah Horton menyelesaikan tugasnya yang memakan waktu 30 menit.

"Aku tahu, tanpa perlu kau katakan." Horton tersenyum hangat sambil mengelus tengkuk Hannah. Kemudian ia membalut luka wanita itu dengan perban putih.

"Bawa aku pergi dari tempat ini, Horton please!" Hannah mengenggam tangan Horton, berusaha untuk meyakinkan pria itu bahwa keadaan dirinya benar-benar buruk.

"Dengar, aku tidak bisa membawamu pergi malam ini juga. Penjagaan sangat ketat, tidak memungkinkan untuk kau kabur." Hannah melepaskan genggamannya pada tangan Horton dan memalingkan wajahnya. Ia merasa kesal mendengar sahabatnya sama sekali tidak membantu.

"Tapi, aku akan datang untukmu besok malam." Horton menarik dagu Hannah untuk menghadap ke arahnya. Hannah mengerutkan keningnya, masih mencerna maksud perkataan Horton. 'Apa bedanya malam ini dan malam esok,' batinnya bertanya-tanya.

"Jadi, Justin belum mengatakannya?" Tanya Horton yang dibalas dengan gelengan kepala oleh Hannah.

"Besok malam Justin mengadakan pesta di mansion ini, karena memenangkan tender." Horton menghentikan ucapannya saat memikirkan cara untuk membantu Hannah kabur.

"Hmm...... Thalia Lavigne, temanku. Ia adalah partner kerjaku yang bisa membantumu. Jadi, besok kau harus mentaati semua arahannya!" Perintah Horton sunguh-sungguh serta menunjukan rupa wanita yang ia maksud dengan memberikan ponselnya pada Hannah.

"Kau yakin cara ini akan berhasil?" Hannah sedikit ragu dengan rencana Horton. Pasalnya, Justin bisa saja menggagalkan rencana mereka.

Pria bengis itu seakan mampu membaca pikirannya dan menebak keinginannya. Kedatangan pria itu seperti malaikat kematian pencabut nyawa. Benar-benar reingkarnasi iblis. Memikirkan pria itu membuatnya kembali teringat dengan peristiwa seharian ini.

"Sejak kapan kau meragukanku?" Tanya Horton.

"Tapi, bagaimana bisa kau tahu bila aku sedanga ada di sini? padahal selama ini kau pergi entah kemana."

"Maaf, aku tidak mengabarimu selama ini. Aku kabur dari rumah untuk mengambil beasiswa kedokteran di Inggris."

"Hey, aku ini sahabatmu kenapa tidak mengabariku, hah!" Ujar Hannah tidak terima.

"Lain kali akan kuceritakan semuanya." Horton memandang seisi kamar Hannah.

Pecahan kaca berserakan mengotori lantai dan juga bercak-bercak darah. 'Keributan apa yang telah terjadi hingga membuat kamar Hannah sekotor ini?' batinnya. Ia tersadar akan suatu hal, tidak ada satu pun barang Justin di kamar ini. Apakah mereka sedang mengalami masalah? Tapi bagaimana bisa? Bukannya pertunangan mereka saja baru berlangsung kemarin. Justin Russell sungguh tak terduga.

The Billionaire's Secret [END]✔Where stories live. Discover now