1. When We Were Young

Comenzar desde el principio
                                    

"Berhenti!!" Clark berhasil menangkap gadis itu dan mencekal lengannya kencang.

"Ahhh.. lepaskan aku." pinta Sarah yang merasa kesakitan atas perbuatan pria itu.

"Katakan apa yang kau lihat tadi?!" tanya Clark memaksa.

"Aku tidak melihat apa-apa."

"Bohong! Kau pasti melihat semuanya kan?"

  Sarah hanya diam saja menunduk, bingung harus berkata apa, sementara Clark tak henti-hentinya menatap tajam ke arah Sarah menunggu jawaban gadis itu. Jujur saja, gadis itu sangat deg-degan berada dalam jarak sedekat ini dengan pria paling tampan di kampusnya, untung saja ia tak pingsan.

"Kau harus ikut aku!" Clark lalu menarik Sarah menuju ke arah parkiran.

"Kau mau bawa aku kemana?" tanya Sarah, tapi pria itu tak menjawab hanya terus menyeretnya.

  Kini mereka sudah berada di dalam mobil Clark. Sepanjang perjalanan menuju parkiran, banyak gadis yang terheran melihat Sarah yang hanya gadis biasa saja namun ditarik oleh seorang Clark Anderson. Memang tidak ada yang spesial dari Sarah, tidak cantik, berbehel, tubuh kurus, mungkin hanya ukuran dadanya saja yang menjadi nilai plus tapi sayangnya itupun tersembunyi karna ia tak pernah pede memakai pakaian ketat yang menunjukkan lekuk tubuhnya.

  Berbeda dengan Clark, ia memiliki semua yang pria idam-idamkan, wajah tampan, mata indah, tinggi, dan bentuk tubuh sempurna, kaya raya, ditambah lagi ia terkenal ramah pada siapapun. Namun, sayangnya memang ia tak pernah terlihat menjalin hubungan dengan gadis manapun.

"Katakan apa saja yang kau lihat!" paksa Clark.

"A.. aa.. aaku.. tidak melihat apa-apa." jawab Sarah terbata-bata.

"Shiittt!! Cepat katakan sekarang juga!" bentak Clark dengan nada tinggi.

"Iya. Iya. Baiklah. Aku melihat kalian berciuman." ucap Sarah memejamkan matanya.

"Kau harus berjanji jangan pernah memberitahu siapapun. Mengerti!"

"Baik. Baik. Aku berjanji."

"Aku akan terus mengawasimu. Jika kau sampai membocorkan rahasia besar ini, ku pastikan kau akan menyesal seumur hidupmu." ancam Clark mendekatkan wajahnya ke wajah Sarah.

  Clark meminta semua data pribadi tentang Sarah. Nomor telpon, alamat rumah, dan lain-lain. Ia harus menjamin bahwa gadis itu tak akan berani macam-macam padanya. Setelah mendapatkannya, ia lalu menyuruh Sarah keluar dari mobilnya.

"Ya Tuhan, aku tak tau harus senang atau sedih. Di satu sisi aku tak pernah menyangka akan bisa berada sedekat tadi dengan Clark, tapi di sisi lain perkenalan kami bermula dengan hal yang memalukan seperti ini, mengetahui kenyataan ia seorang gay." ucap Sarah seorang diri, masih terus memegang dadanya yang berdetak kencang.

  Sarah berjalan di lorong kampusnya, tiba-tiba tangannya di tahan oleh seseorang dari belakang.

"Sarah.." panggil pria itu.

"Mau apa lagi kau, Ben? Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa." tegas gadis itu.

"Maafkan aku. Aku tau aku salah. Aku berjanji tak akan mengulanginya." Sarah masih berusaha melepaskan cekalan kuat tangan Ben, yang kini telah menjadi mantan kekasihnya.

"Lepaskan tangannya!" ucap seorang pria dari belakang Sarah. Tatapan tajam pria itu mampu melemahkan nyali Ben, siapa di kampus ini yang tak mengenal seorang Clark Anderson.

"Kita masih harus berbicara, Sarah." ucap Ben lalu pergi meninggalkan gadis itu.

"Thanks." kata Sarah singkat berterimakasih pada pria yang telah menolongnya, ia memegang tangannya yang terasa perih akibat cekalan tangan Ben yang begitu kuat.

"Tanganmu berbekas. Dasar pria banci! Beraninya menyakiti wanita. Ayo ikut aku."

'Kau lebih dari dia, kau gay.' batin Sarah.

Clark membawa Sarah ke ruang kesehatan lalu membalurkan salep ke tangan Sarah yang memerah.

"Kenapa kau melakukan ini? I mean, kau seorang Clark Anderson. Kenapa kau baik padaku?" tanya Sarah.

Ahh seandainya saja ia bukan gay pasti Sarah sudah klepek-klepek dan pingsan dengan perbuatan Clark yang sangat manis ini.

"Aku memang seperti ini. Aku hanya tak suka melihat seorang wanita tersakiti." jawabnya simple.

Setelah memberikan salep pada tangan Sarah, Clark pergi meninggalkan gadis itu seorang diri dengan wajah merona. Sarah masih tak percaya bahwa ia bisa berbicara dengan pria impiannya. Biasanya ia hanya suka stalking akun socmed pria itu dan mengaguminya dalam hati. Clark memang pria yang sempurna, terlepas dari kekurangannya sebagai seorang gay, ia memiliki pribadi yang menyenangkan, itu diketahui Sarah dari pembicaraan teman-temannya di kampus.

  Selepas kuliah Sarah memutuskan untuk pulang ke apartment kecilnya. Ia hidup sendiri dan mandiri, sebenarnya ia memiliki ayah namun ayahnya sudah menikah lagi dan tinggal di Paris kota kelahiran ayahnya. Ya, Sarah memang memiliki darah Prancis dari ayahnya, sementara ibu Sarah seorang keturunan Asia, telah meninggal saat gadis itu berumur 15 tahun. Ia memang gadis yang sangat kuat, dengan keterbatasan biaya, ia tetap bersemangat untuk kuliah demi meningkatkan derajat hidupnya, sore harinya Sarah  bekerja di cofeeshop milik orang tua sahabatnya.

"Aku dengar dari gossip tadi kau pergi bersama  Clark Anderson, benarkah itu?" tanya Amy, sahabat Sarah yang sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri. Amy juga kadang-kadang ikut membantu bekerja di coffeeshop milik orangtuanya.

"Oh no.. gossip benar-benar seperti wabah penyakit. Cepat sekali menyebar." kata Sarah sambil mengangkat kursi ke atas meja.

"Ayo cepat ceritakan bagaimana bisa kau bersama Clark? Oh Tuhan, aku sangat iri padamu, Sar."

  Sarah bingung ia harus mulai dari mana, atau mengarang seperti apa menjelaskan pertemuannya dengan seorang Clark. Tentu saja tak mungkin ia menceritakan yang sebenarnya tentang kelainan Clark. Ia berpikir keras memutar otaknya mencari jawaban yang paling tepat.

"Aku tak sengaja menendang kepalanya dengan kaleng minuman." kalimat itu keluar  begitu saja, entah Amy akan percaya atau tidak ia tak peduli.

  Amy menelisik ucapan sahabatnya mencari kebenarannya, tapi sayangnya Amy bukan tipe gadis yang peka, jadi akhirnya ia percaya saja dengan kata-kata Sarah.

"Ah, sudah jam 11 malam, aku harus pulang Amy. Sampai bertemu besok di kampus." Sarah yang sudah membereskan meja dan kursi lalu beranjak pergi keluar dari coffeeshop tersebut mencoba melarikan diri dari pertanyaan-pertanyaan berikutnya yang keluar dari mulut sahabatnya itu.

"Clark.. Clark.. kau memang sangat tampan. Akhirnya aku dapat melihat wajahmu dengan jelas dari dekat. Kau memang sempurna. Tapi.." Kini ia sudah berada di apartmentnya kembali, setelah membersihkan dirinya ia lalu bersiap-siap untuk tidur, memandang langit-langit kamar.

"Tapi Tuhan.. kenapa dunia ini tak adil. Kenapa hanya ada 2 macam pria tampan di muka bumi ini? Kalau pria itu tidak brengsek, pasti pria itu gay." Sarah mendesah kasar di atas ranjangnya lalu menutup wajahnya dengan bantal.

Clark. Aku mencintaimu.

Haii..
Ini salah satu cerita baru aku, semoga ada yang tertarik untuk baca yaa..
Tak lupa aku ingetin, klo suka teken vote n komennya jg yaa,,
Kasih saran n kritik jg boleh buat cerita ini..

Makasii yaa... 😘😘

I Love You, Mr. Nice Gay (COMPLETED)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora