2; Bayar uang kas.

67 1 0
                                    

Jam pelajaran sebelum istirahat ini kosong. Katanya, guru Bahasa Indonesia berhalangan hadir karena sakit. Sebagian murid di kelas ini senang, tapi tidak dengan Iil. Dirinya sedih Pak Warso tidak hadir, lantaran jadi tidak ada yang berkisah untuk penghantar tidurnya.

Pak Warso memang dikenal sebagai guru dengan cara mengajar yang bikin ngantuk. Mendongeng, istilah tepat untuk menggambarkannya. Suaranya yang berat, lambat, dan pelan pasti bikin siapa saja ingin tidur. Apalagi dengan tutur katanya yang banyak menggunakan istilah-istilah lain-yang belum sampai ke otak para murid.

Kali ini Iil masuk sekolah, dengan bujukan maut oleh teman dekatnya yang juga tergabung di perkumpulan Iil; Albi. Nakalnya sama dengan Iil, bedanya hanya Albi lebih enggan untuk bolos ketimbang Iil. Setelah diceramahi Bu Ati kemarin, jadilah Albi merayu Iil untuk masuk kelas, tidak mangkir seperti biasanya. Selain karena ada pelajaran Bahasa Indonesia, juga karena Iil yang belum menyelesaikan tugas matematika sebagai salah satu syarat nilai tertinggi pada pelajaran ini di penilaian rapot.

Saat ini Iil sedang menyalin tugas matematika milik Ara yang kemarin ia pinjam sepulang sekolah. Awalnya memang Ara tidak memberinya, tapi ia juga tidak tega. Jadi Ara meminjamkannya dengan syarat hari ini harus sudah selesai dan dikembalikan ke Ara lagi.

Sementara itu, Ara mengeluarkan buku tulisnya yang dijadikan sebagai catatan kas kelas. Ara berniat menagih uang kas untuk minggu ini.

"Le, Va, Ta, bayar uang kas sini," Ara meminta kas pertama pada Fale, Eva, dan Rita, karena memang bangku mereka paling dekat dengan Ara.

"Tahu bulat banget lo, Ra." ucap Rita-teman sebangku Ara-sambil mengeluarkan selembar uang dengan nominal dua ribu rupiah dari saku kemejanya.

Fale juga memberikan uangnya sambil menyahut, "Tau, dadakan mulu."

"Nih, kembali tiga ribu. Untung belum gue jajanin risol." kata Eva.

Ara menanggapi ketiganya dengan dua kata, "Lagi mau," lalu mencatat nama temannya itu dalam buku kas, "makasih ya." katanya lagi diiringi senyuman yang dibuat manis.

Ara melangkahkan kakinya ke barisan pojok kelas. Menagih satu persatu murid lain. Kebanyakan dari mereka mengeluarkan ocehan yang sama dengan Fale, Eva, dan Rita. Tidak terima karena Ara yang selalu meminta uang kas pada hari sesuka hatinya. Bahkan sesekali Ara menagih kas satu kali untuk dua minggu sekaligus.

"Ben, uang kas?" Ara mencolek bahu Beno yang tertidur di kelas. Beno bangun dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul.

Bergumam dengan kalimat, "Besok aja, nggak punya uang." abis itu kepalanya dijatuhkan lagi ke atas meja.

"Bayar besok, naik seribu." inilah kalimat sakti Ara jika ada temannya yang berniat untuk menunggak. Siapa suruh memaksa Ara untuk menjadi bendahara?

Alasan teman-temannya memilih Ara karena memang tidak ada lagi yang bisa diandalkan selain dirinya.

"Gue beneran lagi nggak megang duit, Ra."

"Nunggak sehari, nambah seribu."

"Gue baru aja bayar jaket angkatan, Ra. Udah abis uang gue!" Beno sedikit menyentak.

Ara mendecak, "Besok ya! Tiga ribu!" katanya memperingatkan.

Lalu Ara beralih ke meja lain. Sampai tiba di meja Albi dan Iil yang terletak di pojok belakang kiri kelas.

"Bayar uang kas, oi!"

Albi dan Iil menoleh. Keduanya mengabaikan kehadiran Ara, Iil melanjutkan menyalin tugas dan Albi sibuk dengan ponselnya.

"Bayar, woi!" Ara mengeraskan suaranya, membuat Albi dan Iil mendelik.

"Nanti," kata Iil.

Beda dengan jawaban Albi, "Besok,"

"Bayar besok, naik seribu." Albi yang mendengarnya mengerlingkan mata, sedangkan Iil cekikikan meledek Albi. "Lo juga, Il!"

Tawa Iil terhenti. "Yaelah, iya iya." Bukannya membayar, cowok ini masih tetap melanjutkan acara salin menyalin tugas.

"Buruan bayar!" seru Ara. "Kalau nggak bayar sekarang, buku tugas gue ambil!" lanjutnya sembari mengulurkan tangan untuk menarik buku latihan di atas meja Iil.

Iil berdecak, menahan tangan Ara yang ingin merebut buku di depannya ini. Dengan berat hati tangannya merogoh saku kemejanya untuk mengambil uang. "Ngancemnya nggak seru, nih!" katanya seraya memberi selembar uang ke Ara.

"Tumben," Ara mengambil cepat duit Iil, dirinya juga heran kenapa Iil langsung mau memberi uang itu. Padahal setiap Ara tagih, ia dan Iil harus beradu lidah dulu dengan sangat lama, sampai Iil kehabisan kata-kata dan akhirnya membayar kas. Tapi untuk saat ini tidak. "sekarang elo, Bi. Mana?"

"Kayak rentenir lo, Ra!" Albi masih terus memainkan game di ponselnya. "Besok aja."

Ara yang gemas mencubit lengan Albi, "Sekarang! Itu duit lo masih utuh kan di kantong?!" serunya lagi dan lagi.

"Eh, intip-intip kantong gue? Nggak boleh tuh, nggak sopan." katanya malah begitu.

Ara menjiwit tangan Albi lebih keras lagi. "Apaan, sih, Bi?! Bayar buruan?" Ara makin gemas dengan Albi.

"Sakit tau, Ra!" Albi meringis, memegangi lengannya yang sakit akibat dicubit Ara.

"...4 ...3 ...2," Albi berhitung mundur.

Kenapa malah ngitung, nih anak!?

Kring... Kring...

Bel istirahat berbunyi, Albi dengan cepat melarikan diri keluar kelas. Ara mengejar Albi, tapi dirinya tidak melihat ke arah mana Albi pergi, akibat disepanjang koridor sudah dipenuhi oleh murid-murid lain yang ingin istirahat juga.

"Albi! Awas lo!"

•••
Jangan lupa vote dan comment ya.
Tengkyu!

15 April 2017

Sebatas HatiWhere stories live. Discover now