TIGA PULUH ENAM : When The Monster Miss His Mom

Mulai dari awal
                                    

"Kau menyayangi ibumu?" Aldrich kontan mengangguk. "Tentu saja."

"Lalu mengapa kau membenci ayahmu?"

Aldrich terdiam sejenak. "Karena dia tidak bertingkah seperti seorang ayah."

"Aku penasaran bagaimana ibumu bisa menikah dengan ayahmu, Jonathan maksudku." Aldrich menatap bibir ranum Yura yang terlihat pucat.

"Pernikahan mereka tidak bahagia."

"Mengapa?"

"Karena-"

Belum selesai Aldrich mengucapkan kalimatnya sebuah panggilan membuat ponselnya berbunyi. Aldrich segera mendesah kesal ketika mengetahui siapa yang meneleponnya.

"Mengapa tidak diangkat?"

"Itu Benjamin, abaikan saja."

"Siapa tahu penting."

"Kalaupun penting, aku tidak akan mengangkat teleponnya sampai kapanpun."

Ponsel Aldrich terus berbunyi, sehingga laki-laki itu memilih untuk mematikannya. "Menyebalkan."

Kini giliran ponsel Yura yang berbunyi, sehingga perempuan itu memutuskan untuk mengangkatnya saja. Daripada berisik.

"Halo?"

"Oh ku kira yang mengangkat telepon ini adalah priamu nona, di mana dia sekarang?" Yura menoleh ke arah Aldrich yang tampak geram.

"Di sampingku."

"Bisakah berikan ponselmu padanya? Ada hal penting yang ingin kami bicarakan."

Aldrich mengambil ponsel yang disodorkan Yura dengan malas, ia sedang tidak ingin membahas topik yang pasti dibicarakan Benjamin.

"Apa?"

"Halo Aldrich."

"Jangan bertindak seperti perempuan genit yang berbasa-basi, cepat katakan apa tujuanmu."

"Sebagai manusia, kau terlalu dingin. Aku heran bagaimana pacarmu itu bisa tahan dengan sifatmu yang sedemikian rupa."

"Benjamin, apa kau dungu? Cepat ucapkan apa tujuanmu."

"Aldrich, sepertinya tuanku belum bisa membiarkanmu bebas seperti sekarang. Ia ingin kau pulang."

"Aku tidak mau."

"Apa kau tidak kasihan dengan ayahmu yang sudah tua itu?"

"Tidak."

Di seberang terdengar Benjamin mengembuskan napas keras-keras.

"Apa salahnya kau pulang saja? Bawa saja pacarmu itu. Jujur saja, aku lelah disuruh terus-menerus memaksamu seperti ini."

"Kalau begitu jangan memaksaku lagi karena jawabanku akan tetap sama."

"Aldrich, apa kau tidak ingat saat kau keluar dari organisasi? Ayahmu marah besar."

"Tentu saja aku ingat."

"Dia tidak akan membiarkan orang berbakat sepertimu berkeliaran bebas."

"Kau sedang membujukku sekarang?"

"Secara teknis, iya. Lagipula kau anak kesayangan dia, ingat itu."

Aldrich menaikkan sebelah alisnya.

"Bukankah anak kesayangannya itu si Johnny? Yang tempo hari sudah kuputar kepalanya ke belakang."

Yura merinding sesaat ketika Aldrich terkekeh setelah mengucapakan kalimat tadi.

"Tidak, dia mendapat perlakuan khusus karena lemah. Aldrich, kembalilah ke rumah agar ayahmu senang dan tidak membebaniku lagi."

"Aku tidak ingin terlibat lagi dalam organisasi itu."

"Tentu saja kau harus, kau kan pewaris utamanya."

"Apa maksudmu?"

"Aldrich, kau adalah Jonathan Bale selanjutnya."

"Aku tidak menginginkan hal itu."

"Apa kau tidak menyukainya? Bale group memiliki keuntungan yang berlipat-lipat."

"Ini bukan tentang uang Benjamin, aku hanya ingin kehidupan yang tenang."

"Lalu mengapa kemarin kau membuat seorang wanita tertabrak mobil jika ingin hidupmu tenang?"

"Apa?"

"Aku mengetahuinya, atau saat kau mendorong seorang perempuan jatuh ke sungai."

Aldrich mendesis. Sialan.

"Lihat? Sisi monster-mu tidak akan pernah hilang. Sekarang aku memiliki penawaran untukmu."

"Benjamin, bisakah kau tidak mengacaukan hidupku?"

"Bukan aku, tapi ayahmu."

"Kau bergabung kembali, atau wanitamu akan pulang ke negaranya dengan mata yang sudah tertutup."

"Bangsat!"

"Kau terima atau tidak? Batas waktumu sampai malam nanti, ucapkan jawabanmu langsung ke rumah besar. Mengerti?"

Belum sempat Aldrich membalas, Benjamin sudah menutup teleponnya.

∆∆∆

Yura memilih diam saja ketika Aldrich menggenggam tangannya sebelum berjalan menjauh dari mobil. Mereka kini sedang berada di suatu tempat yang Yura tidak tahu tepatnya di mana. Di sana hanya terlihat rerumputan yang sudah tinggi. Baru setelah berjalan lebih jauh lagi, Yura melihat beberapa gundukan tanah yang ia yakini adalah makam.

Seolah tahu apa yang dipikirkan Yura Aldrich akhirnya membuka mulut. "Ini tanah milik keluarga ibuku, dan ini adalah pusara mereka."

Yura ikut berjongkok ketika Aldrich terduduk di samping salah satu makam.

"Ini ibuku." Aldrich menatap gundukan tanah itu sendu.

"Aku merindukannya." Aldrich tertawa pahit.

Pikiran Aldrich seolah tak menentu karena memikirkan segala hal. Kini apa yang harus dilakukannya? Bergabung dengan organisasi sama saja dengan membiarkan kebebasannya pergi, tetapi jika ia menolak maka keselamatan Yura yang menjadi taruhannya.

Aldrich mendesah.

Baiklah, kini ia harus memilih. Dan pilihannya jatuh kepada apa yang ditawarkan Benjamin, demi keselamatan Yura-nya.

Tidak ada salahnya mencoba bukan?

Aldrich menatap nisan ibunya lagi. "Aku akan kembali ke sana."

∆∆∆

Akhirnya kalian bisa lihat di mana sisi lemah Aldrich. Orang segila atau sekejam dia pun punya sisi yang rentan, nggak ada manusia yang benar-benar kuat.

See you di next chapter:)

My Psychopath Boyfriend (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang