Untitled Part 19

7 1 0
                                    


Dia mengenalku? Bagaimana bisa? Aku bahkan baru bertemu dengannya. Perkataan Tetsuya malah semakin menambah pertanyaan dalam kepala Shinjiro.

"Ini mengenai putriku, Sayaka." Mata Shinjiro melebar mendengar nama itu disebut. Nama yang telah merasuki kepalanya akhir-akhir ini dengan rasa bersalah, kerinduan dan harap yang belum terbalaskan. 

Shinjiro terpaksa mengangguk, kalau ini mengenai Sayaka. Shinjiro akan mendengarkan berapa lama pun waktu yang dibutuhkan. Sejujurnya sampai sekarang ia belum terlalu mengenal Sayaka yang sebenarnya dan mendengarkan cerita dari Tetsuya mungkin bisa menambah sesuatu yang belum ia ketahui sebelumnya.

"Sayaka adalah putriku satu-satunya. Ibu kandungnya bernama Sizuku. Dia sudah meninggal dan wanita yang tadi kau lihat itu bukanlah ibu kandung Sayaka."

"Aku turut berduka." Kata Shinjiro. Ia bisa melihat kesedihan yang terpancar dari wajah Tetsuya.

Tetsuya mengangguk kemudian melanjutkan, "Sayaka kehilangan ibunya saat usianya masih 16 tahun dan sejak saat itu, hubunganku dengan Sayaka menjadi renggang. Memang hubunganku dengan Sayaka tidak pernah terlalu dekat, tapi kami juga tidak pernah sejauh ini. Bisa dibilang, Sizuku adalah penopang Sayaka dan tanpa Sizuku, Sayaka kehilangan seorang figur ibu yang selama ini selalu berada di dekatnya. Apalagi Sayaka masih remaja dan sangat membutuhkan seseorang untuk mengerti dirinya dan hal itu tidak dapat kulakukan. Sayaka sangat terpukul dan hampir tidak bisa menerima keadaan itu."

Tetsuya berhenti sebentar dan menyesap tehnya. Shinjiro juga melakukan hal yang sama, dia tidak menyadari betapa kering tenggorokan Shinjiro karena terpaku pada cerita Tetsuya.

"Sayaka adalah anak yang baik dan selalu menuruti perkataan orang tuanya, tapi setelah tragedi itu terjadi Sayaka menjadi anak yang pemberontak. Ia tidak pernah mau mendengar perkataanku dan selalu membangkang. Dia selalu pulang sampai larut malam padahal waktu itu dia masih SMA. Karena diriku yang terlalu sibuk, aku hanya bisa mendidiknya dengan keras. Harusnya aku menyadari bahwa Sayaka hanya kesepian, dia merindukan ibunya. Seharusnya juga bisa menjadi figur ibu baginya, tapi bahkan sebagai ayah pun aku gagal melakukannya."

Tetsuya berdeham ketika menyadari suaranya mulai terdengar frustasi, "Hingga pada umur 18 tahun, aku memutuskan untuk menikah lagi. Sayaka membutuhkan seorang figur ibunya dalam kehidupannya dan dalam pikiranku hanyalah bahwa seorang ibu baru pasti bisa untuk mengobati luka hatinya. Tapi ia malah semakin marah padaku dan aku menyadari bahwa aku semakin melukainya bukan malah menyembuhkannya. Sayaka mengatakan bahwa ia tidak akan tinggal lagi bersamaku dan ibu tirinya. Akhirnya dia pergi dari rumah."

Shinjiro mengehela nafas panjang sebelum melanjutkan, "Meskipun dia sudah tidak tinggal bersama dengan kami lagi. Aku berusaha untuk tetap berkomunikasi dengannya walaupun sangat jarang karena sibuk pada pekerjaanku. Ia berkata bahwa ia sudah bekerja di sebuah toko swalayan sebagai kasir dan sebagai ayahnya aku percaya padanya begitu saja tanpa mencari tahu lebih lanjut. Dan ternyata dia berbohong padaku, ia tidak bekerja di toko swalayan, tapi di sebuah klub malam di dekat tempat tinggalnya."

Shinjiro merasakan perasaan aneh memasuki dirinya. Mendengar perkerjaan Sayaka dari mulut ayahnya sangat berbeda ketika mendengar cerita dari mulut Sayaka sendiri. Shinjiro tidak dapat menjelaskannya, tapi perasaan ini membuat Shinjiro gelisah.

"Setiap malam aku selalu berharap bahwa ia akan kembali ke rumah ini dan tinggal bersamaaku dan Murano. 5 tahun pun berlalu dan ketika harapan itu perlahan pupus. Tapi pada suatu hari permintaanku akhirnya terkabul." Tetsuya tertawa sinis.

"Tapi kau tahu? Ia memang pulang ke rumah ini, tapi dengan keadaan mengandung seorang bayi."

Mata Shinjiro membelalak lebar, tangan Tetsuya yang terletak di atas pahanya mengepal erat. "Saat itu duniaku perlahan hancur berantakan. Melihat putriku satu-satunya dalam keadaan mengandung adalah sesuatu yang tidak akan bisa kulupakan. Saat itu juga aku merasa telah benar-benar gagal menjadi seorang ayah." Tetsuya menggertakkan giginya sambil berusaha menahan emosi.

Somewhere in NovemberWhere stories live. Discover now