5; Insiden Kantin

22 1 1
                                    

Istirahat kali ini membuat Eva heran sejenak, tidak seperti biasanya Ara mau diajak untuk ke kedai bersama teman-temannya. Biasanya dia enggan ikut dan hanya menitip makanan pada mereka. Kata Ara, dirinya sedang sangat lapar, makanya ia ikut sekarang ke kantin.

Ara bersama Eva, Fale, dan Rita, duduk di bangku kantin pojok dekat dengan warung bakso. Rita memesankan dua buah mangkuk bakso untuk dirinya dan Eva, sedangkan Fale memilih untuk makan nasi rames yang juga diikuti Ara. Sambil menunggu Rita dan Fale datang dengan pesanan mereka, Eva membeli minuman untuk teman-temannya. Jadilah Ara duduk sendirian di meja kantin ini.

Suara cempreng nan nyaring mulai terdengar di telinga para warga sekolah yang mampir ke kantin ini. Namanya Galang, siswa kelas dua belas yang juga satu komplotan dengan Iil. Lalu tujuh siswa lainnya yang memang sudah terkenal dengan kerutinannya, duduk di paling pojok mengikuti Galang, berdekatan dengan bangku yang Ara duduki.

Lagu yang dinyanyikan oleh siswa jangkung itu sama sekali tidak ada yang jelas dan benar-benar tidak enak didengar. Tapi, namanya juga Galang, satu kawanan dengan Iil, pun nggak punya malu.

"Oh inikah namanya Ara... Oh inikah Ara...," Galang mendekati Ara yang duduk sendirian, "lalu mengapa, kau masih di sini? Memperpanjang harapan..."

Ini kok dari RAN malah ke Hivi?!

Ara menutupi wajahnya dengan dua sendok yang diambil dari wadah di meja dan membuang muka, malu karena seniornya itu bernyanyi menyebutkan namanya. Juga karena suasana di sini cukup ramai. Ara mau pergi aja dari sini.

"Jangan datang lalu kau pergi...." Galang melanjutkan nyanyian. Haduh! Lirik lagu yang baru saja disenandungkan membuat Ara tidak jadi angkat pantat.

Teman-teman Galang, termasuk Iil dan Albi, tertawa-tawa di ujung sana—dua meja dari yang Ara tempati. Murid-murid lainnya juga ikut tertawa. Ara yang sangat jarang ke kantin bingung harus berbuat apa. Benaknya bertanya, apa mungkin setiap hari ada saja orang yang dijadikan candaan oleh mereka?

"Asalkan kau bahagiaaa...." lantas Galang ikut tergelak, dan langsung pergi menuju meja teman-temannya.

Eva, Fale, Rita pada ke mana, sih? Lama banget! Hatinya risau.

"Jangan digodain, Lang. Punyanya Iil, tuh." celetuk senior Ara yang berambut cepak dengan sedikit berteriak. Membuat seisi kantin mendengar ucapannya. Sama seperti kemarin yang menggodanya juga.

Iil melempari seniornya dengan sendok, "Nggak usah ngarang, Bang Teguh!" balas Iil. Kemudian Empat diantara mereka, termasuk Iil dan Albi menyalakan pemantik api untuk membakar sigaret mereka.

Di pojok kantin ini memang jarang dihampiri oleh guru-guru, karena jaraknya yang jauh dari depan kantin. Pernah beberapa kali, mereka kepergok sedang merokok di sini, sudah dihukum, dan tidak pernah kapok. Hukumannya memang hanya dibotakkan dan disuruh berlari mengelilingi lapangan saja, makanya mereka akan dengan suka rela menyerahkan rambut dan tenaga kakinya sebagai hukuman. Itu, sih, kecil!

Tak lama setelah itu, ketiga teman Ara datang membawa pesanan mereka. Dua mangkuk bakso, dua piring nasi rames, dan empat gelas teh manis. Keempat siswi itu mulai memakan makanannya dengan lahap, sampai salah satu diantara mereka menyadari raut wajah Ara yang terlihat sumpek.

"Kenapa, Ra?" tanya Eva yang menyadarinya.

"Bete gara-gara diledek Kak Galang, ya?" Rita juga bertanya, tapi kesannya lebih ke arah menjahili Ara.

"Biasa aja, Ra. Bercanda doang Kak Galangnya." timpal Fale.

Ara mendecak, "Emang setiap ke kantin selalu ada yang diledekin gitu?" ketiga temannya mengangguk sebagai jawaban.

"Malu tau!" kata Ara. Eva, Fale, dan Rita malah mesem-mesem mendengar omongan Ara. Mereka melanjutkan acara makan-makannya lagi.

"Ara! Belum punya pacar, kan?" tanya kakak kelas Ara yang kemarin memakai jaket hitam. Pertanyaan itu membuat Ara malu lagi.

"Belum, Kak." jawab ketiga teman Ara berbarengan. Ara mendelik ke teman-temannya yang malah menjawab pertanyaan itu.

Ia mempercepat makannya dan ingin langsung pergi ke kelas. Sudah sumpek dengan keadaan ini. Bisa-bisa jika semakin lama di sini, dirinya akan semakin dijadikan bahan ejekan geng-annya Iil. Kan nggak lucu.

"Udah selesai, nih. Gue duluan, ya." pamit Ara yang bangkit dari duduknya, sertamerta diikuti oleh ketiga temannya juga.

"Yah, Ara pergi, Iil pun sedih." kata Teguh, beserta tawa teman-temannya yang pecah, kecuali Iil. Ia hanya diam, mematikan rokoknya, dan pergi dari sini juga.

"Iil jadi bete, kan. Gara-gara lo, sih."

"Dih, kok gue."

"Lagi sensian, kali."

•••
Jangan jadi sider ya...

29 April 2017

Sebatas HatiWhere stories live. Discover now