Bab 5

508 20 20
                                    

Terkadang, kita bisa begitu terlena dengan kebahagiaan yang saat ini mungkin sedang kita rasakan, sampai – sampai mengabaikan bahkan lupa akan rasa sakit yang sebenarnya akan selalu ada. Kesedihan, rasa sakit, kecewa, dan bahagia merupakan satu kesatuan yang mutlak. Semuanya telah diatur satu paket. Kita tidak bisa mengkotak-kotakkan perasaan mana yang ingin selalu kita rasakan, dan mana yang tidak. Karena begitulah, hidup ini bekerja. Semuanya seimbang, tanpa ada berat sebelah.

Dan mungkin, saat ini adalah saat dimana Tiara kebagian pahitnya sebuah hubungan. Dari awalpun ia tahu, bahwa hal ini tidak akan selamanya manis. Masih banyak rasa yang ia harus cecap, sebelum pada akhirnya ia akan menemukan rasa manis ataupun pahit diakhir hubungannya dengan Danny suatu hari nanti.

“woi Ra!” ucap Shonia yang terdengar sedikit gemas karena sedari satu jam yang lalu mereka berdua duduk dibangku kantin yang tak begitu ramai, Tiara kelihatan lesu dan hanya sesekali menanggapi obrolannya.

“duh sori, sori.. lo ngomong apa tadi Shon?” kata Tiara pada akhirnya. Mau tak mau ia merasa tak enak kebapa sobatnya yang satu ini, karena ia hanya menanggapi percakapan mereka setengah hati.

Shonia yang duduk tepat dihadapannya hanya mendengus perlahan dan melanjutkan makan soto ayam favoritnya.

“gue tadi nanya, menurut lo gue harus pake referensi novel siapa buat proposal Bu Widya” Shonia terpaksa harus mengatakan ulang perkataannya tadi karena rupanya manusia didepannya ini barangkali sedang kehilangan separuh pendengarannya.

Ketika sadar yang diajak bicara kembali tak menyahut, Shonia mulai kesal dan hendak memaki maki sahabatnya yang satu ini. Namun sedetik kemudian ia mengurungkan niatnya, karena melihat Tiara melamun dengan tatapan sayu. Kesedihan tak dapat dielakkan dalam raut wajahnya.

Shonia menarik napas panjang, lalu menyingkirkan mangkuk soto dihadapannya dengan perlahan. Selera makannya hilang seketika. Ia tahu persis, Tiara pasti ada masalah apabila diam seribu bahasa seperti ini.

Ia menyentuh punggung Tiara perlahan, mengusapnnya dengan lembut. Membuat Tiara tersadar dari lamunannya.

“lo kenapa ngelamun terus sih Ra? Ada masalah?” tanyanya kemudian. Tiara tahu, ia tak akan bisa menyembunyikan apa pun dari sahabatnya. Dan percuma jika ia berbohong.

Tiara hanya mengangguk dan tersenyum lemah menanggapi pertanyaan Shonia barusan. Lalu ia menyesap es teh dihadapannya perlahan sebelum kemudian menarik napas dalam, siap untuk bercerita.

“gue ada sedikit masalah sama Danny” katanya kemudian.

Shonia menyandarkan punggungnya kesandaran kursi sambil mendekapkan kedua lengannya didepan dada. Menilai kebenaran ucapan Tiara barusan.

“gue nggak yakin kalo masalah yang lo bilang barusan cuma sedikit” kata Shonia, lalu melanjutkan

“jangan kira gue ngga tahu, Ra. Mata lo bengkak segede gaban pas tadi pagi kelas, tandanya lo nangis abis-abisan semaleman. Lo juga pucet, lemes, kayak orang keabisan tenaga habis perang. Lo biasanya cerewet, suka ketawa, dan hari ini gue nggak denger sama sekali suara lo”

“lo tau kan Ra, lo bisa cerita apapun ke gue”

Tiara tersenyum kepada Shonia, yang menjelaskan panjang lebar keadaannya yang bahkan ia sendiri tak menyadari hal sepele seperti itu.

“oke, ralat, katakanlah gue punya masalah yang sedikit rumit sama Danny” ucap Tiara kemudian.

Ia menghembuskan nafas lagi, dan berfikir sejenak apakah ia akan menceritakan keterlibatan Theresa atau tidak. Ia hanya tak mau, Shonia, yang notabene juga adalah sahabat Theresa akan berpikiran yang bukan-bukan.

ELEGI (ON HOLD) Where stories live. Discover now