Bab 4

313 9 0
                                    

Sudah kesekian kalinya Danny menghubungi ponsel Tiara, dan untuk kesekian kalinya juga ponsel gadis itu tidak aktif. Danny khawatir. Amat sangat khawatir. Pasalnya, sejak ia mengantarkan Theresa pulang, Tiara langsung menon aktifkan ponselnya. Dan Danny ingat waktu terakhir kali ia bertemu dengan Tiara, gadisnya itu, ia bilang ia sedikit tidak enak badan. Wajahnya pun pucat, matanya juga sedikit sayu.

Sekarang pukul sepuluh malam. Danny tidak akan bisa tidur nyenyak apabila ia belum mendengar kabar dari Tiara. Saat ini ia berada di apartemennya, berbaring di tempat tidur dengan gelisah sambil memikirkan perempuan kecintaannya itu. Sekali lagi ia menekan nomor ponsel Tiara. Tapi nihil, ponselnya tetap tidak aktif.
Ia lalu bangkit berdiri dengan gusar, menyambar jaket yang tergeletak di sofa dan kunci mobil diatas meja lampu kamarnya. Ia harus menemui Tiara saat ini juga. Perasaannya tak akan tenang jika seperti ini. Apalagi kejadian di Mountaineer kembali terbersit dipikirannya. Ia merasa sangat bersalah. Ia merasa menyembunyikan sesuatu dari Tiara. Hal yang tak pernah ia lakukan selama ia bersama-sama dengannya.

Danny baru sadar jika diluar hujan ketika ia sampai di parkiran mobil apartemennya. Tidak lebat, tapi udaranya menjadi sangat dingin karena factor malam hari. Ia membuka pintu mobilnya dengan sigap, dan langsung mengemudikannya menuju rumah Tiara.

Ia tahu, ini sudah malam. Terlalu larut untuk seseorang berkunjung. Bahkan ia yakin Tiara pun sudah terlelap. Tapi tak apa. Ia hanya perlu mengetahui kabar gadis itu secara langsung. Mungkin nanti ia bisa bertanya kepada orang tua Tiara, ataupun Inem asisten rumah tangganya.

***

Setengah jam kemudian, Danny telah sampai halaman depan rumah Tiara. Terdapat dua mobil terparkir di halaman rumah yang luas. Pertanda orang tua Tiara telah pulang kerja. Nampak sepi, tapi Danny masih bisa melihat lampu didalam masih menyala. Tanda bahwa masih ada seseorang yang bangun di dalam sana.
Danny turun dari mobil secara perlahan karena sekarang hujan hanya menyisakan gerimis kecil. Ia membuka pagar tinggi yang dicat putih yang menaungi rumah itu. Ia buka secara perlahan, agar tak menimbulkan suara berisik yang nantinya malah akan mengganggu.

Lalu ia bergegas menuju pintu dan menekan bel nya satu kali. Tak ada sahutan, hanya terdengar langkah kaki yang mendekati pintu. Ah si Inem, pikir Danny demikian.

Tak lama, pintu pun terbuka. Orang yang membukakan pintu sedikit terkejut mendapati Danny berdiri diambang pintu rumahnya, tapi langsung memasang senyum ramah sarat akan keibuan.

“lho, Danny?” sapa orang itu, yang ternyata adalah Rita, Ibunda Tiara. Danny mengangguk sopan dan menjabat tangannya.

“malam Tante, maaf ganggu malem-malem gini” katanya kemudian dengan sopan. Rita tersenyum dan beralih menggeser tubuh nya dari ambang pintu utuk mempersilakan Danny untuk masuk.

“mau ketemu Tiara?” kata Rita sembari berjalan ke kursi ruang tamu diikuti Danny. Yang ditanya hanya mengangguk dan berkata,

“dia udah tidur ya tante?” mimiknya syarat akan ke khawatiran.

Rita duduk dikursi sebelum menjawab pertanyaan Danny, lalu mempersilakan Danny untuk duduk pula.

“hm, tante kurang tau juga. Dari tadi sewaktu pulang, dia langsung naik ke kamarnya dan nggak turun lagi. Waktu makan malam pun dia juga nggak mau turun. Tante nyuruh si Inem buat nganterin makanannya, tapi Inem bilang dia nggak mau makan. Inem juga bilang dia habis nangis, tante nggak tau deh dia kenapa”

Rita menjelaskan dengan panjang lebar, serta Danny mendengarkannya dengan seksama. Perasaannya campur aduk sekarang setelah mendengar penjelasan itu.

Melihat raut wajah Danny yang sendu, Rita berasumsikan satu hal. “kalian lagi ada masalah?” katanya kemudian.

Danny hanya mampu menatap Ibu dari Tiara dengan sedikit senyum dibibirnya. Lalu katanya, “terakhir ketemu sih kami baik-baik aja tante, Danny rasa nggak ada masalah”

ELEGI (ON HOLD) Where stories live. Discover now