[TRD4 - Di Balik Pagar]

8.2K 1.8K 291
                                    

Ruben benar-benar ada di dekat motorku sepulang sekolah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Ruben benar-benar ada di dekat motorku sepulang sekolah. Komandan KVLR yang paling ditakuti seluruh Mayapada itu takluk pada uang, jadi jelas-jelas dia akan melakukan apapun demi mendapatkannya. Termasuk perang tak terhindarkan dengan Ayah. Setidaknya, dia membuktikan diri sebagai prajurit yang baik.

Dia memboncengku dan sibuk mengomel sepanjang perjalanan. Sejujurnya, aku tidak keberatan. Jujur, Ruben adalah satu-satunya orang yang menjagaku tetap waras dengan segala tingkah lakunya yang tidak pada tempatnya. Setidaknya, ada sedikit selingan yang dia berikan di tengah tugas sekolah yang menyebalkan.

Begitu tiba di rumah, Ruben langsung menjauhi rumah dan berjalan ke pagar. Rumah kami bukan rumah yang teramat besar, namun masuk ke dalamnya merupakan tantangan bagi Ruben. Di rumah inilah segala pertentangan dan pemberontakannya dimulai. Adu mulut dengan Ayah, tidur-tidur dengan iringan tangisan Bunda, kabur lewat jendela kamar yang jaraknya lumayan jauh dari tanah—Ruben mengaitkan rumah kami dengan segala sesuatu yang mengurung dan mengekangnya, membuatnya benci setengah mati pada rumah ini.

"Ayo masuk, bokap-nyokap belum di rumah," ujarku seraya meletakkan helm.

"Bagus." Dengan langkah cepat Ruben segera menyusulku. "Oke, jadi gue cuma harus tidur di sini semaleman biar dapet tiga ratus kan?"

"Lo juga harus makan malam di sini."

"Gampang, tinggal makan di kamar."

"Lo tau sendiri aturan nyokap." Aku mendengus. "Semua orang harus ada di meja makan setiap makan malam, termasuk—"

"Wah, Non, sudah pulang ternyata." Bi Maryam, orang yang baru akan kusebutkan, muncul membuka pintu. "Den Ruben? Mau numpang mandi lagi, Den?"

Ruben hanya menyeringai. Bi Maryam menjadi satu-satunya orang yang menyimpan semua rahasia Ruben selain aku. Kembaran idiot itu hanya pulang ke rumah beberapa minggu sekali untuk mengambil baju dan mandi. Bi Maryam menutupi semua ulah Ruben dengan cara-caranya, membuat Ayah tetap mengira Ruben masih terkadang pulang, meski jarang sekali. Bisa dikatakan, ia adalah orang dalam yang membantu Ruben memuluskan onarnya.

"Enggak Bi, aku dipaksa pulang sama si Non ini," adu Ruben.

Bi Maryam hanya tertawa. Hubungan Ruben dan Bi Maryam jauh lebih baik daripada hubungan Ruben dan Bunda, bahkan lebih baik daripada hubungannya denganku. Telinga Bi Maryam sering menampung aduan Ruben mengenai masalah-masalahnya. Bukan berarti Ruben suka curhat—Bi Maryam kadang justru memberi solusi yang mempermanis kenakalan Ruben. Mereka berdua adalah partner in crime dalam arti sebenar-benarnya.

"Wah, berhasil juga si Non ini. Hebat!" Bi Maryam tersenyum padaku sembari membuka pintu lebih lebar. "Masuk, Den, Non. Sudah makan siang kan?"

Kami mengikuti Bi Maryam ke ruang tengah. Ruben menyikutku dengan tangannya yang lebih kasar dari yang kuingat.

"Lo berhasil ngapain?" tanyanya heran.

"Berhasil maksa elo pulang," sahutku ringan.

"Lah, emangnya ada apa? Lo kangen gue?"

"Lo nggak inget?" Aku menatap Ruben tidak percaya. "Bunda ulang tahun hari ini!"

[1] The Real DealWhere stories live. Discover now